02 - Rindu

728 69 4
                                    

Bagiku rindu itu kejam. Datang tanpa diminta, dirasakan setiap detiknya, dan tak bisa menghilang sebelum kata 'bertemu' itu ada .

[rindu, 00.12]

***

"Alfero," tatapan Alfero teralihkan pada Aisyla yang kini tengah menatapnya.

"Kamu natap apasih? Kok dalem banget?" tanya gadis itu penasaran. Tapi Alfero tak menjawab. Cowok itu kembali mengalihkan pandangannya ke posisi dimana Dilly berada. Tapi sayang, gadis itu sudah menghilang.

Alfero mengerjap. Apakah dia tadi berhalusinasi? Tapi kenapa seperti nyata?

Alfero berdehem sejenak. Sebelum akhirnya memasang helmnya dan menstarter motornya lalu berlalu pergi.

Pikiran Alfero benar-benar kacau. Kerinduannya yang semakin besar pada gadis itu membuat Alfero semakin banyak memikirkan hal yang tidak mungkin terjadi.

Selama perjalanan, Alfero bahkan tak perduli dengan cerita Aisyla tentang kuliah dan masa percintaannya. Cowok itu tak menanggapi sama sekali saat Aisyla bercerita.

Dan saat sampai di rumah Aisyla pun, Alfero masih mempertahankan aksi diamnya.

"Fero, makasih ya"

Alfero hanya menoleh sekilas sebelum akhirnya berlalu pergi.

***

Bau oli kendaraan yang semakin menyengat itu tak membuat semangat seorang gadis luntur. Gadis bercelana jeans panjang dengan kaos oblong berwarna biru itu terlihat masih semangat mengotak-atik mesin mobil yang ada di hadapannya.

Tangannya yang penuh oli tak dipedulikannya. Perutnya yang juga berbunyi nyaring tak membuat aktivitas gadis itu terhenti.

"Flo, makan dulu."

Dari dalam bengkel, seorang cowok beralmamater Universitas Gajah Mada itu keluar sembari membawa secangkir kopi yang asapnya masih mengepul diatasnya.

Cowok itu memang sedang liburan selama beberapa hari. Dan ia memutuskan untuk kembali pulang ke rumahnya untuk menghabiskan waktunya.

"Flo, istirahat sebentar kenapa? Nanti biar gue yang lanjutin."

"Tanggung, Nan. Kurang dikit ini," cowok pemilik nama Aronio Raymilo Andrean itu berdecak. Ia mencopor almamaternya. Setelahnnya cowok itu langsung menyahut sebuah obeng yang ada di meja.

"Minggir, biar gue yang urus. Lo makan sana!" meskipun kesal, tapi akhirnya gadis itu menurut juga.

Gadis itu duduk di bangku kayu panjang yang tadi Nano duduki. Senyum gadis itu seketika terbit tatkala matanya mendapati secangkir kopi milik Nano yang masih penuh.

Tanpa izin gadis itu langsung meminumnya. Panas dari air kopi itu seketika menyeruak masuk dan membakar lidahnya. Tapi hal itu sama sekali tak mengganggunya. Justru dia merasa lega karena berhasil meminum minuman yang mengandung kafein itu.

"Nan,"

"Hem,"

Nano yang masih berkutat dengan mesin mobil itu hanya berdehem pelan. Dia sama sekali tidak menoleh ke arah gadis itu.

"Gue mau cari makan siang dulu, ya. Kayaknya nasi bebeknya Mang Arip enak, tuh. Lo mau nitip kagak?"

Nano menggeleng, "Enggak. Gue masih kenyang. Lo aja yang makan."

Gadis itu mengangguk. Dengan langkah pelan dia keluar dari area bengkel tempatnya bekerja. Tapi belum jauh langkahnya keluar, gadis itu kembali menoleh.

"Nan, makasih ya kopinya. Ohya, uang lo yang ada di meja gue pinjem bentar ya buat beli nasi."

Mendengar itu, Nano langsung menoleh. Matanya melebar saat mendapati kopinya tengah habis setengah dan uang lima puluh ribuan yang tadi berada manis di atas meja itu seketika menghilang.

"DILLYANA FLOWERAFA! Kurang ajar ya lo!" Dilly hanya tertawa sebelum akhirnya berlalu pergi.

****

Dilly menyantap makanannya dengan penuh nafsu. Setelah berkutat dengan mesin kendaraan selama beberapa jam, akhirnya perutnya kembali terisi dengan tenaga.

"Nan, lo mau nasinya?"

Nano menoleh sebentar ke arah Dilly yang tengah membungkus sebagian nasinya untuk ia makan. Cowok itu kini tengah mengganti ban kendaraan milik orang lain yang baru saja dibawa ke bengkel karena tertusuk paku.

"Enggak."

"Oh, yaudah. Pumpung gue belum cuci tangan, gue habisin sekalian ya." dengan semangat, Dilly kembali membuka bungkus makanan yang dia beli tadi. Sekali penolakan dari Nano, tidak akan bisa kembali jika cowok itu berubah pikiran. Iyalah! Masih laper ini!

Setelah memasukkan uang perolehan dari ban bocor yang ia tangani tadi, Nano berjalan ke arah Dilly. Cowok itu menatap Dilly dalam.

"Flo,"

Ohya. Satu lagi kebiasannya saat memanggil Dilly dengan sebutan berbeda. Kenapa? Tanyakan saja pada Dilly karena gadis itulah yang memulai memanggil namanya dengan panggilan yang tidak sesuai dengan namanya.

Aronio Raymilo Andrean. Dipanggil Nano darimananya coba? Untung saja dia masih berbaik hati memanggil Dilly dengan panggilan lain tetapi masih berhubungan dengan namanya. Flo, diambil dari nama belakang Dilly, Dillyana Flowerafa.

"Lo yakin emang enggak ada niatan untuk kuliah?"

"Enggak." jawab Dilly enteng sambil terus memakan makanannya.

"Flo, papa udah pernah bilang kalau dia mau ngebiayain lo kuliah. Lo mikir apalagi sih?"

Dilly menghentikan kunyahannya. Gadis itu mendongak. "Gue enggak mau. Itu aja. Lagian gue juga gak pinter, kok. Sayang uangnya hehe,"

Nano menghela napas. Cowok itu mengusap wajahnya pelan. "Kalau lo mau, gue bisa ajuin beasiswa di kampus. Lo bisa sekampus bareng gue ntar," Dilly menggeleng.

"Gak usah. Gue gak pingin kuliah. Males aja hehe."

"Tapikan lo---"

"Ray, kamu bisa pulang. Urusan papa sudah selesai." Nano menatap Arman Andrean, papanya yang merupakan pemilik bengkel tempat dimana Dilly bekerja.

Nano mengangguk. Cowok itu beranjak dari kursinya. Ia meraih almamaternya. Tak lupa juga dengan kunci motor miliknya.

"Flo, ayo ikut gue."

"Kemana?"

"Jalan sebentar. Sama ganti baju,"

Dilly menggeleng, "Gak ah, nanti bengkelnya enggak ada yang jaga. Lagian gue--"

"Udah enggak papa jalan aja. Bengkelnya biar papa yang jaga."

"Tapi pak--"

"Kamu ikut Ray ya. Sekalian refreshing. Kan seharian kamu udah di bengkel terus." Dilly menghela napas. Gadis itu akhirnya mengikuti Nano yang berjalan di depannya.

"Pegangan ya!" Dilly menatap ragu tangannya. Gadis itu menggeleng, "Gak usah. Gue gak pernah---" belum sempat ucapannya selesai, Nano dengan sengaja langsung menstarter motornya. Refleks Dilly yang tak siap pun langsung memeluk erat perut cowok itu.

"Anjing!" umpat Dilly dengan wajah ketusnya. Hal itu berhasil membuat Nano tertawa kencang.

"Gue kangen umpatan lo! Karena selama gue ngerantau, gue gak pernah denger suara lo itu." ucapnya sebelum akhirnya ia menjalankan motornya dan berlalu pergi.






Next?!!

Malang, 8 April 2019

HurtedWhere stories live. Discover now