SITUASI SULIT

359 71 4
                                    

Untuk perihal kemarin atas kelakuan Kayara, aman. Untung saja saat itu, tidak ada orang yang mendengar. Kalau menyebar, mampus Rasyid. Belum lagi nanti mama pasti langsung telepon, dan minta di kenalin.

Ribet.

Pagi-pagi begini memang asiknya mencari tempat sarapan. Apapun sarapannya, asal nasi. Begitulah pemikiran Rasyid. Untuk sekarang ini Rasyid libur berkunjung ke kampung Duku. Lagipula kampung Duku aman-aman saja.

"Tante dengar kamu sudah dekat dengan cowok." Langkah Rasyid terhenti, ia menoleh ke arah samping kanan. Kayara? Dengan siapa dia di sini? "Tante senang dengarnya."

"Tante nggak perlu khawatir." Ini semakin seru, dan Rasyid paling suka mendengar keributan. "Tanpa di minta juga, akan saya hindari keluarga kalian."

"Kamu jangan terus-terusan kurang ajar, Kayara."

"Kebetulan tante yang mengajari saya untuk kurang ajar sama manusia kayak tante."

"Kamu sama sekali tidak tau diri, ya." Kayara hanya memilih diam, ia malas sebenarnya ribut-ribut di taman seperti ini. "Tante yang bikin kamu bisa jadi Dokter."

"Tante?" Kayara terkekeh geli, ia sampai menunduk untuk sekedar tertawa kecil. "Tante, saya jadi Dokter biaya sendiri. Sampai detik ini saya masih berpikir, peran apa tante dalam perjalanan karir saya? Sementara saya berusaha sendiri. Tolong tante sadar lah, jangan merasa paling berjasa. Nyatanya? Kagak ada."

"Kamu lupa, siapa yang mempertahankan kamu di rumah sakit itu? Saya, tante kamu sendiri."

"Dan kalau-kalau tante lupa, saya tidak pernah mengemis--bahkan meminta untuk tante mempertahankan saya di rumah sakit tersebut."

"Rumah sakit mana yang mau menerima kamu?" Kayara semakin jengah. Punya tante benar-benar hilang arah. "Untung saja suami tante kenal sama pemilik rumah sakit tempat kamu bekerja."

"Tapi bukan karena sogokan, melainkan karena usaha saya ada di titik sekarang ini."

"Kamu itu lama-lama keras kepala. Nggak tau diri. Sama tante sendiri aja begini, pantas saja keluarga suami tante nggak suka."

"Oh, saya sih bersyukur keluarga kalian tidak menyukai saya. Lagipula, saya tidak pernah meminta tante untuk mengakui saya sebagai keponakan. Karena apa? Bagi saya, keluarga dari bunda dan ayah, semuanya sudah mati."

"Kurang ajar kamu." Kayara menangkis tangan tantenya yang hendak menampar pipi Kayara. "Kamu jangan keterlaluan Kayara."

"Dan tante jangan ikut campur tentang saya. Anggap saja kita tidak saling mengenal."

"Oh, dengan senang hati." Kayara mengangguk tersenyum. "Suatu saat kamu butuh saya, tidak akan saya bantu."

"Oke" Kayara tersenyum penuh kemenangan kala melihat tantenya pergi begitu saja. Akhirnya selesai juga berdebat dengan tante sendiri. Akan lebih baik Kayara duduk saja sambil melihat pemandangan.

"Jadi ini seorang Dokter yang di kenal atas kecerdasannya? " Mata Kayara terbuka pelan, ia menarik napas dengan santai.

"Oh halo Dokter Nara, haruskah basa-basi?"

"Samuel berusaha lagi untuk memperjuangkkan lo."

"Hemm"

"Apa dia masih kurang dengan kehadiran gue?"

"Lo tanya sama diri lo sendiri."

"Gue merasa sudah memberikan apa yang dia mau." Kayara memejamkan matanya, menahan rasa sakit yang mendalam setiap Nara berbicara atas kedekatannya dengan Samuel. "Gue tau, gue ini bodoh."

"Lo hanya perlu untuk berbicara dengan Samuel."

"Dan dia akan tetap menolak perasaan gue. Ibaratnya dia menemui gue hanya karena butuh, bukan menginginkan dengan tulus."

RASYIDWhere stories live. Discover now