Rahasia

60 7 2
                                    


Bab ini ditulis oleh: Hetty_Sugia

Dan semua cerita sama persis disalin di akun LaNa_Lusiana

Dila ketakutan, tubuhnya bergetar, detak jantungnya berpacu dengan cepat. Ia berteriak kencang, tetapi tubuhnya terasa kaku. Matanya membelalak, keringat pun bercucuran. Sesaat napasnya terasa berhenti. Ia kembali histeris.

Dengan susah payah Dila kuatkan kakinya untuk pergi dari ruangan yang menakutkan itu.

"Mbak, mau ke mana?" terdengar suara dari balik pintu.

Dila kembali berteriak histeris, melihat sosok suster yang hendak mendekatinya. Ia mendorong suster itu karena berdiri tepat di hadapannya. Suster itu hampir terjatuh, lalu berusaha mengejar Dila. Namun, Dila berlari sangat kencang. Beruntung ada security yang segera berusaha mengadang Dila. Akhirnya, beberapa suster berhasil menenangkan Dila dan membawanya kembali ke kamar rawatnya.

Dila masih merasa tertekan dan ketakutan. Kini ia kembali terbaring sendiri di ruang serba putih itu. Pikiran Dila menjadi kacau setiap teringat perkataan makhluk tadi tentang suaminya. Ia tidak dapat membayangkan jika suaminya benar-benar memiliki rahasia busuk semacam itu. Selama ini Dila begitu yakin akan kesetiaan Andika.

Awalnya Dila tidak ingin memikirkan hal tersebut. Namun, karena sosok itu mengetahui tanda lahir suaminya yang begitu tersembunyi, pikirannya mulai terganggu. Dila khawatir jika yang semua itu ternyata benar.

Lamunannya buyar, lamat-lamat terdengar suara langkah menuju ruangannya. Dila segera menutup wajahnya dengan selimut, perasaannya mulai gelisah. Suara langkah itu semakin mendekat, perlahan Dila memberanikan diri membuka selimut yang digunakan untuk menutup wajahnya, ia melihat sesosok wanita mendekatinya.

"Dila ...." Dila semakin ketakutan, napasnya memburu. Ia hapal betul dengan suara ibunya. Namun, karena dikuasai ketakutan yang hebat, Dila menerka bahwa suara itu adalah suara suster Mayang yang sengaja menyerupai ibunya.

"Dila! Kamu kenapa, Sayang?"

"Pergi!" teriak Dila.

"Ini Mama."

Ucapan wanita itu menyakinkan. Dila menatap wanita yang berdiri di hadapannya itu, lalu meraih tangannya dan memeluk erat. Kini ia yakin bahwa perempuan itu benar-benar ibunya sendiri.

"Kamu kenapa bisa begini? Ceritakan sama Mama, apa yang sudah terjadi," tanya Bu Wati sambil melepaskan pelukan Dila.

"Ma, Dila takut. Dila nggak mau sendirian," isak Dila.

Tatapannya memelas lalu memeluk kembali Bu Wati.

"Tenang, Sayang. Mama di sini," ucap Bu Wati menenangkan hati Dila.

Perlahan, Dila mengangkat wajahnya. "Ma, Dila ini kenapa, Dila salah apa? Kenapa Dila sering diganggu?"

Pertanyaan Dila membuat Bu Wati menangis melihat buah hatinya masih terlihat ketakutan.

"Sekarang ceritakan sama Mama, gangguan seperti apalagi yang telah membuatmu seperti ini." Tatap Bu Wati kepada Dila, ia sangat penasaran karena Dila masih belum menceritakan kejadian yang sebenarnya.

"Dila takut, Ma. Rumah sakit ini ada hantunya," isak Dila.

Bu Wati sangat iba melihat keadaan Dila. Dipeluknya dengan penuh kasih sayang, dalam hatinya ada perasaan bersalah.

"Apa yang terjadi tadi, Sayang?" tanya Bu Wati dengan hati-hati.

"Tadi ada seorang suster datang ke Dila, Ma. Tapi suster itu ternyata hantu, kita pulang aja, Ma. Dila udah nggak mau di rumah sakit ini," jawab Dila sambil terus menangis.

"Maksud kamu hantu seperti apa, Dil? Mama kurang paham, coba cerita yang jelas," ucap Bu Wati semakin penasaran dengan cerita Dila.

"Awalnya Dila mengira yang datang itu suster beneran, tapi ternyata suster itu hantu, Ma. Dia tiba-tiba menghilang di tembok itu." Jari Dila gemetaran menunjuk ke arah dinding di sisi ranjangnya.

Dila memang sengaja tidak menceritakan kejadian yang sebenarnya kepada ibunya. Ia tidak mau mamanya terpancing dan menanyakan langsung ke Andika. Dila sangat paham sikap mamanya yang tidak bisa menahan emosi.

Mendengar cerita Dila, Bu Wati mengerutkan kedua alisnya. Pikirannya menerawang, tentang cerita Dila diganggu oleh hal-hal aneh. Bu Wati merasa bersalah, ia merasa jika semua gangguan yang anaknya alami berawal dari ikhtiarnya kepada Mbah Karti.

"Ma. Kok bengong!" Dila membuyarkan lamunan Bu Wati.

"Eh, iya, Mama hanya nggak habis pikir aja. Kenapa akhir-akhir ini kamu sering mengalami hal-hal aneh," ucap Bu Wati sedikit gugup menyembunyikan perasaan bersalahnya.

"Iya, Ma. Dila juga heran. Kalau terus seperti ini, lama-lama Dila jadi gila, Ma." Ucapan Dila bagai menampar wajah Bu Wati. Hatinya pedih jika kondisi anaknya makin memburuk.

"Kamu tenang aja. Mama akan melakukan yang terbaik," ucap Bu Wati sambil berpikir keras apa yang harus ia lakukan untuk menolong kondisi anaknya.

***

Malam ini Dila sedikit tenang, karena sang ibu menemani di sampingnya. Ia bisa tertidur pulas, tetapi tidak dengan Bu Wati. Rasa bersalah kepada Dila membuat Bu Wati berpikir keras untuk mencari jalan keluar. Bu Wati tidak menginginkan hal buruk terjadi lagi kepada anaknya.

Keesokan harinya, Bu Wati meminta izin kepada Dila untuk pulang ke rumah mengambil pakaian ganti untuk Dila dan dirinya. Namun, sebenarnya Bu Wati mengunjungi teman lamanya untuk meminta bantuan atas peristiwa yang menimpa anaknya.

"Wah tumben banget, nih, aku kedatangan tamu terhormat." Susan teman Bu Wati menyambut hangat kedatangan sahabat lamanya itu.

"Kebetulan aja, mumpung deket jadi bisa mampir," ucap Bu Wati masih basa-basi.

Suguhan kue buatan Susan membuat pertemuan dua sahabat lama itu menjadi semakin hangat.

"San, aku ke sini sebenarnya mau minta tolong sama kamu," ucap Bu Wati dengan hati-hati.

"Katakan saja, kayak baru kenal saja pake diplomasi segala," seloroh Susan menertawakan sikap Bu Wati yang tidak biasanya.

Akhirnya Bu Wati menceritakan semua kondisi anaknya kepada sahabatnya. Dari mulai datang ke tempat Mbah Karti hingga sekarang berasa di rumah sakit. Sementara, Susan mendengarkan dengan penuh perhatian. Ia sangat paham dengan kondisi Bu Wati yang ingin membahagiakan anaknya, meskipun jalan yang ditempuhnya kurang tepat.

"Aku ikut prihatin mendengar ceritamu, kasian juga kondisi anakmu saat ini. Aku hanya bisa berdoa, semoga semua ujian ini segera berakhir,"

"Apa yang harus aku lakukan? Mungkin kamu bisa bantu, San," pinta Bu Wati penuh harap.

"Terus terang, aku kurang paham hal-hal seperti itu. Mungkin bisa kamu bantu doa setiap salat malam, mudah-mudahan Allah memberi jalan ke luarnya."

Mendengar ucapan sahabatnya, Bu Wati hanya bisa menunduk, dirinya merasa malu karena belum bisa selevel Susan yang sudah menjalankan hidupnya dengan penuh ketaatan dan sering mendatangi majelis taklim. Sementara dirinya masih disibukkan dengan keglamoran.

"Apa yang harus aku lakukan, San?" tanya Bu Wati pasrah.

Susan tampak berpikir. "Aku coba mengenalkan kepada guru besar sebuah pesantren. Beliau biasa mengisi kajian di sini. Namanya Ustaz Sulton Al-Ghifari, mudah-mudahan setelah bertemu dengan beliau ada pencerahan dan bisa menemukan jalan keluarnya."

Setelah mendapatkan arahan dari sahabatnya, Bu Wati berpamitan karena khawatir pada Dila yang seorang diri. Dalam hatinya ada harapan besar untuk membuat anaknya kembali menjalani hari-hari tenang seperti biasanya.

oOo

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 07, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Jerat ArwahWhere stories live. Discover now