18. Terjebak

9.2K 747 127
                                    

Hazel melangkahkan kakinya pergi dari rooftop meninggalkan Rachel begitu saja. Namun, belum berjalan begitu jauh, Rachel mengejarnya dan berhasil menahan lengan gadis berambut kecoklatan itu. "Hazel! Kok pergi gitu aja sih? Makannya belum selesai. Kenapa sih suka banget pergi tiba-tiba kaya gini? Pernah pikirin perasaanku gak sih?"

Hazel menoleh dengan wajah datar. Tatapan yang mulanya menatap lekat wajah dan mata Rachel, kini beralih turun menatap jemari Rachel yang menggenggam pergelangan tangannya erat. Hazel melepasnya secara perlahan. "Maaf, aku udah kenyang." Gadis itu kembali melenggang pergi.

"Mau sampai kapan kamu ngejar Misya yang jelas-jelas udah suka sama orang lain, Hazel?" ucap Rachel lantang, membuat Hazel terdiam dan menghentikan langkahnya. Gadis itu membalikkan tubuhnya, kembali berjalan menghampiri Rachel.

"Aku bener, ya? Kamu beneran suka sama Misya?" tanya Rachel yang ia selingi dengan tawa hambar. "Kamu gak bisa suka sama aku aja, Zel?"

Hazel menatap Rachel dalam dengan kedua tangan yang bertengger pada kedua bahu Rachel. "Aku gak pernah larang kamu untuk suka sama siapapun, tapi tolong. Jangan jatuh cinta sama aku, Rachelia Wisesa."

"Kenapa?" tanya Rachel. Gadis itu tersenyum tipis, menahan sakit atas ucapan Hazel kepadanya. "Aku bisa jadi pendengar yang baik setiap saat buat kamu. Kamu bisa bergantung sama aku, Hazel. Aku bisa bikin kamu lebih bahagia."

"Shel ... "

Belum sempat menjawab lebih banyak, ponsel Hazel bergetar. Dengan cepat gadis itu mengangkat panggilan dari Clara. Tanpa pikir panjang, Hazel berlari pergi meninggalkan Rachel sama seperti apa yang sebelumnya telah ia lakukan.



Ruangan The Pillars lagi dan lagi terasa ramai karena Clara, Misya, dan juga Fadel masih menerka-nerka siapakah dalang dari semua ini. Masalah yang tak kunjung berujung, hal ini bisa saja membuat nama mereka semakin buruk di mata orang lain.

Fadel berdecak. "Kalau pelakunya bukan Freya dan Flora, terus siapa? Fiona? Gak mungkin, guys," elak Fadel menimang-nimang, memikirkan kelanjutan teka-teki yang masih membuat SMA Puncak Prestasi tidak kondusif.

Hazel yang baru saja muncul dari ambang pintu, segera berjalan mendekat dan duduk tepat di sebelah Clara. "Ada apa lagi?" tanyanya dengan napas tersenggal sehabis berlari. "Pelakunya berhasil kita temuin?" lanjutnya seraya menatap ketiga orang di sekelilingnya secara berurutan.

Misya dan Clara menggeleng secara bersamaan. Fadel hanya menaikkan bahunya tanda ia juga belum mengetahui siapa dalang dari semua masalah ini. Melihat respon dari ketiga temannya membuatnya menghela napas panjang. Hazel memijit pelipisnya kemudian bersandar pada sofa.

"Kita perlu interogasi Fiona, tapi Kathrin daritadi gak dateng-dateng. Entah apa yang lagi dia lakuin saat ini," jelas Clara dengan nada cemas. "Kita semua udah coba telepon dia, tapi hasilnya nihil. Dia tetep gak dateng. Di kelas pun tadi dia cuma taruh tasnya, abis itu pergi entah kemana."

"Apa kita mau coba interogasi duluan?" celetuk Fadel yang langsung mendapat pukulan pelan oleh Misya. "Aduh! Apa sih? Gue bener, 'kan? Nunggu Kathrin tuh lama. Nama kita gak akan bersih kalo kita gak cepet ambil keputusan."

"Tapi kalo kita interogasi tanpa aba-aba dari Kathrin, nanti bakal berantakan, Fadel!" kesal Misya memekik. Gadis itu mendengus pelan. "Seenggaknya, kalau Kathrin yang interogasi, korban kita bisa langsung buka mulut dan jawab pertanyaan dari kita."

Hazel kembali menegakkan posisi duduknya. "Gue aja yang interogasi Fiona," jawabnya yakin.

Misya, Clara, dan Fadel menoleh cepat menatap Hazel dengan tatapan terkejut. "Zel, lo yakin? Kita gak tau apa yang bakal terjadi loh." Misya memicingkan matanya, berusaha menembus isi pikiran Hazel. Namun, Hazel dengan tatapan kosongnya mengangguk, tanda ia siap menanggung semua konsekuensi yang akan terjadi kelak.

Obsessed (GitKath)Where stories live. Discover now