KEKACAUAN

532 94 12
                                    

Semuanya duduk di ruangan yang terletak di dalam ruangan komandan. Kayara juga ikut sebagaimana saksi yang menangani korban. Rasyid ketar ketir ada Kayara. Jelas Rasyid tau sifat Kayara yang super galak dan dingin--atau mungkin Rasyid belum tau saja tingkah Kayara dan Sasi tidak jauh beda.

"Dokter, bisa jelaskan?"

"Oh dengan senang hati" Kepala Rasyid berputar ke arah Kayara yang kini berdiri. "Saya sudah mengatakan kepada bapak erte dan pak Lurah, bahwa Johan mengalami luka ringan. Menghabiskan tujuh jaitan di lengan kirinya. Bila pak Polisi kurang percaya, saya akan meminta ke rumah sakit hasil pemeriksaan Johan."

"Mau luka ringan atau parah, Faad tetap salah sudah mencelakai Johan."

"Kayaknya pak Lurah ngebet banget mau nyalahin orang yang belum tentu salah."

"Belum tentu salah?" Rasyid pusing harus bolak balik putar kepala agar bisa melihat ke arah Lurah dan Kayara. "Kami bahkan sudah memiliki buktinya."

"Bukti sesungguhnya hanya ada di penjelasan Johan."

"Anak kecil seumuran Johan, pasti masih trauma."

"Saya Dokternya saja belum memastikan trauma atau nggak terhadap Johan. Kenapa pak Lurah udah bisa memberikan pernyataan begitu?" Detak jantung Rasyid hampir saja tak karuan. Ini serius Kayara Dokter yang galak? Kenapa Rasyid merasa Kayara seperti sosok Sasi. Oh, ia harus segera melerai. "Maaf Pak Lurah, bapak ini terkesan seperti ingin banget menyalahkan pelaku yang bukan pelakunya."

Rasyid melihat Lurah Sidik memanggil asistennya, lalu memberikan ponsel yang pasti sudah Rasyid tau.

"Silahkan di cek hasil CCTV-nya." Lurah Sidik menyerahkan ponselnya pada Kayara yang langsung di terima. Dasarnya Rasyid adalah manusia kepo, ia ikut beranjak melihat video CCTV. Senyuman Rasyid mengandung mencurigakan karena terlihat biasa saja.

"Maaf Pak polisi, tolong lihat ponsel saya." Rasyid menyodorkan ponsel miliknya ke arah komandan tersebut. Lalu dengan kurang ajarnya, Rasyid merebut ponsel yang Kayara pegang. "Ini punya Lurah Sidik."

Rasyid seperti menyimpan rahasia, itu yang Kayara lihat. Ada apa sebenarnya antar Rasyid dengan Lurah Sidik? Mereka selalu bersitegang terus menerus setiap bertemu.

"Apa ada permintaan pak Rasyid?"

"Hapus nama Faad sebagai pelaku, hanya itu saja." Rasyid berdiri, merapikan kaos bola yang sering banget ia kenakan. "Saya boleh pulang?"

"Silahkan." Tidak, ini Kayara yang merasakan jadi orang bodoh. Mengapa Rasyid terlihat santai dan semudah itu bisa pulang? Lalu Kayara melihat ke arah Lurah Sidik yang menatap Rasyid seperti musuh. Mereka berdua rival, itu yang Kayara bisa pastikan. Lalu Ogi, nampaknya biasa saja melihat tingkah sahabatnya.

"Silahkan, mbak." Begitu Rasyid baru saja akan keluar, ada sosok perempuan masuk yang sangat ia kenali. Kayara yang siap berdiri, menatap Rasyid dan perempuan tersebut.

"Abang?" Rasyid menatap Kikan dari ujung kaki sampe kepala. Pakaian Kikan ada yang beda. Biasanya adik tirinya ini selalu memakai pakaian gelamor dan seksi. Lalu, kenapa ia melihat Kikan memakai baju yang biasa saja. Bahkan Rasyid yakin pakaian Kikan tidak mencapai jutaan.

"Ngapain lo, di sini?"

"Harusnya Kikan yang nanya, abang ngapain?"

"Gue mah lagi beresin masalah. Lah, lo?"

"Dapat masalah mulu kerjaan lo."

"Heh model kagak laku, gue anak orang kaya. Bebas lah. Nah, lo?"

"Heh pengangguran yang katanya anak orang kaya, serah gue lah." Ogi berdiri, menarik Rasyid ke arah sampingnya. Kikan dan Rasyid kalau bertemu sudah mirip Sasi yang menjadi musuh debat Rasyid. Entah mengapa Rasyid memang selalu suka berdebat.

RASYIDWhere stories live. Discover now