Abang nggak salah masuk?

22K 2.1K 507
                                    

,Kediaman pak Darma dan bu Farida dipenuhi masyarakat Ciwidey yang ingin memberikan doa restu pada kedua mempelai. Ini kali pertama mereka melihat sepasang pengantin mengenakan pakaian adat Aceh.

Banyu yang gagah dalam balutan pakaian adat dilengkapi dengan kopiah Teuku Uma, memukau mata anak gadis di desa tersebut. Kabarnya, banyak yang patah hati.

Ara pun tak kalah menawan. Tingginya yang hanya sebahu Banyu, kini sedikit lebih tinggi karena mahkota berhiaskan emas dan melati menghias anggun di kepalanya.

Adat Aceh, Jawa dan Sunda menyatu dalam keberagaman tersebut. Menggunakan pelaminan Aceh mengikuti sang Ibu yang berasal dari tanah Rencong, ditambah suasana dzikir yang didatangkan langsung dari tanah kelahiran sang Ibu sungguh memeriahkan suasana pesta pernihakan tersebut.

Rengkuhan di pinggang sang istri menjadi pemandangan bagi sang tamu. Sesekali Banyu mencuri kecupan di bahu Ara. Istri kecilnya sangatlah cantik, dalam balutan pakaian adat.

Tidak. Ara memang cantik. Dan, tugas berat akan dihadapi Banyu ke depannya.

Mama Risa banyak memberi nasehat, saat ia meminta anak gadisnya. Menikahi Ara berarti menerima segala yang ada pada gadis tersebut. Membimbingnya ke arah yang lebih baik, saling berbagi dalam suka dan duka. 

Inti terpenting, mama Risa meminta Banyu mau memahami Ara, putrinya. Segala kekanakan Ara juga kekurangan yang lain.

Banyu menyanggupi. Karena, doanya mengakhiri petualangan kesendirian. Jawaban dari doa-doanya yang membawa kakinya ke Jakarta menemui calon mertua.

Kini, di sampingnya berdiri seorang wanita cantik. Wanita yang tidak pernah ada dalam bayangannya untuk berbagi kehidupan.

Bukankah jodoh, rezeki dan maut ketentuan Allah?

Siapa yang tahu, kalau jodohnya hanya selangkah lompatan lewat balkon.

"Ara nya jangan dilihatin terus, Nyu. Nggak malu kamu?"

Banyu menoleh ke samping, di mana ibu dan bapaknya duduk di dua kursi tidak jauh darinya.

"Ara biasa aja," sambung bu Farida.

Banyu kembali melihat Ara. Iya, gadis itu biasa saja. Maksudnya sikapnya. Tebar-tebar senyum pada para tamu undangan.

Genggaman tangan keduanya, tidak terlalu berefek. 

"Dek," panggil Banyu. Amat dekat. Dan membuat si pemilik nama menoleh tanpa senyum.

"Kenapa Abang? Capek ya? Ara juga capek. Habis ini pakai baju apalagi? Ada tiga lagi sepertinya."

Banyu menarik nafas dalam, dan menghembuskan perlahan.

"Adek cantik." itu tulus. Ara memang cantik. Apalagi sudah menjadi istrinya.

"Baru nyadar? Kemarin ke mana aja?"

Kan? Tapi, Banyu tidak menyesal.

"Senyumnya jangan dibagi-bagi. Ntar jadinya mubazir."

"Ya kali, tamu mukanya tegang. Abang nggak lihat, orang-orang lagi fotoin kita?" kini senyum manis kembali bertengger di bibir Ara.

Bibir yang ingin sekali Banyu rasakan sekarang, namun harus ditahan dan dijamak nanti malam.

Pokoknya harus nanti malam. Nggak boleh ditunda.

Ara memang terlihat seperti ratu hari ini. Kecantikannya mengalahkan Cleopatra. Bagi Banyu, Ara adalah Aisyahnya. Cantik dan menawan. 

Jam lima sore, Banyu dan Ara meninggalkan pelaminan. Tubuh Ara berasa diinjak-injak akibat pose foto arahan fotografer. Berbagai macam gaya terpaksa ia lakukan demi hasil yang memuaskan.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 24 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Ranjang TetanggaWhere stories live. Discover now