PART 14

9.2K 1K 1.1K
                                    

Revisi setelah end

Hanya beberapa detik saja panggilan itu terhubung. Tidak ada suara di sana. Feren tidak mendengarkan apa-apa. Kecuali pada penghujung panggilan, Feren mendengar sebuah suara notifikasi. Tapi sangat sayup-sayup sebelum akhirnya panggilan terputus. Feren mencoba untuk mengklik lagi logo panggilan di pojok kanan atas dari room chatnya bersama Aime itu. Namun sayang, kali ini panggilan tidak lagi tersambung. Feren mengirim pesan dan hanya bercentang satu. Di bawah nama kontak Aime sudah tertulis, terakhir online 1 menit yang lalu. Feren melap air matanya. Berganti baju dalam sekejap dan menarik jaket juga kunci motornya. Sebelum ia keluar dari kamar, ia sempatkan mengirim pesan kepada Jose. "Jo, Gue pengen ketemu lo. Bentar aja. Jam istrahat gue tunggu di kafe biasa. Ada info tentang Aime. Gue tunggu."

Feren turun ke lantai satu. Di teras, Pak Acil sedang menikmati secangkir kopi. "Mau ke mana, Neng?" tanya Pak Acil yang melihat Feren memegangi jaket dan kunci motor.

"Mau keluar bentar. Jaga rumah ya, Pak."

"Siap, Neng. Hati-hati! Jangan balap-balap bawa motornya."

Feren tidak menjawab. Hanya mengangkat satu jempolnya setinggi bahu. Setelah itu ia keluar dari garasi dengan motor hitamnya.

***

Jose mendongakkan kepala dari dalam air kemudian mengibaskan rambutnya. Air terciprat di sekitar pinggiran kolam. Setelah itu ia menarik badannya ke atas. Kelas renang hari ini telah selesai. Terlihat Pak Adit, guru olahraga sekaligus wali kelas sementara mereka, keluar dari pintu sebelah kanan.

Jose hendak ke ruang ganti untuk mengganti swimsuit atau pakaian renangnya. Teman-temannya yang lain juga begitu. Masih ada sebagian yang duduk-duduk di tepian kolam sambil mengobrol. Jose tidak peduli. Dia memang tidak begitu suka berkomunikasi dengan orang lain apalagi hanya sekadar basa-basi. Di ruang ganti ia mengeluarkan seragam sekolahnya dari dalam loker dan berganti pakaian. Sambil memasang satu per satu kancing kemeja putihnya, ia membuka HP dan terlihat sebuah notifikasi. Ada satu pesan dari Feren. belum sempat pesan itu dikliknya, terdengar suara teriakan dari arah ruang ganti siswi. Jose dan beberapa teman lainnya keluar dan melihat apa yang terjadi.

Para siswi telah berkumpul. Ternyata bukan di ruang ganti, melainkan di ruangan sebelahnya. Ada empat bilik kamar mandi khusus putri. Sebagian siswa laki-laki berada di luar. Saling dorong ingin melihat apa yang terjadi.

"Ada apa? Ada apa?" Jose mengambil alih. Sudah tugasnya sebagai ketua kelas.

"A-ada yang ngintip tadi pas gue bersihin badan di kamar mandi," ucap Shasa, siswi yang berteriak tadi. Ia mencurahkan air matanya karena merasa baru saja dilecehkan. Badannya gemetaran karena syok.

"Tadi saat kejadian, ada siapa lagi di sini?" tanya Jose ke para siswi yang lain. Mereka geleng-geleng kepala.

"Hanya gue sendiri Jo pas masuk tadi. Yang lain udah di ruang ganti," sahut Shasa.

"Emang tadi apa yang lo lihat, Sha?"

"Gu-gue gak sadar awalnya. Ta-tapi saat menengok ke atas gue baru sadar kalau ada orang lain di bilik sebelah yang ngerekam pake HP. Untungnya gue belum ganti baju. Gue tau itu tangan laki-laki." Bahu Shasa naik turun menceritakan apa yang terjadi tadi.

"Lo ingat kan HPnya seperti apa?"

Shasa menutup mata. "Gue gak begitu perhatiin karena saking paniknya, Jo. Eh bentar, HPnya seperti itu." Shasa menunjuk ke HP yang dipegangi Sam, yang kebetulan melintasi kerumunan bersama dua temannya, Erik dan Ozi.

Semua mata tertuju kepada Sam. Adapun Sam, dahinya bertaut saat sadar ia menjadi bahan perhatian semua orang yang ada di sana. Tanpa basa-basi, Jose langsung mendekati Sam dan menarik kerah kemejanya. Di kelas mereka memang hanya Sam yang terkenal nakal dan suka usil. "Bangsat lo! Lo lagi, lo lagi!" maki Jose. Jose sangat menyayangkan kenapa Sam, teman lamanya jadi seperti ini sekarang. Sebagai seorang sahabat, Jose merasa dia punya andil untuk merubah Sam menjadi seperti yang dulu. Makanya dia sedikit keras menyikapi kenakalan Sam yang sekarang.

"Maksud lo apaan?" Sam mendorong Jose, melepaskan cengkeraman dari kerah kemejanya.

"Gak usah sok lugu deh lo! Noh si Shasa korban sekaligus saksinya." Tunjuk Jose dengan amarah yang sudah mengepul di kepala. Ia kemudian maju lagi menarik kerah Sam yang kedua kalinya. "Jelasin semuanya di hadapan wali kelas!" Ia menyeret Sam yang memberontak menuju ruang guru.

***

Untuk yang kedua kalinya, Jose masuk ruang guru bersama Sam end the gang. Shasa selaku korban juga menyusul mereka. Sekarang mereka duduk berhadapan dengan Pak Adit.

"Ini ada apa lagi hmm?" Pak Adit menutup laptopnya.

Sam mengangkat bahu. Dia tidak tahu apa yang sedang terjadi.

"Shasa saja yang nyeritain semuanya, Pak. Sha, cerita gimana tadi kejadiannya." Jose mengarahkan.

Shasa yang duduk paling pojok di antara mereka berempat pun bercerita. "Tadi selepas kelas renang, saya masuk kamar mandi dulu, Pak. Rencananya sekaligus ganti baju di sana. Saya yang terakhir masuk dari teman-teman siswi lain. Tidak ada lagi orang lain di sana kecuali saya. Tapi saat sedang ganti baju, saya ngeliat ke atas. Ternyata ada seseorang dari bilik sebelah yang sedang ngerekam saya menggunakan HPnya."

"Lah terus hubungannya ama gue apa?" bantah Sam dari tempat duduknya. "Lo nuduh gue gitu?"

"Diam dulu, Sam. Kita dengerin Shasa dulu."

Shasa kemudian melanjutkan. "Sontak saya yang kaget langsung berteriak. Dan orang yang tadi, terdengar keluar dari biliknya dan berlari pergi. Saya tidak sempat melihatnya. Hanya saja HP yang dipegangi pelaku tadi mirip dengan HP Sam, Pak."

"Sam, coba mana HP kamu," minta Pak Adit.

"Apaan sih, Sha. Ngapain juga gue ngerekam lo." Lagi-lagi sam membantah. Ia enggan menunjukan HPnya.

"Sam, kamu juga tadi tidak ikut kelas renang bapak 'kan? Kamu di mana?" Pak Adit mulai menginterogasi.

"Gue. Eh, sa-saya lupa bawa pakaian renang, Pak."

"Kami juga." Dua teman Sam yang lain ikut menyahut.

"Kami bertiga tadi nunggu di dalam kelas." Sam melanjutkan.

Pak Adit menatap dua teman Sam. "Betul begitu?"

Keduanya pun mengangguk.

Shasa mengacungkan tangan. "Bohong, Pak. Tadi mereka ada kok di kolam renang. Melintas setelah kejadian."

"Kalau itu bener, Pak. Tapi kami ke sana buat nyari Marthin. Tanya aja si Marthin kalo gak percaya." Sam masih membela diri.

"Sini Hp kamu, Sam!"

Dengan ragu-ragu, Sam mengeluarkan HPnya dari dalam saku kemudian memberikannya kepada Pak Adit. Pak Adit pun mulai memeriksa. Beberapa menit berselang, Pak Adit mengembalikan lagi HP itu.

"Tidak ada apa-apa kan, Pak? Saya gak mungkin ngelakuin hal rendah kayak gitu, Pak." Sam tersenyum penuh kemenangan menatap Jose.

Jose hanya terdiam.

"Kita akan cari tau siapa pelaku dari keonaran ini. Bapak janji kalau ketemu, bapak akan kasih hukuman berat. Biar tidak ada lagi yang mencontoh. Kalian kembali ke kelas. Sha, kalau ada lagi yang kamu curigai, kabarin ke bapak ya. Ini perbuatan yang sangat memalukan. Sangat merusak citra sekolah. Apalagi untuk sekelas sekolah ternama seperti SMA Cendekia Permata. Semoga kejadian seperti ini tidak terulang lagi." Pak Adit geleng-geleng kepala. Ini baru terjadi pertama kali di sekolah mereka.

Shasa mengangguk pasrah. Mereka berempat pun keluar dari ruang guru.

"Lain kali jangan asal nuduh," sindir Sam kemudian pergi duluan bersama Ozi dan Erik. Jose merasa ada yang mengganjal.

***

Udah, segitu aja dulu hehe.
Nanti baru dilanjutin.
Makin rumit nih masalahnya. Ada apa ya kira-kira? Udah ada yang dicurigai belum nih?

Coba tulis di kolom komentar, siapa tokoh yang sekarang sedang kamu curigai.

Jangan lupa vote dan comment yaa.

Ditunggu part berikutnya.🥳🥳🥳

THE BLOCKADE (TERBIT)Where stories live. Discover now