3

2.5K 372 7
                                    

Satu minggu berlalu setelah Daniel mengajak Hayul pergi keluar, kini keberanian Hayul  untuk keluar sudah bertambah. Dan juga sejak itu kedekatan Hayul dengan Daniel semakin dekat, mungkin tidak terlalu dekat. Tapi tidak secanggung saat awal bertemu, mereka sering bercengkerama bersama. Oh ya, Daniel juga membelikan buku cerita dengan huruf braille untuk Hayul. Dan Hayul sangat senang untuk membaca buku itu.

"Hayul, sepupumu katanya dia akan datang. Tadi itu, Park.. Jihoon? Sepertinya tadi yang berbicara Park Jihoon. Dia akan datang minggu depan." Park Jihoon adalah anak dari adik ibunya. Jihoon dengan Hayul sangat dekat semenjak mereka kecil, juga saat Hayul dirawat kebanyakan Jihoon yang menemaninya di rumah sakit.

"Ah.. kalau Jihoon datang, kau mau mengurus sarapan, makan siang, dan makan malamnya? Tolong buat yang banyak, ia sangat rakus saat mulai makan." Hayul tertawa, dari dulu Jihoon adalah orang yang rakus. Jika sedang berkumpul pasti Jihoon akan menghabiskan makanan apapun yang ada di depannya, anehnya perutnya itu tetap kecil.

"Tenanglah, aku akan buat dia untuk tidak rakus saat makan" Daniel tertawa, dan menatap Hayul. Cantik, itu yang ada di pikiran Daniel. Tapi jika diperhatikan aneh seorang Daniel menyukai Hayul. Perempuan didepannya itu adalah anak dari kepala perusahaannya.

"Ah, Hayul. Aku akan pergi ke supermarket untuk membeli bahan-bahan masak, kau mau ikut? Atau mau aku belikan sesuatu?" Tersadar dari lamunannya ia mengingat bahwa persediaan bahan memasak habis, jadi mungkin untuk beberap menit kedepan ia akan sendirian diluar.

"Hm? Aku pikir Sayoo sudah membelikan bahan makan? Apa tidak ada yang masih tersedia?" Hayul ingat bahwa saat Sayoo berkunjung sebelum sakit, ia sudah membelikan beberapa bahan makanan.

"Ada, tapi aku lihat itu sudah setengahnya. Dan katamu tadi, Jihoon adalah anak yang rakus. Jadi aku mungkin harus membeli lebih, mungkin cukup untuk makan minggu ini. Apa aku harus menunggu sampai habis?"

"Tidak, ayo pergi. Sebelum diluar semakin dingin.." Hayul terlihat bersemangat, lihat semenjak itu ia sangat senang untuk berada diluar rumah.


"Tunggu sebentar aku akan mengambil jaketku dan jaketmu." Daniel beranjak dari duduknya menuju ke kamarnya dan kamar Hayul.

Daniel menuntun Hayul untuk sampai ke mobil, supermarket agak jauh dari rumahnya. Dan jika ditempuh dengan berjalan kaki itu akan memakan waktu 30 menit, jadi mereka memakai mobil Daniel untuk pergi ke supermarket.

"Hm? Kau terlihat sangat senang? Kau ingin sesuatu disana?" Daniel melihat Hayul sedari tadi tersenyum, lalu Hayul mengangguk.

"Aku ingin ice cream, terakhir aku memakannya saat Sayoo membawa ice cream ke rumah dan itu sudah lama sekali. Apa aku terlihat seperti anak kecil?" Hayul terkekeh karena merasa aneh ia menyebut dirinya sendiri anak kecil, tapi memang ia sedang menginginkan ice cream.

"Nah, kau ingin ice cream tadi. Ingin rasa apa? Nanti aku belikan." tanya Daniel yang membuat Hayul bingung.

"Mm.. apa saja, mungkin apa itu vanilla? Apa saja aku tidak tahu namanya.." setelah itu Hayul sendiri di mobil, mungkin jika dirinya ikut masuk akan lebih merepotkan. Tidak lama terdengar lagu yang ia sering nyanyikan bersama ayah ibunya, lagu khusus di hari natal. Nuansa hijau dan merah terngiang di kepalanya, itu sudah lama sekali mungkin natal tahun kemarin? Ya, di saat natal tahun kemarin.

"Hayul, ini ice creamnya. Kita makan di rumah saja, aku tidak mau mobilku terkena ice cream ini, hahaha.." suara Daniel menghamburkan lamunannya, ia mengangguk dan terdiam mendengar lagu yang membuatnya teringat ayah dan ibunya.

-

"Halo?"

"Siapa disana?"

'Dan! Daniel!'

"Tn. Lee? Ada apa?"

'Kita, kita kehilangan sinyal dari kapal yang digunakan orangtua Nn. Kim..'

"Lalu? Sekarang bagaimana?"

'Kita sedang berusaha untuk tersambung dengan mereka lagi, mungkin agak lama.. ah, kau sedang bersama anaknya kan? Tolong jangan terlalu menunjukkan ekspresi tidak enak dengannya, aku khawatir ia menyadari akan hal ini."

"Baiklah, terimakasih atas infonya Tn. Lee.."

Tut


Daniel terdiam setelah menerima telepon tersebut, orangtua Hayul hilang kontak dengan pusat. Bagaimana jika tiba-tiba ada telepon yang mengabarkan kematian mengenai orangtua Hayul? Ia harus melakukan apa? Merahasiakannya dari Hayul, atau apa?

"Daniel? Apa kau berada di balkon?" suara Hayul mebuyarkan lamunannya, ya dia berada di balkon.

"Ah iya, kau kedinginan? Aku akan tutup dan masuk ke dalam." sadar akan betapa dinginnya udara malam hari yang mulai masuk ke dalam rumah, mungkin udara dingin membangunkan Hayul.

"Apa yang kau lakukan? Di luar dingin, cepat masuk. Hangatkan dirimu di dekat perapian.. jangan buat dirimu terkena flu." Daniel tersenyum dan masuk ke dalam, mendekati Hayul dan membawanya ke dekat perapian.

Hening, bahkan suara detik jam terdengar. Malam ini begitu dingin, sampai mereka harus saling berdekatan. Tapi entah kenapa mereka bergulat dengan pikiran mereka sendiri, bertanya-tanya bagaimana hari esok berjalan atau dimana orangtua mereka.

"Niel.." Hayul memanggil Daniel dengan suara bergetar, Daniel menengokkan kepalanya.

"Ada apa.. kau kenapa?" kaget, melihat bulir air mata jatuh di pipi Hayul.

"Aku.. aku merindukan orangtuaku, aku khawatir jika kapal yang mereka pakai tenggelam atau mengalami kerusakan. Aku takut untuk kehilangan mereka berdua, mereka dimana? Sedang apa? Apa asupan makanan yang mereka butuhkan cukup? Niel, dimana mereka?" Hayul menangis, ia sangat sangat merindukan orangtuanya. Daniel langsung menghapus air mata yang keluar. Menarik Hayul untuk berada di dekapannya, berusaha untuk membuatnya tenang.

TBC

part 3 gengs. vote sm komen ya, yang minta park jihoon ada noh nanti di part 4 wkwkwk. part ini rada gajelas taukok haha, tapi udah syukur ada ide ngalir. ada req beb? komen ya. kalo kependekan bilang!1!1!


143-kang daniel✓Where stories live. Discover now