bab 2 - mimpi itu lagi, mimpi yang sama.

43 7 0
                                    

.

Kim Jaejoong berjalan menyusuri gang-gang sempit di sebuah perkampungan dengan rumah-rumah yang saling berhimpitan. Mimpi yang lain, Jaejoong tahu. Untuk kesekian kalinya, ia melihat mimpi yang sama. Perkampungan yang sama, jalan-jalan, dan rumah-rumah yang sama. Jaejoong yakin, ia tidak pernah mengunjungi tempat ini dalam kehidupan nyata, namun entah mengapa, saat melangkah menyusuri jalan ini, rasanya sangat familiar. Seolah ia sudah menjalani seluruh hidupnya melewati jalan ini. Jalan yang ia sendiri tak tahu, apakah benar-benar ada, atau hanya sekedar bagian dari imajinasinya. Jalan yang kalaupun benar-benar ada, ia sama sekali tak mengetahui dimana letaknya. Jika dilihat dari bentuk rumahnya, sepertinya daerah ini bukan di Jepang. Dan ini aneh, karena seingatnya, Jaejoong belum pernah pergi ke luar negeri.

Tidak, tidak. Ia baru saja pulang dari Amerika untuk menghadiri pernikahan seniornya di Universitas Tokyo yang juga merupakan pacar pertamanya, Bang Yongguk - hubungan mereka berakhir ketika Yongguk memutuskan pergi ke Amerika setelah kelulusan. Dan ia sangat yakin bahwa daerah yang ada di mimpinya sudah pasti bukan di Amerika. Tempat itu terlihat bernuansa Asia, mungkinkah China? Atau Korea? Entahlah, ia tidak terlalu yakin. Lagipula di Amerika, ia hanya pergi ke Time Square dan Central Park setelah menghadiri pernikahan Yongguk. Dan kedua tempat itu sama sekali tidak terlihat seperti tempat dalam mimpinya.

Berbicara mengenai pernikahan Yongguk, Jaejoong jadi ingat pria tampan yang ia tinggalkan di kamar hotel kala itu. Sama seperti dirinya, pria itu juga menghadiri pernikahan mantan kekasihnya, Kim Himchan, yang merupakan pengantin Yongguk. Bukan hanya karena kisah keduanya memiliki kesamaanlah mereka bisa langsung akrab, tapi karena Jaejoong merasa seperti mengenal pria asing itu. Ia bahkan bertanya, "Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?" saat pria itu menghampirinya. Pria yang kemudian diketahuinya bernama Jung Yunho itu menggeleng, "Aku pasti ingat jika kita pernah bertemu, Anda memiliki wajah yang sulit dilupakan." Selanjutnya percakapan mereka mengalir seperti sampanye yang dituangkan ke dalam gelas-gelas kristal di tangan para tamu undangan, berlanjut hingga ke kamar yang menjadi saksi percintaan keduanya.

Ah, ia menyesal sekarang. Paling tidak ia harusnya meninggalkan nomor ponsel atau alamat emailnya agar pria itu bisa menghubunginya. Padahal Jung Yunho merupakan tangkapan yang bagus. Tidak hanya tampan dan kaya, dia juga bermain dengan hebat di atas ranjang, benar-benar bisa memanjakan dan memuaskan dirinya. Semakin menyesal karena ia yakin bahwa Yunho juga menginginkannya. Ah, sayang sekali..

.

~*~*~

.

Sore itu seperti biasa, Jaejoong sedang menikmati secangkir Latte di kafe langganannya. Ia sedang asyik menggambar di buku sketsanya kala seorang pelayan mengantarkan sepotong brownies pesanannya.

"Desa Seni Gamcheon?" si pelayan berkata ketika melihat gambar pemandangan yang dibuat Jaejoong.

"Kau tahu tempat ini?" Jaejoong menunjukkan sketsa yang baru saja ia gambar pada si pelayan, sebuah daerah perbukitan dengan ratusan rumah-rumah berwarna-warni memenuhi sisi lerengnya.

Pelayan bernama Ryosuke itu mengangguk, "Aku baru saja pulang liburan dari sana bersama teman-temanku. Tempatnya sangat indah!"

Jadi tempat ini benar-benar ada, pikir Jaejoong.

"Di mana..?" tanyanya kemudian.

"Busan, Korea Selatan." senyum yang Ryosuke lemparkan seolah memberi harapan bagi Jaejoong untuk menemukan tempat yang selama ini hanya ia lihat dalam mimpinya, bahwa tempat itu benar-benar ada. "Kau tahu, tempat ini juga dikenal sebagai Santorini-nya Korea."

Busan, ya..

.

  ~*~*~  

.

"Kau baru saja pulang dari Amerika, dan sekarang sudah mau pergi lagi?" terdengar suara Zheng Shuang dari seberang sana.

Segera setelah percakapannya dengan Ryosuke, Jaejoong langsung menelpon Zheng Shuang, memberitahukan rencananya untuk pergi ke Korea. Zheng Shuang merupakan sahabatnya sejak kuliah. Ialah tempat Jaejoong menumpahkan segala keluh-kesahnya, termasuk menceritakan tentang tempat-tempat yang sering dilihatnya dalam mimpi.

"Aku harus melihatnya secara langsung. Aku harus tahu kenapa aku sering memimpikannya." Jaejoong memiliki sebuah kebiasaan, ia selalu menggambar semua tempat yang ia kunjungi di mimpinya ke dalam buku sketsanya. Desa yang menurut Ryosuke ada di Busan itu adalah salah satunya. Bermula sejak 10 tahun yang lalu, setelah ia tersadar dari koma. Sejak itu ia terus mendapatkan mimpi-mimpi itu. Dan yang paling sering adalah perkampungan dengan gang-gang sempit dan rumah-rumah yang saling berhimpitan itu.

Kini, setelah mengetahui bahwa tempat itu benar-benar ada, di Korea, Jaejoong akan mengunjunginya. Selama ini ia tidak pernah merasa perlu untuk mencarinya, karena ia tidak tahu apapun terkait tempat itu. Tapi kini ia harus pergi ke sana. Ia ingin melihatnya secara langsung dan mencari tahu kenapa dirinya terus bermimpi tentang tempat yang baru sekali ini akan ia datangi. Jaejoong bahkan belum pernah ke Korea, sekalipun bisa dibilang bahwa ia orang Korea.

"Tolong jangan bilang pada ayah dan ibu jika aku pergi ke sana, ya," pintanya pada Zheng Shuang. Orang tuanya saat ini sedang ada di Bali untuk berlibur, mereka bahkan belum tahu kalau Jaejoong sudah pulang dari Amerika. "Jika mereka bertanya, katakan saja bahwa aku masih di Amerika. Please.."

"Baiklah, baiklah. Hati-hati." gadis China itu berpesan sebelum memutus sambungan telponnya.

Jaejoong segera berbenah, memasukkan beberapa potong pakaian ke dalam kopernya yang baru kemarin dibongkar. Tidak lupa ia membawa semua buku sketsanya. Totalnya ada 10 buku yang kesemuanya dipenuhi goresan tangan Jaejoong. Ia juga mengambil dompetnya yang berisi uang, kartu kredit, dan paspor serta dokumen penting lainnya.

"Busan, aku datang."

.

saudadeWhere stories live. Discover now