28 ▪️ Akhir Hubungan

38.1K 5.5K 200
                                    

' Akan ada selalu yang namanya kalah dan menang kemudian menerima atau dendam '

✒.Happy reading!

Hari Senin, hari baru dan hari di mana dirinya membolos. Tangan yang begitu kasar itu mengusap darah yang menetes di pelipis, mengabaikan rasa perih yang sudah terbiasa, matanya menatap tajam sekumpulan orang yang berlari menjauh dari tempatnya berdiri, diiringi sumpah serapah tak jelas. Mereka semua kabur terburu-buru mengikuti pemimpinnya.

"SAMPAH! Berani di belakang doang!" lelaki itu melempar balok kayu dengan asal kemudian menatap semua orang yang berada di belakangnya. "Cabut ke sekolah, besok kita balas!"

"Siap, bos!"

Berbalik, lelaki dengan name tag Kael Derma Herdion pergi dari tempatnya. Istilah gaulnya, ia adalah bad boy yang hobinya tawuran, kebiasannya negatif dan melenceng dari kewajiban sesosok siswa SMA. Berbagai macam ancaman atau peringatan tak akan mempan untuknya, ia bebal dan tak mau mendengar jika tak menguntungkan dirinya sendiri.

Kael mengangkat satu alisnya, sementara tangannya menggaruk tengkuk. Jika sudah tawuran seperti ini, sosok gadis akan muncul dengan motor sport milik Kael, lantas berteriak dan tersenyum menyemangati karena tawuran dimenangkan oleh kelompoknya. Namun, seminggu ini, tiga kali tawuran dan Kael tak menemukan sosok gadis itu. Rasanya agak berbeda, dan sedikit kosong.

"Cih, cowok alien itu nepatin janjinya." Kael mendengkus, mengingat sosok lelaki yang memiliki rambut putih terang dan juga kulit pucat. Sosok yang menantangnya perihal Lentera. "Palingan besok cewek itu nyamperin gue lagi."

Memasukkan kedua tangannya pada saku celana, Kael berjalan angkuh menuju motornya, mengabaikan rasa tak nyaman akibat tak terbiasa. Entah harus Kael akui atau tidak, ini terasa mengganjal untuknya. Lentera benar-benar tidak ada di pandangannya dan tak mengabarinya sama sekali adalah sebuah hal yang baru.

"Kita menang, bro. Ngapain wajah lo kayak belum disetrika?" satu lelaki bertopi menepuk pundak Kael, menyadarkan ketua gengnya dari lamunan.

Kael menggeleng, ia bergegas memakai jaket dan helm, segera mengendarai motornya pergi dari jalanan kosong yang sudah berantakan itu. Ia melajukan motornya dengan kencang, bahkan saat melewati gerbang sekolah lajunya tak berkurang dan tentu saja menimbulkan keributan.

Setelah memarkirkan motornya di tempat biasa, ia berjalan memasuki area sekolah, menuju gedung di mana kelasnya berada. Tetapi ia tak menuju kelas, ia berbelok ke arah lain dan mulai bersenandung tenang diiringi tatapan murid, mereka sudah tahu siapa Kael di sini.

Berhasil menemukan kelas yang ia cari, Kael membuka pintunya dan mengedarkan pandangan ke sekeliling yang hanya ditempati beberapa murid di jam istirahat ini. Beruntungnya, ia bisa melihat sosok yang ia tahu di sana, sedang merapikan barang-barang di atas meja.

"Lo." Kael menunjuk santai ke arah gadis yang kini menatapnya tajam. Mengabaikan tatapan itu, Kael justru duduk di meja dengan seenaknya. "Tera di mana? Tumben lo gak sama cewek itu."

Mendengar suara menyebalkan masuk ke gendang telinga, Wihel memiringkan kepalanya ke kiri, alisnya terangkat cepat. "Gak salah lo nanyain dia? Selama ini ke mana? Oh, sibuk sama cewek lain ya. Nggak heran, sih."

"Bacot!" suara Kael meninggi, membuat yang ada di kelas tersentak. "Gue cuman nanya, di mana Tera, sesusah itu lo jawab? Atau lo terlalu bodoh buat ngerti bahasa gue?"

Wihel berdecih, semenjak Lentera mengaku berpacaran dengan anak tengil ini, ia tak keberatan sama sekali karena Kael memang bersikap seolah-olah Lentera adalah dunianya. Hanya saja, semenjak nama Ayala muncul, Wihel menemukan keganjalan dari sosok Kael. Apalagi semakin lama Lentera dan lelaki itu berhubungan, sifat berengsek milik Kael semakin terlihat jelas. Wihel sangat tak menyukainya.

ZWARTWhere stories live. Discover now