14. Imam

481 20 0
                                    

بِسْـــــــــــــــــــــمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيم

اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ




"Assalamu'alaikum, Bundaa!" pekik Arana begitu panggilan vidionya dan Raya terhubung dengan Bunda Naya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


"Assalamu'alaikum, Bundaa!" pekik Arana begitu panggilan vidionya dan Raya terhubung dengan Bunda Naya.

"Wa'alaikumussalam," balas Bunda tersenyum hangat.

"Huwaa kangen, Bunda," rengek Arana mengguncang HP nya.

Bukan hanya Arana, mereka yang ada di dalam layar pun sama-sama saling merindu.

"Iya nih, Bun. Kenapa Bunda nggak nelfon?" timpal Raya buka suara.

Bisa ia tebak Bundanya saat ini berada di kamar hotel.

"Maaf ya, nak. Bunda nggak sempat telfon kalian. Dari hari pertama Bunda mutusin buat nggak megang HP dulu. Ini baru Bunda idupin lagi HP nya," jelas Bunda Naya, kedua putrinya hanya ber oh ria.

"Bunda bikin khawatir aja." Bibir Arana manyun ke depan.

Terdengar kekehan Bunda Naya dari sebrang sana. Tawa yang sangat dirindukan Arana walau baru berpisah sembilan hari.

"Maaf, ya anak-anak cantik."

"Nggak papa kok, Bun. Kan Bunda kesana mau ibadah bukan mau main HP. Kita bisa maklum," balas Raya bijak.

Arana hanya bisa mengangguk. Dia setuju dengan apa yang Raya katakan. Tapi di sisi lain perasaannya tentang Bunda Naya benar-benar tidak enak akhir-akhir ini.

"Bunda disana berapa hari lagi?"

"In syaa Allah kurang dua minggu lagi Bunda pulang, Ray. Kamu gimana keadaannya?"

"Raya baik, Bun. Kemaren Raya sama Mas Aldi cek ke dokter katanya Raya lahiran sekitar dua minggu lagi. Prediksinya sih dua puluh Juni." 

"Rencana lahiran dimana?"

"Di jakarta, Bun. Tapi ini Mas Aldi belum bisa ambil cuti. Mungkin satu minggu lagi Raya baru bisa balik ke Jakarta."

Senyum Arana mengembang, "uhh nggak sabar gendong bayi. Pasti ntar anaknya gemoy," hebohnya sembari terkikik.

"Itu kan bayi mbak, kamu gendong bayi sendiri lah," kata Raya membuat tatapan Arana berubah. Sedangkan Bunda Naya hanya bisa menahan tawa.

"Mana punya?!" sungut Arana tak santai.

"Makanya bikin!" jawab Raya mengikuti cara bicara adiknya.

"Heuh!" Arana memalingkan wajahnya kesal.

Senja Yang AbadiWhere stories live. Discover now