Logical Fallacy | Debat Jangan Sesat

1.6K 132 132
                                    

Hai, semuanya, aku barusan keluar dari gua pertapaan Nyai Blorong nih. Dapat wangsit lumayan banyak wkwkwk. 

Oke, chapter ini buat pemanasan aja ya, jadi kita bahas sesuatu yang nggak terlalu serius, tapi menyangkut hajat hidup orang banyak *halah*. Hujan-hujan gini kan enak kalau ada yang anget-anget, makanya kita bahas sesuatu yang lagi anget juga.

Pesta demokrasi yang hadir setiap lima tahun sekali, membuat kita mau tidak mau terseret arus publik juga. Nggak tahu kenapa ya, semenjak nulis Hx dan Conspirare, serta nonton serial drama yang ada bumbunya politik, (mungkin) Game of Thrones (btw, siapa yang gak sabar pengen cepet2 April?!?!?!), sense of politics saya meningkat drastis. Dulunya sih masih sempit aja nih pikiran. Anak IPA mah yang penting tahu reaksi fisi dan fusi matahari udah senang, ga perlu ngurusin reaksi warganet yang butthurt kalo golongannya disentil. Ya, intinya rasa edgy itu muncul aja gitu melihat kondisi masyarakat sekitar kita.

Nah, mumpung masih ada sisa-sisa euforia debat semalem, kali ini aku akan bahas bagaimana kesalahan-kesalahan logika (logical fallacy) dalam berdebat bisa saja terjadi (baik disengaja maupun tidak). 

Apa sih debat itu? Dari si mbak-mbak bersuara datar yang sering dipake dub di video Youtube:

"a formal discussion on a particular topic in a public meeting or legislative assembly, in which opposing arguments are put forward."

Makanya kalo mau debat itu ya harus formal. Pakailah format-format standar debat yang beretika. Kalo ngotot sampe unboxing dan lempar-lempar sparepart mobil ya bukan debat lagi namanya.

Nha terus, argumen yang dimaksud dalam debat itu apa dong? Dari tante Merriam-Webster:

"a coherent series of reasons, statements, or facts intended to support or establish a point of view"

Jadi, reasoning atau alasan yang dikemukakan harus koheren. Artinya nyambung, dan menjawab pertanyaan sebelumnya, kagak ngelantur kaya lirik lagunya Shincan yang diBahasaIndonesiakan (coba dengerin deh *nggak*). 

Tujuannya debat kan cuma satu sebenarnya. Meyakinkan para pemirsa semua, sehingga mereka tahu pendapat-pendapat mana yang benar dan paling masuk akal. Tentu dengan strategi dan manner masing-masing ya. Walaupun pada akhirnya kita nanti bisa meninjau ulang, bahwa dalam debat, menghalalkan segala cara itu hal yang wajar, bahkan kerap kali pendebat melakukan cacat pikir. Nggak cuma di negara kita yang katanya warganya keracunan micin, tapi di luar negeri juga kok. Jadi nggak peduli negaranya berflower apa ndak, selama manusia punya conflict of interest, ya dia bakal rawan blunder logikaKecuali kalo nanti debatnya udah pakai AI ya. Gak kebayang Alexa, Siri, Google Assistant debat tentang rekomendasi tempat makan, ditinjau dari data-data yang autentik *hilih*

Oke, lanjut ya. Kalau logical fallacy itu bahkan bisa terjadi di dalam debat formal, maka akan lebih sering lagi terjadi di kolom komentar netizen dong, ya? 

Benar sekali hahahaha. Logical fallacy termasuk dosa logika, tapi kita seringkali melakukannya, hahahaha. Emang manusia makhluk penuh soda.

Yaudah deh, daripada kelamaan kan ya, mata udah sepet juga, besok bangun pagi -_-

<<<>>>

Ad Hominem

Logical Fallacy yang menduduki peringkat pertama, karena sering-sering-sering banget dipake. Intinya cacat ini terjadi ketika kita menyerang karakter atau hal yang bersifat personal dari lawan debat, alih-alih menyanggah topik yang dia bicarakan.

Conspirare | Menyingkap Tabir DuniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang