08 - Rencana Nano

550 48 5
                                    

   Alfero menatap bangunan-bangunan baru milik SMA. Semua bangunan itu kian tahun kian apik. Apalagi saat kepala sekolah memutuskan untuk memperluas lingkungan sekolah dan menambah beberapa fasilitasnya, membuat Alfero kembali dibuat kagum akan kemajuan sekolahnya.

Dua hari lagi dia akan kembali ke Jakarta. Untuk itu, sebelum dia kembali, Alfero ingin mengukir semuanya. Agar saat ia kembali nanti, ia tak serindu sebelumnya.

Alfero membelokkan langkahnya lapangan basket, tepat melewati area depan kelas sebelas yang saat itu tengah sepi karena pelajaran tengah berlangsung.

"Mas Fero!" langkah Alfero terhenti saat suara seseorang kembali terdengar. Alfero membalikkan badannya. Tatapannya jatuh pada seorang cowok bertubuh jangkung yang berdiri tak jauh darinya.

Dia Alif, salah satu aktifis osis yang kini duduk di bangku kelas dua belas. Usianya yang terpaut satu tahun dengan Alfero membuat cowok itu mengenal sosok cerdas yang dulu sempat satu sekolah dengannya itu. Apalagi sosok Alfero yang memang terkenal membanggakan sekolah. Terbukti dengan banyaknya piala olimpiade yang Alfero berikan untuk sekolahnya.

"Makin sibuk ya sekarang?" Alif tersenyum, "Enggak, Mas. Udah lengser. Baru aja dua hari yang lalu penyerahan serah terima jabatan." Alfero mengangguk paham.

"Mas kuliah dimana sekarang?"

"UI, Jurusan FK." Alif berdecak kagum, "Wih, keren, Mas." ucapnya antusias. Alif sama sekali tidak menyangka Alfero berhasil masuk fakultas kedokteran, di Universitas Indonesia pula. Tapi kalau diingat sekali lagi, prestasi yang Alfero raih juga luar biasa. Banyak sekali piala dan piagam olimpiade yang Alfero dapatkan. Jadi tidak mengherankan sih, jika Alfero bisa sampai kesana.

"Kamu sendiri rencana mau kemana?"  Alif tersenyum tipis, "Yang deket-deket dari sini aja, Mas. Kasihan kalau ninggal adik sendirian." Alfero mengangguk paham. Ohya, satu info lagi, Alif ini adalah tulang punggung keluarga. Semenjak kematian ibunda dan perginya sang ayah, Alif yang membiayai semua biaya sekolah adiknya. Cowok itu bekerja di salah satu bengkel yang letaknya tidak jauh dari rumahnya. Kadang kalau ada waktu luang, Alif juga membuat kue basah yang dulu sempat bundanya ajarkan padanya. Kue itu akan ia taruh di kantin kejujuran sekolah. Alfero tahu itu karena ia sering membeli kue buatan Alif. Selain enak, harganya juga murah. Alif juga sempat bercerita kalau banyak juga siswa yang tak membayar saat membeli kue. Terbukti dengan hasil yang tak sebanding dengan pengeluaran. Kadang Alfero juga kasihan karena cowok itu tak mendapat laba dari hasil penjualannya. Malahan dia sering rugi. Tapi Alif tetap tegar dan terus menjalani kehidupannya.

Ngomong-ngomong soal kedekatannya dengan Alif, itu berawal saat dirinya disuruh mengambil beberapa berkas di ruang osis oleh salah guru pembimbing olimpiade. Dan kebetulan sekali guru pembimbing itu adalah pembina osis. Saat itu, Alfero yang menjadi tingkatan teratas di sekolah langsung masuk begitu saja ke ruang osis. Karena menurutnya sepi, cowok itu langsung mengambil berkas yang perlu dia ambil. Alfero tidak tahu kalau di ruangan yang menurutnya sepi itu ada Alif yang sibuk di belakang. Alif yang tau perbuatan Alfero akhirnya mendebat cowok itu.

Dan sampai sekarang, hubungannya dengan Alif terbilang cukup baik.

"Btw, udah taken belum, Mas? Secarakan Mas Fero udah keren gini, pasti banyak yang rebutin. Pas SMA aja, anak aksel dan beberapa anak paralel suka sama mas. Apalagi sekarang." Alfero tersenyum tipis. Asumsi Alif sebenarnya tak sepenuhnya salah. Di kampusnya, Alfero sering mendapat surat dari beberapa mahasiswi. Tak hanya dari satu fakultas saja, tapi juga dari fakultas lain.

Kepopuleran Alfero bisa terbilang cukup melejit di UI. Bukan karena ketampanannya, tapi karena prestasi yang cowok itu torehkan tak pernah berhenti. Kalau soal paras, Alfero berani bertaruh kalau dia pasti kalah dengan mahasiswa lain. Meskipun wajah cowok itu blasteran luar negeri dengan iris mata hijau yang memikat hati, tapi mahasiswa lainnya juga banyak yang tak kalah kerennya. Paras tampan, dompet tebal, dan bawa mobil pribadi. Kalau sudah dihitung dari sana, Alfero kalah telak. Untuk itu, dia mencoba mengenalkan dirinya dengan cara berprestasi di universitasnya. Dan faktanya memang berhasil. Nama Alfero sering sekali terpajang di mading-mading fakultas. Alfero juga terkenal akrab dengan dosen pengajar. Bahkan, rektor universitas juga dekat dengannya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 02 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

HurtedWhere stories live. Discover now