Descendant of The God's

84 12 0
                                    

By : Kelompok 3 (Merces of Dodekathon)

-

Akhir musim dingin tahun ini bersuhu dua kali lipat dari normalnya yang menjadikan beberapa kota di Negara England bagian utara terutama kota pinggiran bernama Darknesstle membeku. Hal tersebut sama seperti apa yang dirasakan oleh pemuda bermata hazel itu.

Four Edzard, pemuda yang baru menginjak usia 20 tahun itu bergeming berdiam diri, hembusan angin sedingin es menerpa telapak kaki telanjangnya. Dingin, senyap, dan gelap. Ia tidak menyangka rencananya untuk menyambut musim dingin tahun ini benar-benar di luar nalar. Kotanya membeku, benar-benar membeku dan hancur.

Suara samar dari balik semak belukar membuatnya waspada. Di tempat terbuka, di sebuah danau beku seperti ini membuatnya menggerakkan seluruh alat indranya. Ia terkejut saat tiba-tiba saja seorang wanita berpakaian hitam putih tertutup menghampirinya.

Seorang biarawati?

"Pu-Putra Dewa, tentu saja. Itu jelas d-di-dirimu." ucap biarawati itu seraya menetralkan napasnya yang tersengal.

Four bisa melihatnya, perempuan yang hampir mati kedinginan. Biarawati itu jatuh tersungkur menghantam kerasnya air yang membeku, tentu saja Four tidak ambil diam, Ia segera berlari membantu perempuan itu untuk bisa terduduk.

"Apa kau baik-baik saja?" tanya Four khawatir.

"Aura pemimpin, bersatu dengan alam, kilatan petir dalam matamu," ucap sang biarawati.

Four mengernyit, apa maksud wanita ini? Tidak tahukah alam sedang marah, mengapa namanya terbawa? Perempuan itu kembali menelisik matanya dan berkata, "Keturunan Zeus. Itulah dirimu, Putra sang Penguasa Olympus, Putra Dewa Four Edzard."

"Apa yang kau maksud? Aku tidak mengerti." elak Four begitu mendengar kata-kata tak masuk di akal berdenyut di telinganya.

"Petir yang muncul tiba-tiba di tanganmu itu, tentu ada alasan," ujar sang biarawati yang membuat Four kembali terngiang ke tiga hari yang lalu.

Tepatnya tiga hari setelah awal kekacauan alam ini dimulai. Ia terbangun dengan kondisi kotanya yang kacau. Ia menyaksikan sendiri betapa ganasnya serangan dari entah itu serangan manusia atau amukan dari alam, yang pasti setelah Ia kehilangan adiknya, Ia mencoba melawan dan muncullah sebuah petir di kedua tangannya. Adiknya yang ia sayangi. Hilang sekejap dalam rengkuhan pelukannya.

"Ya, Four, itu ada alasannya,"

Suara rendah dari perempuan itu menyadarkannya.

"Tapi itu semua tidak masuk akal!" teriak Four menggebu. Ia masih terbayang gadis kecil yang Ia sayangi.

Perempuan itu tersenyum tipis, mengambil secarik kertas yang di genggamnya. Entah sudah berapa lama, sobekan kertas buram itu sangat kusut. Ia memberikannya kepada Four. Membuat Four kembali dilanda kebingungan.

"Pergilah ke sana. Akan ada yang memandumu, tentang kebenaran itu," ucap sang biarawati.

"Memandu apa? Kebenaran apa maksudmu? Aku sungguh tid—" ucap Four terputus.

"Dan segera temuilah jiwamu yang hilang. Karena Hera adalah bagian dari Zeus, bila tidak-"

Secepat angin ganas itu membawa pergi adiknya, secepat itu pula membawa si biarawati itu hilang. Membuatnya terpental jauh dan matanya kehilangan sosok biarawati dari hadapannya dengan kalimat pesan terputus secara paksa.

Four yang tersadar segera berlari secepat mungkin karena yang Ia tahu setelah angin ganas itu, akan muncul makhluk besar aneh yang menyerang.

Ia terus berlari tak tentu arah. Memasuki bagian barat dari Darknesstle, wilayah hutan terlarang, Hutan Blooddie. Ada seseorang, lagi. Four tidak bisa melihatnya dengan jelas tapi orang itu seperti habis di serang. Ia ingin mengabaikan. Orang itu berdiri, hendak berlari ke arah yang berlawanan dari Four. Matanya membulat, Shit. Apa yang dilakukannya?

Naskah-naskah Drama [Kemah]Where stories live. Discover now