Prolog

4.1K 381 20
                                    

cerita ini berkolaborasi dengan penulis Mucai__ dan ReraLka

- Happy Reading -
.
.
.

Seorang bocah laki-laki sedang meringkuk tak berdaya di atas lantai kamar mandi yang kotor sembari memegang perutnya yang sedari tadi di tendang oleh 2 perundung yang mengelilinginya. Bahkan salah satu dari mereka tanpa rasa malu merekam bocah laki-laki tersebut yang sedang meringkuk kesakitan.

“Ha! Ternyata kau semenyedihkan ini ya, Lian?” tanya salah satu perundung dan ia menarik rambut Lian ke atas dengan kasar dan memperlihatkan wajahnya. Sepasang mata biru yang terlihat lelah, pipi tirus yang tertutupi perban serta bibir kecil yang pucat.

Dengan gerakan tiba-tiba sang perundung melayangkan pukulan ke arah wajah Lian hingga hidungnya meneteskan darah.

“Hey jangan terlalu berlebihan, nanti anak b*bi itu akan mengadu ke orang tuanya.” ucap salah satu perundung wanita yang berada di belakang mereka.

“Lho? Bukankah anak ini tak memiliki orang tua?” tanya sang perundung yang sedang merekam.

“Benarkah? Miris sekali! Nggak ada tempat mengadu ya?” ucap sang perundung yang kini memegang rambut Lian.

Lian yang mendengar orang tuanya di sebut pun hanya bisa menggepalkan tangannya dan menunduk. Si perundung pun ingin melayangkan pukulannya kembali namun bel berbunyi yang mempertandakan waktunya masuk kelas.

“Sial.” sang perundung melepaskan Lian dan menginjak tangannya.

“Akan aku urus kau nanti, jangan sampai kau berani pulang duluan hari ini.” ancam sang perundung lalu melangkah pergi yang di ikuti oleh perundung lainnya.

Lian terdiam tak berdaya dan masih terbaring di lantai sebelum ia bangkit dan membersihkan darah yang ada di hidungnya.

Ia menatap dirinya di cermin lalu mengernyit kesal. “Menyedihkan.” ucap Lian lalu tanpa sadar ia menghancurkan cermin yang ada di hadapannya dengan satu pukulan.

Lian benar-benar terpuruk dan merasa marah, ia tak terima bahwa orang tuanya di sebut begitu saja.

-
-
-
-

Saat pulang sekolah, Lian menghiraukan ancaman dari sang perundung dan tetap melangkah pulang kerumahnya. Singkat saja, ia sudah berada di rumahnya yang kecil dan sedikit kumuh.

Lian membuka pintu rumahnya yang terkunci lalu membuka sepatu miliknya, ia bergegas masuk ke kamarnya dan tersenyum kecil.

“Aku pulang, Reri.” ucap Lian kepada hamster kecilnya yang berada di kandangnya.

Lian bergegas menghampiri kandang hamsternya dan mengeluarkan hamster tersebut dari kandang.

“Kamu ingat, kan? Hari ini ulang tahunku! Kita akan merayakannya malam ini.” ucap Lian sambil terkekeh lalu menaruh hamster kecilnya di atas kepalanya.

Lian pun pergi ke dapur dan mengambil kue coklat berukuran sedang dengan lilin serta korek. Tak lupa ia menyiapkan semangkuk kecil kuaci untuk hamsternya.

Saat berada di kamar, Lian menaruh kue dan lain-lain di atas meja. Ia juga menancapkan lilin di atas kue dan menyalakannya.

Lian tersenyum bahagia karena ia dapat merayakan ulang tahunnya bersama hamster kecilnya, Reri.

“Selamat ulang tahun, selamat ulang tahun,” Lian bernyanyi dengan suaranya yang lembut.

“Selamat ulang tahun, selamat ulang tahun Lian... selamat ulang tahun.” usai ia menyanyikan lagu ia menutup matanya sejenak lalu meniup api yang menyala.

Ia menepukan kedua tangannya sambil tersenyum lebar. “Dengan ini umur Lian sudah 15 tahun.”

Lian tersenyum sambil menatap kue yang ada di hadapannya, perlahan-lahan senyuman itu melemah dan air mata turun membasahi pipi tirus Lian.

Lian mengusap air matanya namun air matanya tak mau berhenti mengalir dan pada akhirnya ia menangis terisak-isak. Lian menutup wajahnya dengan kedua tangannya yang terluka dan tubuhnya bergetar hebat.

“Bunda...ayah....” gumam Lian yang merindukan sosok kedua orang tuanya.

__

written by ReraLka

Lonesome Donde viven las historias. Descúbrelo ahora