ii | cemas, sayang

301 59 20
                                    

Abra memandangi kekacauan meja belajarnya dengan tatapan kosong

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Abra memandangi kekacauan meja belajarnya dengan tatapan kosong. Ia meneguk lagi kopi yang sudah tersisa sedikit di botolnya. Sekali, ia menengadah pada langit-langit kamarnya yang polos. Membiarkan posisi itu bertahan selama beberapa jemang, Abra kemudian meregangkan tubuhnya. Derik pintu yang dibuka membuatnya terhenti di tengah-tengah.

"Kok belum tidur, Bra?"

Mamanya.

Abra tersenyum, menggeleng. "Lagi banyak tugas sama ulangan, Ma, bentar lagi UAS, kan."

Wanita paruh baya itu mengembuskan napas. "Mama seneng kalo kamu giat belajar, apalagi kamu udah kelas dua belas, tapi jangan dipaksain, Bra. Tuh, Bang El aja udah tidur."

Abra terdiam. Lalu, "Iya, Ma."

"Mama tidur duluan, ya?"

"Mm-hm."

Pintu kembali ditutup.

Kepala Abra terasa kosong, tapi di saat yang bersamaan, sensasi yang muncul membuatnya merasa seperti hendak meledak. Seolah-olah apa yang ada di dalam otaknya makin membesar, membuat gerak ribut, dan membenturkan diri ke dinding kepalanya. Abra memejamkan mata erat-erat sebelum memasang earphone yang tersambung pada walkman dan kembali berjibaku dengan kekacauan di mejanya.

Pada akhirnya, semua usahanya akan selalu dikaitkan dengan Elbrian, kakaknya.

*

*

Genjrengan gitar disertai nyanyian asal yang ramai-ramai disuarakan itu memenuhi seantero kantin. Suasana yang memang sudah padat oleh anak-anak yang kelaparan menjadi sedemikian ricuh lagi—penyebabnya adalah pengguna meja paling ujung, sebuah kelompok siswa laki-laki dengan strip hitam tiga yang terjahit di masing-masing lengan kiri seragam mereka. Tidak ada yang bisa protes atas berisik yang mereka hasilkan karena mereka sudah berada di tingkat tertinggi di Smagada.

"Tuh muka lesu amat, Bos? Lo begadang lagi?" Namanya Krama, lelaki yang sedang sibuk meminggirkan sawi dari semangkuk mie ayam di hadapan.

"Nggak salah lagi, Kram." Duduk di sebelah Krama, Gibran menyahut.

Di seberang mereka, Abra mengusap-usap wajahnya. "Gara-gara kopi, nih."

Krama mendecih. "Halah, Bos, lo nggak bakal minum kopi kalo nggak niat begadang."

Di samping Abra, lelaki yang sedari tadi cuma memetik gitar tanpa suara, memutuskan untuk menanggapi. "Hari ini ada ulangan apa, Bra?" tanyanya.

"Hm, bener juga lo, Sam. Pasti nih bocah begadang karena belajar terossss."

Abra tertawa. "Ya mau gimana lagi, kalo lo pada jadi gue, emangnya lo mau remidi sama Pak Joko?"

Dua detik, kemudian Krama dan Gibran menggeleng.

let me walk with youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang