Chapter 6

883 13 0
                                    


Chapter ini agak panjang ya guys. Karena inspirasi datangnya tiba-tiba pas liat keromantisan Naruto dan Hinata, huhuhu😭

Enjoy to read ...

.
.
.
.
.

Marry mondar mandir di depan pintu coklat sebuah kamar. Perempuan baya itu bingung antara harus menghubungi tuannya atau tidak. Riftan sakit,  badan mungilnya panas dan memuntahkan apa yang anak itu makan.

Tidak berapa lama,  suara langkah kaki terdengar mendekat. Marry hafal betul siapa pemilik langkah kaki itu. Sebisa mungkin dia menekan rasa gugupnya yang nyaris membuatnya menangis dan hilang akal. Marry takut disalahkan. Ketakutan besar tengah menghantuinya.

"Apa Riftan sudah makan?" tanya Nicholas begitu tiba di depan pintu coklat kamar Riftan.

"Tuan,  maafkan saya. Tuan Kecil demam dan memuntahkan makanannya," balas Marry takut-takut.

"Kenapa masih disini, cepat panggil dokter!" bentak Nicholas. Ia khawatir meski tidak begitu kentara ia tampakkan di raut wajah adonisnya.

Marry pergi terburu-buru setelah mendapat perintah. Dia merutuki dirinya sendiri karena tidak menghubungi tuannya lebih awal.

Nicholas membuka kasar pintu kamar Riftan. Ia masuk ke dalam dan mendapati anak itu tengah terbaring dan berkeringat.

Nicholas mendekat, mendudukkan tubuhnya di samping Riftan. Ia mengusap peluh di kening putranya yang hangat. Rasa bersalah menumpuk di dalam hatinya. Seharusnya ia tidak kasar dan berakhir mengurung Riftan hanya karena anak itu menangis ingin bertemu Mommy-nya.

"Maafkan, Daddy," gumamnya.

"Mommy," igau Riftan.

Nicholas menghela napas. Ia mulai berpikir tindakannya yang membawa Riftan secara paksa dan tiba-tiba adalah kesalahan. Bagaimanapun Riftan hanyalah anak kecil yang membutuhkan kasih sayang ibunya. Dan Nicholas dengan tidak memiliki hati memisahkan mereka berdua.

Lima belas menit menunggu, Marry datang bersama Dr. Veerzhan di belakangnya. "Dokter sudah datang, Tuan," ucap Marry.

"Buatkan Riftan bubur, Marry!" perintah Nicholas tanpa melihatnya.

"Baik."

"Apa yang kau tunggu, Veer?!" cibir Nicholas ketika pria bernama Veerzhan Anthony itu belum beranjak untuk memeriksa putranya.

Dr. Veerzhan mendengus kesal. Namun,  dia segera melakukan pemeriksaan kepada duplikat mini dari temannya itu. "Ck, aku tidak tahu kenapa kau masih melakukan tes DNA pada anak ini yang jelas-jelas duplikat dirimu sendiri, Nicholas," sungut Dr. Veerzhan di sela-sela pemeriksaannya.

Nicholas diam. Ia tidak berniat membalas perkataan dokter itu. Alih-alih mengungkit masalah agak konyol kemarin—yang bisa ia tebak membuat karibnya itu kesal hingga sekarang—Nicholas malah mengatakan hal lain. "Dia memuntahkan makanannya, Veer.  Bagaimana keadaannya?" tanya Nicholas.

Walaupun suara dan ekspresinya biasa aja,  Veerzhan tahu jika Nicholas khawatir dengan kondisi Riftan. Pria itu bisa menyembunyikan apapun, tapi Veerzhan mengerti Nicholas cukup baik. Mereka berteman sejak mereka masih duduk di bangku sekolah menengah.

"Putramu demam dan sepertinya perutnya kosong.  Itu sebabnya dia muntah saat menerima makanan secara mendadak. Aku akan menginfusnya—"

"Apa tidak ada cara lain selain melukainya?!"

Veerzhan tahu betul jika Nicholas tidak menanyakan hal itu. Pertanyaan itu hanya bentuk halus dari tatapan matanya yang mengatakan cari cara lain! Jangan berani memasukkan jarum sekecil apapun atau kau akan mati!

Terjerat Gairah Tuan Harvey Where stories live. Discover now