Ty 3

33 2 0
                                    

Mereka berkumpul di rumah Karin, beberapa waktu lalu Karin menceritakan kesaksian Eran dan Vanya kepada ayahnya dan setelahnya Erik mengundang mereka untuk sekedar makan malam.

"Omong-omong, kalian semua satu sekolah sama Karin?" Tanya Erik memulai percakapan.

"Saya sama Eran enggak om, selebihnya iya." Jawab Vanya memperkenalkan Eran juga.

"Ooh begitu ya."

"Tapi kayaknya kita pernah ketemu ya om?" Vanya sedari tadi memikirkan hal itu akhirnya ia memberanikan diri mempertanyakannya.

Dahi Erik mengerut, "dimana ya?"

"Ah, salah orang deh kayaknya, tapi kayak pernah ketemu juga sih."

"Dari pada bahas itu, kenapa nggak kita bahas yang lagi mogok makan?" Alih Eran kepada Lean yang sedari tadi hanya menatap makanannya, enggan menyentuh.

Lean yang merasa ditatap, ketakutan. Karin mengambil alih makanan Lean lalu menyuapi anak itu. Lean membuka mulutnya, menerima.

"Lean kalo mogok makan nanti nggak gede-gede. Katanya mau nyusul tinggi kakak?" Ucap Karin.

"Iya kakak."

"Gemes banget si Lean, jadi adek kak Vanya aja mau nggak?" Dijawab gelengan kepala. Serta kekehan sang Lean.

"Lo nggak berbakat ngerayu anak kecil, Van. Udah deh nggak usah sok." Ucap Eran.

"Apaan sih gila, gini-gini juga gue punya dua adek tau, ya meskipun adek sepupu sih, tapi mereka anteng kok sama gue." Elak Vanya.

"Iya deh."

"Karin juga bilang ke saya, kalo kalian bakal ngungkap masalah Alzey ya?" Kini Erik bertanya.

"Iya om, rencana nya sih gitu, soalnya Ceae nggak pernah ada lorong emergency." Jawab Bara

Erik tampak menimbang-nimbang, "mungkin itu juga yang bikin shadow Alzey masih nampak di mata Lean."

"Oh ya? Lean pernah liat?" Tanya Vanya diangguki Lean. Dalam hatinya, ia ingin sekali merebut sendok Lean lalu bergantian menyuapi nya.

Hening, membuat Lean merasa tak nyaman. Bisikan kecil itu akhir-akhir ini menyertainya. Bisikan yang Lean sendiri tidak mengerti maknanya. Jauh di alam sana, seseorang terus berbisik, tempus est, mox.

••

Pagi ini, mereka-Karin, Bara, Eran, Vanya, Allen-telah memastikan bahwa memang sebelumnya tidak ada lorong di depan toko roti. Mereka sudah mewawancarai pengunjung senior, pemilik toko roti, cctv hingga data pembangunan mall-yang mereka aksen melalui hack Allen.

Unfortunately, CCTV itu tidak mengarah persis ke lorong misterius itu. Hanya mengarah ke toko roti. Mereka juga melihat seorang wanita paruh baya sebagai penjaga toko roti itu masih bersedia melayani Om tuxedo yang membeli roti di keadaan gawat seperti itu. Dan tugas mereka sekarang adalah mencari wanita itu.

"Tapi kan itu susah banget Len." Keluh Vanya ketika Allen menyelesaikan kalimatnya.

"Yes, memang kemungkinannya sangat rendah, tapi apa lo lupa kalo di our beloved city ini ada yang namanya ID card?" Pemikiran Allen membuat semuanya terkejut. Allen berkata seperti itu bukan sekedar berkata jika ia tak bisa meretas sistem itu juga.

ID card itu tercatat dalam dokumen digital yang tersimpan di kantor pusat negara, atau yang rakyatnya biasa katakan Kapura.

"Tapi yang itu agak sulit. Keamanan nya ketat banget, apalagi kan itu terkait data pribadi seluruh warga negara." Tutur Allen.

"Kata gue mending kita cari dulu orangnya, kalo dia kerja, pasti kan bakal balik ke situ lagi, gimanapun dia kerja kan. Kalo misal nggak ketemu, baru kita selidiki, gimana?" Usul Eran.

Thank YouWhere stories live. Discover now