bab 4 - pertemuan ketiga, takdir atau kebetulan?

35 4 0
                                    

.

Sepulangnya dari perjalanan ke Korea, Kim Jaejoong kembali disibukkan dengan pekerjaannya sebagai General Manager di perusahaan ayahnya. Lewat setahun berlalu sejak ia berpisah dari Yunho di Bandara Internasional Incheon, awalnya mereka masih saling berkomunikasi, namun semakin hari intensitas perbincangan mereka semakin berkurang. Yunho dan Jaejoong yang mulanya saling berbicara melalui panggilan video setiap malam, dikarenakan kesibukan masing-masing hanya bisa melakukan telepon singkat pada akhir pekan untuk menanyakan kabar dan menyampaikan rindu. Tidak pernah ada pernyataan resmi di antara keduanya. Mereka saling mencintai, saling merindukan, namun hanya sampai di situ. Tidak ada komitmen bahwa mereka menjalin hubungan, tidak ada rencana dan janji-janji menuju hubungan yang lebih serius. Hingga beberapa bulan terakhir, dunia kerja semakin tanpa ampun menjauhkan mereka. Keduanya tidak sempat meluangkan waktu untuk sekedar menyapa, tiada lagi "aku mencintaimu," tak ada lagi "aku merindukanmu."

Di suatu pagi, beberapa minggu sejak keduanya hilang kontak, Jaejoong mendapat kejutan yang tak disangka-sangka akan terjadi padanya. Bisa dibayangkan, betapa terkejutnya Kim Jaejoong ketika ia memasuki ruang pertemuan gedung KM Inc. pagi itu dan mendapati Jung Yunho ada di sana. Berdiri dalam balutan setelan jas Armani dan sepatu Luoboutin dengan tampannya, sebuah jam tangan Rolex melingkari pergelangan tangan kiri menyembunyikan tato HOLD-nya, adalah Jung Yunho-nya yang tampan. Penampilannya dari atas kepala hingga ke ujung kaki jelas-jelas menunjukkan betapa kaya dan berkelasnya pria ini, didukung wajah tampannya yang membuatnya tampak bagaikan titisan seorang Dewa Yunani.

Kemarin Tuan Kim sudah memberi tahu bahwa hari ini seorang perwakilan Jung Corp. dari Korea akan datang guna membicarakan rencana kerja sama kedua perusahaan raksasa di Asia Timur tersebut, dan Jaejoong ditunjuk sebagai perwakilan KM Inc. untuk menyertai ayahnya dalam pertemuan ini. Seorang perwakilan, dalam pikiran Jaejoong adalah seorang GM seperti dirinya. Namun siapa sangka, sang CEO sendiri yang hadir dalam rapat kali ini. Dan Jaejoong hampir tidak bisa mengendalikan detak jantungnya yang berdebar 2 kali lebih cepat dibanding biasanya, ia nyaris tak bisa menahan diri untuk tidak menyerang Yunho saat itu juga.

"Senang bertemu lagi, Kim Jaejoong-ssi," Jaejoong ingin mencium senyum yang terkembang di bibir hati itu.

"Kalian sudah saling mengenal?" pertanyaan sang ayah menyadarkan Jaejoong dari lamunan liarnya, mereka di sini untuk urusan pekerjaan, ia harus profesional.

"Kami bertemu di pesta pernikahan Andrew Baag di Amerika." Bagus, Jaejoong, kau mulai bisa mengendalikan dirimu.

.

.

.

Pintu ruang pertemuan tertutup di belakang Tuan Kim dan sekretarisnya yang undur diri setelah rapat berakhir. Hanya ada Yunho, Jaejoong, dan kedua sekretaris mereka di ruangan itu sekarang.

"Sekretaris Shim, tolong tinggalkan kami, ada yang ingin kubicarakan berdua dengan GM Kim," perintah Yunho pada Shim Changmin, sekretarisnya, nadanya tegas dan terdengar sedikit memaksa.

Nona Ueno, sekretaris Jaejoong, menatapnya -menanyakan perintah atasannya, lalu keluar bersama Sekretaris Shim setelah Jaejoong mengangguk.

"Kenapa kau tidak mengatakan bahwa kita bertemu di Busan?" CEO Jung Corp. itu bertanya setelah ruang itu kosong, hanya ada dirinya dan sang General Manager di sana.

Jaejoong mencoba menetralkan debaran jantungnya yang meningkat ketika Yunho mendekat, "Tuan Kim tidak tahu bahwa aku pergi ke Korea."

"Kau memanggil ayahmu Tuan Kim?" Yunho melangkah mendekat.

Semakin sulit bagi Jaejoong untuk bersikap normal ketika wangi parfum mahal Yunho menguar menggelitik hidungnya. "Beliau Presiden Direktur di sini, tapi di rumah aku memanggilnya ayah." Jaejoong memaksakan seulas senyum tipis. Tangannya gatal, ingin meraih Yunho dan menenggelamkan diri dalam pelukannya.

saudadeWhere stories live. Discover now