HARI KE-12

1.4K 20 0
                                    

Setelah pertempuran hari kesebelas sudah berakhir. Rencana untuk menculik Yudhistira juga gagal. Drona melaporkan itu kepada Duryudhona. Drona yakin bahwa rencana untuk menaklukkan Yudistira sulit diwujudkan selama Arjuna masih ada. Mereka harus mencari siasat lain untuk menculik Yudhistira.
Mendengar itu, Susarma, Raja Trigarta kemudian berga-bung dengan balatentara Kurawa lalu berunding dengan Duryodhona dan saudara-saudaranya. Raja Trigarta Susarma bersama dengan 3 saudaranya dan 35 putera yang berada di pihak Kurawa, mengucap-kan sumpah Samsaptaka hendak bertempur mati-matian melawan Arjuna. Mereka akan berusaha keras untuk memisahkan Yudistira dari Arjuna.
Sumpah itu diucapkan sesuai dengan tradisi, yaitu dengan duduk mengelilingi api unggun agnihotra dan mengenakan pakaian yang terbuat dari rumput. Upacara ini diiringi korban mecaru, yaitu upacara yang menggambarkan mereka seolah-olah telah tewas. Upacara ini dilanjutkan dengan upacara sumpah,"Kami tidak akan kembali sebelum membunuh Arjuna. Jika kami takut dan lari meninggalkan pertempuran, semoga Batara Shiwa menghukum kami karena perbuatan itu". Begitulah bunyi sumpah mereka.

Melalui mata-mata Pandawa, Arjuna mengetahui tentang sumpah itu. Sesuai adat para kesatria, Arjuna harus menghadapi tantangan itu secara kesatria. Yudhistira ternyata sudah tahu bahwa Drona berencana menangkap dirinya dan telah menjanjikan itu kepada Duryudhona. Kecuali itu, Susarma sebenarnya berniat mengubah strategi perang mereka.
Yudhistira mengingatkan bahwa Drona adalah maha-guru yang tak terkalahkan, berani, kuat, dan pandai. Namun Arjuna berpegang teguh pada keputusannya. Ia berkata kepada Yudistira,
"Tuanku Raja, Satyajit akan membela engkau. Selama ia tetap hidup dan ada di sisimu, tidak sesuatu pun bakal terjadi pada dirimu."
Kemudian Arjuna merentangkan Gandiwanya dan melepaskan anak panah sebagai tanda bahwa ia menerima tantangan sumpah Samsaptaka. Prajurit kedua pihak ber-sorak-sorak menyambut itu. Gemuruh suara mereka membuat langit bergetar. Kemudian Krishna melecut kudanya, langsung menyerang pasukan Trigarta yang dipimpin Susarma.
Baru saja berhadapan dengan Arjuna, mereka buyar, takut tertimpa hujan anak panah yang menyembur dari Gandiwa Arjuna. Susarma terpaksa berteriak-teriak lantang mengingatkan sumpah merekadi hadapan Batara Agni.Gandiwa Arjuna terus menyemburkan anak panah, menebarkan maut bagi pasukan Trigarta. Beratus-ratus mayat pasukan Susarma bergelimpangan di tanah; banyak di antaranya yang kepalanya terpenggal akibat amukan anak panah Arjuna.

Sementara Arjuna yang sibuk menghadapi pasukan Susarma,Drona memerintahkan seluruh kekuatan pasukan Kurawa untuk memusatkan serangan mereka ke sasaran, yaitu di sekitar tempat Yudhistira berada.
Hal ini diketahui Yudistira yang segera memberi tahu Dristadyumna yang lalu mendahului menggempur Drona. Dengan tangkas Drona menghindari serangan Dristadyumna dan dengan mudah mengobrak-abrik pasukan Pandawa. Tak terhitung banyaknya korban yang jatuh di pihak Pandawa. Satyajit membalas serangan Drona dengan berani. Ia dibantu Wrika, salah seorang putra Raja Panchala. Tetapi, kedua kesatria muda itu dapat ditewaskan oleh Drona.Satanika, putra Raja Wirata, melecut kudanya dan memacu keretanya siap menggempur Drona. Tetapi, ia tewas di tangan Drona.

Raja Katama kemudian maju bertempur melawan Drona. Namun Ia juga tewas di tangan Mahasenapati itu. Washudana menyerbu, membalaskan kematian Katama, tetapi ia gugur terkena senjata Drona.
Yudhamanyu, Uttamaujas, Satyaki dan Srikandi melecut kereta mereka dengan kencangnya, memotong arah kereta Drona yang melaju bagai angin kencang ke arah Yudhistira berada. Tetapi, semua serangan Pandawa yang bagaimanapun dahsyatnya dapat digagalkan oleh Drona. Mahasenapi itu semakin mendekati Yudistira.
Pada saat yang sama, Raja Panchala, l menyerang Drona seperti singa kelaparan menyergap mangsa. Tetapi Panchala dan keretanya dapat diremukkan oleh Drona. Mereka jatuh terguling ke tanah dan tewas seketika.
Melihat keperkasaan dan kemenangan mahasenapati-nya, Duryudhona senang sekali. Ia berkata kepada Karna, bahwa tidak lama lagi Pandawa pasti menyerah kalah. Karna menggeleng dan menjawab dengan tajam,
"Pandawa tidak akan semudah itu menyerah kalah. Pengalaman pahit mereka membuktikan bahwa mereka semua ulet dan tangguh. Mereka takkan melupakan pengalaman buruk mereka di masa lalu."
"Ingat, ketika engkau mencoba meracuni mereka dan ketika engkau mencoba membakar mereka hidup-hidup! Engkau pernah menghina mereka dalam permainan dadu, kemudian engkau buang mereka ke hutan, kau paksa mereka hidup dalam pengasingan selama tiga belas tahun. Mereka tidak akan melupakan semua itu. Dan mereka tidak akan menyerah!" kata Karna mengingatkan
Ketika mereka gagal menghentikan laju kereta Drona, Bima datang. Bagaikan angin puyuh, ia menghalang-halangi majunya Drona ke arah Yudhistira. Serangan Bhima disusul serangan Satyaki, Yudhamanyu, Kesatradharma, Nakula, Uttamaujas, Drupa, Wirata, Srikandi, Dristaketu, dan para kesatria lainnya yang memihak Pandawa.
Melihat itu, Karna mendesak Duryudhona agar mengirim bantuan untuk menolong Drona.
***
Sementara itu, Duryudhona berpendapat bahwa untuk menaklukkan Bima perhatian kesatria itu harus dialihkan ke gelanggang lain. Ia akan memimpin dan mengerahkan pasukan gajah secara besar-besaran. Sewaktu berhadapan dengan Duryudhona, Bima mempertahankan diri dengan gagah. Bima melemparkan tombaknya yang berujung pisau bulan sabit, tepat mengenai busur dan panji-panji Duryudhona yang langsung rontok ke tanah. Akhirnya Duryudhona dibantu Raja Angga Karna dalam memimpin pasukan gajah.
Bima terus-menerus melontarkan tombak saktinya ke arah Raja Angga.
Melihat itu, balatentara Kurawa menjadi bingung. Mereka berlarian ke sana kemari, simpang siur tak tentu arah. Mereka membuat gajah-gajah yang lain panik dan kalang kabut berlarian. Tak sedikit prajurit yang mati terinjak-injak.Bhagadatta, raja Negeri Pragjotisa, mempunyai seekor gajah bernama Supratika yang termashyur diseluruh dunia. Gajah perkasa itu menerjang Bima dan dengan belalainya yang kuat membuat kereta Bima rusak terlipat- lipat. Sesaat Bima terpelanting, kereta dan kuda-nya remuk digilas gajah itu hingga tak berbentuk lagi.
Pada waktu jatuh, Bima dapat menguasai diri dan dengan cepat berhasil menyelinap ke bawah binatang itu. Bima tahu betul bagaimana caranya menghadapi gajah yang sedang mengamuk dan tahu benar bagian-bagian lemah badan seekor gajah. Sambil bergayut pada salah satu kaki gajah itu, Bima menusuk-nusuk titik-titik lemah di tubuh Supratika hingga gajah itu melengking kesakitan. Dengan belalainya, Supratika mencoba melepaskan Bima dari kakinya, tetapi parang tajam Bhima menebasnya. Dengan belalai yang tertebas, Supratika semakin ganas mengamuk karena kesakitan. Semua yang ada di dekatnya hancur. Tetapi Bima tetap bergayut pada kakinya dan terus menusuk-nusuk perut gajah itu. Ibarat jengkerik digelitik, gajah itu mengamuk kalang kabut.
Ketika Bima tidak muncul-muncul dari bawah tubuh si gajah, anak buahnya berteriak-teriak mengatakan Bima tewas diinjak-injak Supratika. Yudhistira mendengar teriakan itu, kemudian memberi isyarat kepada Raja Dasarma yang juga menunggang gajah. Dasarma lalu menggempur Bhagadatta. Kedua gajah itu bertarung sengit. Tetapi Supratika memang gajah paling unggul. Keti-ka mereka sedang seru-serunya berkelahi, Bima menyelinap keluar dari kaki Supratika. Ia selamat.Satyaki maju menyerang Bhagadatta. Meskipun sudah lanjut usianya, rambutnya sudah putih, dahinya penuh kerutan, alisnya jatuh menutupi mata, punggungnya sudah bungkuk, dan kulitnya sudah kisut, Bhagadatta bertarung dengan perkasa. Setapak pun ia tidak mau mundur. Dengan penuh semangat ia menggempur Pandawa, bagaikan Bhatara Indra yang mengendarai Airawata melawan balatentara raksasa. Satyaki yang menyerang diterjangnya, kereta dan kudanya diterjang gajah Supratika sampai remuk.
Bima dan Satyaki yang dapat menyelamatkan diri segera mempersenjatai diri dan bersiap untuk bertarung lagi dengan Bhagadatta. Kesatria tua itu sungguh sangat mengagumkan. Supratika, gajahnya, telah dilatih sejak kecil dan sangat mahir menggunakan belalainya. Supratika menyemburkan cairan beracun dari belalainya. Siapa pun, kuda atau gajah, yang berani mendekatinya pasti mati terkena racunnya. Seluruh medan Kurukshetra panik karena amukan Supratika. Pasukan Pandawa terpaksa lari menyelamatkan diri. Gajah dan kuda menjadi liar, berlarian ke sana kemari, saling bertumbukan. Medan pertempuan menjadi redup dan keruh, penuh debu beterbangan. Derap langkah kaki-kaki gajah membahana, debu mengepul tinggi ke angkasa.
Saat itu Arjuna sedang menghadapi pasukan Susarma yang telah bersumpah,
"Arjuna harus mati atau mereka yang hancur."
Melihat kepanikan yang ditimbulkan Bhagadatta dan gajah Supratika, Arjuna menyuruh sais kereta-nya untuk memutar haluan dan memacu kereta ke arah Bhagadatta. Kesatria tua dan gajahnya itu sungguh sakti tiada bandingnya dan jika dibiarkan tanpa perlawanan pasti akan menghancurkan semangat Pandawa.
Ketika Krishna membelokkan kereta Arjuna, Susarma dan saudara-saudaranya berteriak-teriak, menyumpahi dan mengatai Arjuna pengecut. Mereka terus berteriak­teriak sambil menyerang Arjuna dari belakang,
"Dasar pengecut! Kau bukan kesatria! Kau tak berani menantang sumpah Samsaptaka!"
Mendengar teriakan dan caci-maki mereka, Arjuna menjadi bingung. Apakah akan terus menyerang Bhagadatta yang sedang mengamuk, atau menghadapi sisa- sisa pasukan Trigarta. Tepat ketika Arjuna ragu-ragu dan lengah, Susarma melontarkan dua butir bola besi, satu mengenaiArjuna, satunya mengenai Krishna. Mereka terluka. Untunglah lukanya tidak parah. Segera Arjuna membalas dengan lontaran tiga bola besi. Tiga-tiganya tepat mengenai Susarma. Melihat itu, saudara- saudara dan anak buah Susarma langsung lari terbirit-birit. Kesempatan itu digunakan Krishna untuk melarikan keretanya menuju ke tempat Bhagadatta. Kesatria tua itu tak kenal lelah, terus mengamuk bersama gajahnya, Supratika.Arjuna dan Bhagadatta saling menyerang dengan panah. Arjuna berhasil menghancurkan perisai gajah Supratika hingga remuk. Gajah itu jatuh terjerembap, mukanya membentur tanah dengan keras dan kepalanya hancur berkeping-keping. Sebaliknya, tombak Bhagadatta tepat mengenai ketopong Arjuna, membuat ketopong itu terlontar jatuh.
Setelah memusatkan hati dan berdoa sebentar, Arjuna menantang Bhagadatta,
"Wahai Bhagadatta, kesatria lanjut usia. Pandanglah dunia ini sekali lagi dan bersiaplah untuk mati!"
Setelah berkata demikian, Arjuna membidikkan bola besinya, tepat mengenai busur Bhagadatta yang dipegang dengan tangannya. Kemudian, sebuah anak panah dilepaskan Arjuna, tepat mengenai ikat kepala Bhagadatta yang berwarna merah dan berguna untuk menahan alisnya yang menjuntai agar tidak menutupi matanya. Karena ikat kepalanya jatuh dan alisnya terjurai menutupi matanya, Bhagadatta sulit melihat ke depan. Arjuna tahu benar kelemahan kesatria tua itu. Setelah tak ada lagi senjata di tangannya dan ia sulit melihat ke depan, akhirnya Bhagadatta memecut Arjuna dengan cemetinya yang sakti sambil mengucapkan mantra Waishnawa. Arjuna nyaris tewas kena cemeti itu. Untunglah Krishna berhasil mengelakkan Arjuna dengan mantra Batara Wishnu. Cemeti itu jatuh lemas di pundak Arjuna. Lalu sambil bergurau Krishna mengalungkan cemeti itu ke lehernya, bagaikan kalung bunga melati. Sekarang Arjuna tinggal membunuh Supratika. Ia melepaskan anak panah berbentuk ular, tepat menembus mulut gajah perkasa itu. Sesaat gajah itu tertegak kaku, kemudian jatuh berdebam dengan kaki teracung ke atas. Dalam hati Arjuna kasihan pada Supratika. Tetapi, tak ada jalan lain, jika ingin mengalahkan kesatria tua itu,gajah saktinya harus dibunuh lebih dulu. Sebagai usaha terakhir, Arjuna melemparkan tombak berujung pisau bulan sabit tajam, tepat membelah dada Bhagadatta. Kesatria tua itu roboh dan tewas seketika. Jasadnya berhias kalung kebesaran yang berpendar-pendar disinari matahari senja.
Dengan tewasnya Bhagadatta, pasukan Kurawa menjadi panik. Sangkuni berusaha mengirimkan saudara-saudaranya, Wrisna dan Achala, untuk membantu Bhagadatta dengan menyerang Arjuna dari belakang dan dari samping. Tetapi serangan mereka dapat ditangkis dan dibalas oleh Arjuna. Mereka bahkan menemui ajal di tangan kesatria Pandawa itu. Alangkah gagah dan tampannya wajah dua kesatria yang mati muda itu. Keberanian mereka menanyang bahaya membuat hati Arjuna menjadi gundah.
Sangkuni marah melihat kedua saudaranya gugur serentak. Ia bertekad membalas. Dengan senjata tipuan, diserangnya Arjuna habis-habisan. Tetapi tipu muslihat dalam permainan judi dengan dadu tidak bisa disamakan dengan tipuan senjata perang dalam pertempuran. Arjuna tahu bagaimana caranya menangkis senjata-senjata gaib itu. Tidak sia-sia ia mendaki Gunung Himalaya dan mendapat ilmu untuk menangkal segala macam tipuan sewaktu mengembara dalam pengasingan. Dibalasnya serangan Sangkuni dengan senjata-senjata serupa. Akibatnya, ahli siasat dan tipu daya itu lari terbirit-birit.
Demikianlah pertempuran hari kedua belas itu ber-akhir. Rencana Duryudhona dan Drona untuk menculik Yudhistira dapat digagalkan. Semakin hari kekuatan para Pandawa semakin bertambah dan memberikan pukulan yang besar kepada pasukan Kurawa.

BATARAYUDHA DI KURUHSETRAWhere stories live. Discover now