bab 1 - sisi tempat tidur yang kosong

59 6 0
                                    

.

Jung Yunho terkesiap dari tidurnya, keringat dingin membasahi wajah dan sekujur tubuhnya, meskipun pendingin ruangan kamar tidurnya menyala dan berfungsi dengan baik. Ia melirik jam digital di nakas samping tempat tidurnya. Pukul 3 dini hari. Mimpi itu lagi. Mimpi buruk yang menghantuinya sejak 14 tahun yang lalu. Kenangan pahit itu begitu menyakitkan. Tak bisa dilupakan, sekalipun ia ingin menghapus kejadian hari itu dari otaknya. Rasa bersalah yang terus-menerus menyiksa alam bawah sadarnya.

Yunho mengusap wajahnya kasar, matanya menangkap tato di pergelangan tangan kirinya. HOLD. Ditulis dalam huruf kapital dengan tinta hitam tebal. Sebuah kata yang dulu menjadi pegangannya itu seolah kini tertawa mengejeknya. Ia ingat, alasannya mentato kata itu adalah sebagai pengingat. 15 tahun yang lalu, ketika kedua orang tuanya tewas dalam kecelakaan lalu lintas, ia merasa seakan dunianya runtuh. Namun ada sebuah tangan yang memegangnya, sebuah senyum dan mata indah yang mengangkatnya dari keterpurukan. Kata itu merupakan pengingat, bahwa ia tidak sendiri, akan ada tangan yang menangkapnya saat terjatuh, mengangkatnya agar ia mampu berdiri lagi. Kata itu merupakan pegangannya, agar ia tidak menyerah apapun yang terjadi, ia mentatonya di tempat tangan itu biasa memegangnya.

Tangan yang senantiasa memegangnya saat ia terjatuh.. Seandainya ia memegang tangan itu lebih erat, seandainya ia tidak melepaskan tangan itu..

Yunho kembali mengusap wajahnya, menghela napas keras, dan beranjak dari tempat tidurnya. Mengetahui bahwa dirinya tak bisa kembali tidur, ia memutuskan untuk melakukan sesuatu. Biasanya, jika terbangun dari mimpi buruk seperti saat ini, ia akan berlari mengelilingi taman, sedikitnya 10kali putaran. Tapi tak seperti hari-hari biasanya, saat ini ia lelah berlari. Ia memilih berjalan menuju ke kamar mandi, menyalakan keran, dan menyamankan diri di bawah pancuran, tak mengindahkan dinginnya air yang mengguyur tubuhnya. Aku perlu mendinginkan kepalaku, pikirnya. Mungkin dengan begitu, ia dapat sejenak melupakan.

Di mata dunia, Jung Yunho adalah seorang jutawan muda, tampan, dan berbakat. di usia 30 tahun, ia menjabat sebagai CEO Jung Corp. yang bergerak di berbagai bidang dan menguasai hampir separuh perekonomian Korea Selatan. Orang terkaya kedua seantero Korea - dan nomor 9 di Asia - itu memiliki stasiun tv, swalayan, universitas, rumah sakit, hotel berbintang, serta apartemen mewah, dan perumahan elit. Ia sendiri menempati penthouse di salah satu gedung apartemen miliknya. Jangan lupakan sederet mobil mewah koleksinya yang berbaris di lahan parkir pribadinya, masih di gedung yang sama.

Namun inilah Jung Yunho yang sesungguhnya, rapuh dan terluka. Bahkan setelah 14 tahun berlalu, luka itu masih berdarah. Bahkan setelah tahun-tahun menyakitkan yang dilaluinya seorang diri, ia masih belum bisa memaafkan kegagalannya menyelamatkan keindahan surga yang menjadi tujuan hidupnya, sinar mataharinya, Yoo Youngjae.

.

~*~*~

.

Yunho mengenal Kim Himchan saat keduanya berkuliah di Universitas Negeri Seoul. Mereka sempat menjalin hubungan selama beberapa bulan sebelum akhirnya memutuskan bahwa mereka lebih nyaman menjadi teman. Hubungan pertemanan yang masih terjalin hingga hari ini. Dan karena alasan itulah ia ada di sini sekarang. Di sebuah pesta yang diadakan di salah satu hotel berbintang di Manhattan, New York. Pesta pernikahan mantan kekasihnya sekaligus teman baiknya semasa kuliah, Kim Himchan. Himchan yang kini menjadi seorang model top dan aktor di Hollywood, menikahi seorang produser musik ternama, Bang Yongguk, atau yang lebih dikenal di industri hiburan Amerika dengan nama Andrew Baag. Keduanya bertemu saat terlibat dalam proses pembuatan sebuah film. Cinta lokasi itu terus berlanjut, bahkan setelah penggarapan proyek film tersebut usai, hingga kemudian keduanya menikah.

Yunho turut bahagia atas pernikahan sahabatnya. Namun ia juga merasa iri, karena hingga detik ini ia masih melajang, yang menjadikan bahan olok-olokan rekan-rekannya yang kebanyakan sudah berkeluarga. Jauh di dasar hatinya yang terdalam, Yunho tahu, ia tidak akan pernah mendapatkan hidup normal selayaknya orang lain: menikah dan memiliki anak. Tidak saat hatinya masih tertinggal di masa lalu. Setidaknya, itulah yang dia pikirkan. Hingga dirinya bertemu orang itu..

Namanya Kim Jaejoong, sederhananya manusia terindah yang pernah ia temui setelah Youngjae-nya. Jika dilihat lebih seksama, keduanya memiliki kemiripan: berkulit putih, bermata besar, memiliki hidung mancung, dan bibir semerah buah ceri. Benar-benar tipe idealnya. Mungkin karena itulah ia merasa tertarik dan menghampiri pria cantik tersebut.

Dari percakapan yang terbangun di antara sampanye dan alunan musik klasik itu Yunho mengetahui bahwa pria yang seumuran dengannya itu berasal dari Jepang dan ia kemari untuk menghadiri pernikahan mantan kekasihnya, Bang Yongguk. Jaejoong bahkan berkelakar bahwa mereka berdua, dirinya dan Yunho, memang sudah ditakdirkan, bertemu saat sama-sama menghadiri pernikahan mantan kekasih masing-masing. Lelucon yang kemudian membawa keduanya ke kamar tempat Yunho menginap, mengantarkan mereka menuju malam panas penuh kenikmatan.

.

.

.

Keesokan paginya, Yunho terbangun tanpa Jaejoong di sampingnya. Pria cantik itu seolah menghilang bersama angin yang tak kasat mata, bahkan tanpa salam perpisahan. Ini memang bukan kali pertama Yunho tidur dengan orang yang baru ditemuinya di sebuah pesta. Namun entah mengapa, kali ini ia merasa hampa, seperti ada yang hilang, ketika mendapati sisi tempat tidurnya yang kosong saat ia terbangun. Perasaan yang sama ia rasakan 14 tahun yang lalu saat Youngjae-nya menghilang. Mungkin karena ia merasa seolah melihat Yoo Youngjae dalam sosok Kim Jaejoong. Mungkin karena ia mendapatkan kembali gairah dari belasan tahun lalu yang ia pikir tak bisa lagi ia rasakan. Apapun alasannya, ia harus menemukan Kim Jaejoong ini. Dan siapapun dia, Yunho harus memilikinya.

.

saudadeWhere stories live. Discover now