Chapter 12

830 17 4
                                    

Enjoy to read!

.

.

.

.

.


Shaira menelan ludahnya susah payah ketika menatap rumah bak istana di depannya. Ia gugup luar biasa mengetahui bahwa dirinya hanyalah ampas yang tidak berarti di hadapan Nicholas. Shaira tidak pernah membayangkan bisa memasuki rumah super mewah milik pria itu. Terakhir kali dirinya dibuat takjub saat pernikahan Parveen dan Zarkhan dulu.

Walaupun dirinya berteman baik dengan Parveen, tetapi Shaira hanya sekali menyambangi rumah sahabatnya itu. Ia merasa tidak pantas bahkan hanya untuk sekedar mampir minum teh. Rumah Zarkhan sudah sangat mewah dan sangat besar bagi Shaira. Namun, rumah Nicholas dua kali lebih besar. Sepertinya rumah di depannya itu setara dengan istana Birmingham yang sering ia lihat di tv.

"Masuk!" ucap Nicholas datar. Pria itu terlihat santai menaiki beberapa undakan tangga, lalu memasuki pintu utama yang terbuka lebar sembari menggendong Riftan yang suhu tubuhnya kembali tinggi.

Shaira meremas tali tasnya. Kegugupan sedang menyerang saraf motoriknya hingga dirinya tidak sanggup bergerak maju. Kegugupan yang Shaira rasakan menimbulkan rasa takut yang bagi  orang-orang mungkin  tidak masuk akal—mengenai alas kakinya yang bisa saja mengotori lantai marmer mengkilat di bawah kakinya. Bahkan Shaira pikir lantai itu terbuat dari kaca hingga pantulan tubuhnya sendiri berada di sana.

"Selamat datang, Tuan," sapa seorang wanita baya di depan pintu masuk.

"Hubungi dr. Kennedy, Penny! Lalu segera buatkan bubur!" perintah Nicholas yang segera dilaksanakan oleh wanita baya itu.

Shaira cukup merasakan batinnya terguncang. Walaupun Seandainya Nicholas menawarkan kemewahan hidup padanya, Shaira tetap tidak akan menerima tawaran itu. Ia lebih memilih hidup sederhana saja asalkan Riftan tumbuh dengan sehat dan tetap berada di sisinya. Namun, lihatlah apa yang terjadi sekarang? Riftan-nya sakit, bocah itu tidak pernah mengalami demam tinggi seperti ini sebelumnya. Tidak pernah juga memerlukan penanganan dokter.

Dengan langkahnya yang pendek, Shaira mengikuti Nicholas yang rasanya melangkah terlalu cepat. Ia merasa maklum saja karena Riftan dalam kondisi tidak baik-baik saja sejak turun dari pesawat pribadi pria itu. Shaira tahu Nicholas merasa khawatir begitu juga dengan dirinya.

Sementara itu, Nicholas menghentikan langkahnya ketika tidak merasakan esensi Shaira di belakangnya. Ia mengernyit kala mendapati wanita itu berjalan begitu lamban seraya menyoroti rumahnya dengan mata berbinar-binar.  Namun, masih sarat akan rasa kekhawatiran dan ketakutan pada netra perempuan itu.

Nicholas tidak menyangka orang miskin akan bertindak terlampau kolot seperti yang Shaira lakukan. Dirinya memandang rendah kekolotan wanita itu, karena baginya orang miskin seperti Shaira tidak pantas untuk dihargai.

Nicholas memilih melanjutkan langkahnya dari pada mengurusi Shaira. Riftan jauh lebih penting. Bocah itu harus segera ditangani dokter.

***

Sekarang Shaira dan Riftan sedang berada di sebuah kamar bernuansa luar angkasa. Entah sejak kapan istana Nicholas yang tampak suram menyediakan kamar khusus anak kecil dengan nuansa biru cerah. Shaira tidak memperdulikan hal itu, mengingat pria itu adalah orang kaya. Nicholas bisa melakukan apapun.

Shaira semakin merasa kerdil ketika mengetahui statusnya terlampau jauh di bawah Nicholas. Ia menjadi sangat tidak percaya diri dengan kehidupan pas-pasan yang dirinya tawarkan untuk Riftan selama ini. Ayah putranya itu bisa membelikan mainan baru tanpa perlu susah-susah bekerja seperti dirinya. Tanpa perlu menjanjikannya terlebih dahulu.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 05 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Terjerat Gairah Tuan Harvey Where stories live. Discover now