21. Morning sickness

444 30 0
                                    

                بِسْـــــــــــــــــــــمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيم

اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ



"Rara! Mba mu, Ra!"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Rara! Mba mu, Ra!"

Jantung Arana rasanya mau copot ketika mendengar pekikan Aldi. Pria itu berdiri di ambang pintu dengan raut panik yang terpatri di wajahnya.

Dengan segera Arana turun dari brangkar lalu melangkah menuju Aldi. "Mba Raya kenapa, bang?!"

"Detak jantung Raya melemah!"

"Astaghfirullah."

Mendengar itu, Arana tidak dapat lagi mengondisikan dirinya. Ia panik.

Pak Aldan menaruh kembali bayi dalam gendongannya dengan hati-hati ke dalam inkubator. Susunya sudah ia minum hingga tandas.

Mereka langsung berlari keluar, bahkan Arana pun ikut berlari, melupakan rasa lemasnya tadi.

Dalam hati, perempuan itu terus merapalkan do'a demi kestabilan kondisi mba Raya.

Sungguh, Arana tidak akan sanggup bila harus kembali merasakan kehilangan secepat ini.

Mereka bertiga berhenti di depan pintu ruang ICU. Tak ada satupun dari ketiganya yang tergerak menarik pintu putih itu. Semua terdiam kaku tanpa pergerakan.

"Ra, kamu aja duluan. Masuknya ngga boleh rame-rame," ucap Aldi. Ia paham betul, Arana lah yang paling nampak gelisah diantara mereka bertiga.

Arana pun masuk.

Tubuh yang sebelumnya sudah sedikit bertenaga tiba-tiba terasa kembali lemah entah kenapa. Nafasnya Bahkan terasa tercekat. Atmosfer disini sangat mencekam.

Tak ada suara bising, yang terdengar hanya suara monitor yang menditeksi detak jantung Raya.

Melihat banyaknya alat media yang tepasang ditubuh Raya membuat Arana semakin sedih.

Kakinya melangkah pelan menghampiri kakak nya yang hanya diam bahkan dengan mata tertutup.

"Mba...." Panggilan itu terdengar sangat lirih.

Dia menggapai tangan Raya yang terbebas dari selang infusan lalu menggenggamnya. "Mba harus kuat ya, mba harus sembuh."

"Rara overthinking..." keluh Arana. Kepalanya ia telungkupkan di atas brangkar lalu menangis disana.

"Mba jangan tinggalin Rara yaaa," bisiknya pelan.

Kenapa jadi begini ya Allah? Bundanya pulang saat Arana tak ada disisinya. Dan sekarang apakah Arana harus kembali merasakan kehilangan? Bahkan dalam selang waktu dua hari?

Senja Yang AbadiWhere stories live. Discover now