13. Kamu senja saya

616 25 2
                                    

بِسْـــــــــــــــــــــمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيم

اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ




Tok tok tok

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam, masuk." suara seorang lelaki terdengar dibalik pintu kayu tersebut.

Setelah mendapat jawaban barulah Arana berani memutar knop pintu, memperlihatkan sesosok pria yang pagi tadi kesal padanya.

Dia berjalan masuk tak lupa kembali menutup pintu. Matanya fokus ke bawah, enggan melihat Pak Aldan yang saat ini sedang begitu fokus pada laptop nya.

Arana duduk di depan Pak Aldan tanpa sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya. Ia hanya diam sambil memilin helaian khimar menjulur dipangkuan.

Tak kunjung ada yang bersuara, akhirnya Arana memberanikan diri bertanya, "Rana disuru kesini buat apa, Mas?"

"Hm?" Pak Aldan mendongak melihat Arana di depannya. Lalu ia kembali menoleh ke arah sofa yang ada di ruang tersebut.

"Itu makan siang buat kamu," ujar Pak Aldan menunjuk beberapa kantong plastik yang tertata di meja.

Cengiran Arana langsung mengembang melihatnya. Wajah yang sebelumnya terlihat keruh itu seketika berseri-seri. "Hehee, tau aja."

Setelah berpindah ke sofa, Arana mulai membuka satu persatu plastik serta wadah yang menutupi makanan itu. Ada banyak sekali lauk di berbagai wadah yang berbeda. Hingga bila diberi nama, menu hari ini merupakan nasi padang.

Senyum Arana kembali mengembang melihat rendang dan terong sambal, dua menu favoritnya ternyata juga ikut nimbrung.

"Mas nggak makan?"

"Duluan aja," balas Pak Aldan. Menoleh sebentar setelahnya kembali terfokus kan pada laptop.

Melihat hal itu membuat Arana sedikit bersedih hati. Tanpa ada niat ikut-ikutan bersikap cuek, ia bangun menghampiri suaminya yang masih sibuk itu. "Makan dulu, Mas. Masa Rana disuru makan sendiri," protesnya berdiri disamping Pak Aldan.

Pak Aldan menoleh dan mendongak melihat wajah Arana yang menekuk. "Tanggung. Ini dikit lagi kelar."

"Ya itu, karna tinggal dikit lagi jadi gapapa kalo ditinggal bentar. Makan lebih penting tau."

Berfikir sejenak. "Hmm, iya deh. Ayo makan." Pak Aldan beranjak ke arah sofa bersama Arana.

Mereka berdua duduk di satu sofa yang sama dengan sebuah bantal dipangkuan Arana. Sudah menjadi kebiasaannya bila sedang duduk pasti ia taruh bantal disana.

Arana mulai membuka satu bungkus nasi, lalu menuangkan beberapa jenis lauk.

"Makan satu berdua boleh nggak? Rana ngga sanggup ngabisin kalo satu bungkus sendiri," tawar Arana. Pak Aldan yo ngangguk-ngangguk bae. Padahal Arana sekalian mencari kesempatan agar bisa berdekatan dengan Pak Aldan dan menebus kesalahannya pagi tadi.

Tangan lelaki itu langsung saja mengaduk nasi bagiannya. Tak berselang lama sebuah geplakan mendarat, "cuci tangan dulu!"

Bukannya bangkit untuk cuci tangan, yang ada Pak Aldan malah mengambil sesuap nasi lalu dimasukkan ke mulut. "Di perut kita ada enzim pembunuh. Sesekali boleh lah berbagi rezeki sama kuman."

Senja Yang AbadiWhere stories live. Discover now