Prolog

162 4 0
                                    

Gadis itu menatap pilu kendaraan roda empat yang tak hentinya membunyikan sirine. Ia kacau, entah segi jiwa maupun raga. Iris terang matanya meredup, memberitahu alam bahwa dirinya sedang tidak baik-baik saja.

Mobil itu menjauh, meninggalkan seorang insan dengan keresahan jiwanya. Ia melemah, tak kuasa menahan tubuhnya, gadis itu terjatuh tergeletak di hamparan aspal nan dingin.

••

"Karin?" Alena mengibaskan tangannya tepat di mata Karin-memastikan gadis itu tidak kesurupan buto ijo.

"KARIN!" Suara melengking itu kerap membuat sang empu meringis. Bukan Alena, dia adalah Jade, gadis cantik nan tomboy yang memasuki enam tahun mengenal seorang Karin.

Karin mengubah posisi duduknya, menatap iris coklat tua itu dengan seksama. Tatapan itu membuat Jade sontak menunduk. Tatapan itu bisa membius siapa saja disana.

"Begini, acara birthday sekolah nanti, you udah ada pasangan? Soalnya kalo belum, kabar baiknya, Bara juga belum!" Jade terlihat antusias menepuk tangannya.

Sekolah mereka, Domenico Iustitia selalu mengadakan acara ulang tahun sekolah pada tanggal 20 Januari. Dalam pesta itu, biasanya akan ada lomba-lomba, makan bersama, pidato kepala sekolah dan lain sebagainya. Biasanya terdapat lomba pasangan yang semua siswa diwajibkan ikut.

Eye roll dari Karin untuk Jade. Penolakan itu membuat binar matanya meredup, berganti dengan wajah berharap yang penuh.

"Come on Karin, this is your chance!"

"No." Final Karin, ia kembali menyesap tehnya yang telah dibantu Alena untuk menambahkan air dingin lantaran minuman itu benar-benar panas.

"Kenapa no?! Karin, instead you always cry every while time, you better take this chance, change your life..

Why you don't try to open your heart, you need someone too Karin, and we can't always beside you." Terdengar helaan napas setelahnya, diikuti helaan napas dari arah yang berbeda, dari sampingnya-Alena.

"Jade Marcela, lo itu berlebihan, baru tiga bulas sejak kejadian naas itu, jelas Karin bekum bisa nerima keadaan, apalagi buat buka hatinya, it's not that easy." Lerai Alena, si paling lembut dan kalem.

"Rose Alena, for what you call my full name?" Protes gadis itu sedikit menggebrak meja.

Alena menghembuskan napas kasar, ia kemudian melipat lengan di dadanya sembari membuang muka, mencari barangkali ada objek yang lebih menarik.

Kendati begitu, Jade tetap memfokuskan matanya kepada Karin, sementara Karin sibuk meniup teh yang-ternyata masih panas-menyebalkan itu.

Jade akhirnya menyerah, mendudukkan dirinya di depan Karin lalu memanggil Bu Yati-penjual ramen-guna memesan seporsi makanan.

Tak menemukan apapun, Alena kembali menatap Karin yang setia meniup teh hijau itu.

"Nggak usah ditiupin terus, gue bisa pesenin yang baru kalo lo mau." Sarannya.

"Jangan mau Kar, dia cuma menawarkan diri mesenin, bukan bayarin." Sela Jade.

Apa yang terjadi setelahnya adalah cekcok antara dua orang teman terdekat Karin. Ia menatap keduanya, rasanya nyaman sekali dikelilingi orang baik, orang yang senantiasa berada di sampingnya, di pihaknya, menemani dan mampu memberikan rasa nyaman untuk Karin.

Meskipun mereka bertengkar, hal itu tak akan berlangsung lama. Mereka langsung akrab kembali layaknya bayi kembar. Itulah yang membuat Karin mau menerima mereka menjadi temannya. Pertemuan mereka 6 tahun silam membuat unforgettable memories untuk Karin, juga mereka berdua sendiri.

Thank YouWhere stories live. Discover now