04 - Baby bear

18.4K 1.8K 126
                                    

huhuu, haloo. aku tuh pengen banget up 2 atau 3 hari sekali 😫jadi, ayo tunjukin keantusiasan kalian sama cerita ini 😤

Happy Reading!
—✦◌✦—
🤎🐻

"Ayah! Kenapa Ayah seperti menyalahkanku?!"

Rengekan Yanzhi semakin menjadi. Sejak setengah jam yang lalu ia mengadu pada sang Ayah- Zheng Liang, bukannya mendapat belaan dirinya justru membuat sang Ayah frustasi.

Tadi setelah dari Mansion Wang, Yanzhi langsung datang ke perusahaan sang Ayah untuk meluapkan kekesalannya.

"Zhizhi, cukup!" bentak Zheng Liang. Ia membenarkan jas seraya bangkit dari kursi kerjanya.

"Disini kau yang salah, sudah berapa kali Ayah ingatkan? Berhenti mendekati Tuan Muda Wang! Jangan melewati batas atau keluarga kita yang akan terkena imbasnya!" geram Zheng Liang menatap sang anak.

Yanzhi terdiam dengan wajah memerah, tangannya terkepal erat saat sang Ayah justru berjalan pergi meninggalkannya.

"Aku benci kalian semua!" teriak Yanzhi menahan tangis.

✦◌✦

Gorden hitam dikamar Lean terbuka otomatis. Membuat sinar matahari langsung menyerbu masuk, menerpa wajah tampan Lean yang tampak jauh lebih segar dengan rambut masih sedikit basah.

Lean memasukkan kedua tangan kedalam saku piyama, berdiri diam dihadapan kaca besar balkon kamarnya. Netra kelam pemuda itu terpaku pada kebun bunga dihalaman Mansion, dimana setiap kelopak bunga nampak berkilau karena terkena sinar matahari.

"Eunghh."

Suara lenguhan langsung mengalihkan perhatian Lean. Melihat adanya pergerakan dari gundukan selimut diatas kasurnya, kaki jenjang Lean langsung bergerak menghampiri.

Diatas kasur sana, rambut lebat Lou sedikit menyembul keluar dari dalam selimut. Lean mendudukkan diri di samping kasur, kemudian menyingkap pelan selimut tebal dari wajah sang adik yang masih nyenyak terlelap.

"Lihat bayi beruang ini." bisik Lean. Mengusap intens pipi chubby Lou yang terasa hangat dipunggung tangannya.

Jemari lentik Lean kembali bergerak, mengapit pelan hidung mungil Lou dengan sengaja. Merasa masih tak ada pergerakan, Lean beralih menumpukan kedua tangan diatas kasur, mengungkung tubuh mungil sang adik yang nampak tak terusik sama sekali.

Karena Lean mengenakan piyama hitam polos dengan kancing atas yang dibiarkan terbuka, kini tulang selangka serta leher jenjangnya terekspos sempurna.

Lean meniup lembut wajah Lou, membuat kedua mata bulat yang tadinya terpejam damai langsung bergerak gelisah.

"Eunh!" Lou ingin memiringkan tubuh, namun tangan besar sang kakak segera menangkup pipinya.

"Cepat bangun, kau sudah melewatkan waktu makan siang." Lean menyingkap rambut depan sang adik yang berantakan.

Lou terdengar menggumam dengan rengekan. Perlahan, mata bulatnya mulai mau terbuka. Dahi Lou seketika mengerut, saat netra emasnya yang masih redup langsung bersitatap dengan netra kelam sang kakak.

"Pasti menangis." batin Lean mengangkat sebelah alis.

Tatapan Lean semakin intens, saat tiba-tiba netra emas Lou mulai berkaca-kaca. Ditambah, bibir mungil yang tadinya terkatup rapat perlahan ikut melengkung kebawah.

"M-Mama."

Senyum miring langsung Lean tampilkan, seakan merasa puas saat melihat Lou benar-benar menangis. Mengecup kilat pipi chubby yang telah basah karena air mata, Lean segera mengangkat tubuh mungil sang adik kedalam gendongan koalanya.

LOUISE Where stories live. Discover now