4.| Pengakuan

8.6K 713 45
                                    

Pintu berdebum menjadi akhir percakapan. Arga keluar kamar dengan tangan terkepal. Amaranya naik pada fase tertinggi dengan tanya bercabang di kepala.

Kenapa? Mengapa bisa? Sialan! Umpatan memenuhi hati. Arga pergi dengan mobil berkecepatan tinggi. Di lampu merah, lelaki itu memukul kemudi. Dadanya berkobar mendengar kabar kehamilan Riana.

"Shit! Kenapa bisa?!" Ia bergumam lirih sebelum klakson mobil menggema.

Gerutuan menjadi teman sepanjang jalan. Ketika sampai ke tujuan, Arga telah disambut sang wanita. Ia tersenyum sebelum memangkas jarak.

"Kok, wajahmu kusut?"

Abai. Arga diam dan langsung masuk ke apartemen. Selepas pintu tertutup, ia memutuskan untuk melakukan pelampiasan. Arga segera menarik tubuh ramping itu dan menumpahkan segala beban. Nahas, kejadian kemarin kembali terulang. Riana berada dalam pikirannya meski sekarang Maida yang berada di hadapan.

"Cerita, dong!" bisik Maida selepas penyatuan cinta tersebut usai.

Bergeming. Arga tidak ingin berbicara dahulu. Ia lebih memilih ke kamar mandi dan menyalakan shower. Ia memejam sembari tetesan air membasahi badan.

"Apa sebuah kehidupan adalah dosa bagimu, Mas?"

Tanya Riana terngiang di kepala. Lagi, Arga mengepal dan menangkis udara. Amarahnya timbul, tetapi hatinya tidak paham apa yang dimau.

Kemarin, ia melihat senyum wanita itu dipersembahkan untuk adiknya. Hatinya berteriak tidak suka. Lagi, ketika ia bersama Maida seperti ada ruang hampa yang tidak digenapi. Sebenarnya hatinya kenapa? Apa karena Maida terlalu lama hilang hingga menjadi asing? Jika tidak, apa karena dia mulai terbiasa dengan Riana?

Kemungkinan kedua mengusik hati Arga. Selama sembilan bulan pernikahan, Riana selalu menuruti perintahnya. Tidak ada pembantahan ataupun keengganan atas permintaannya. Riana istri yang baik menurut Arga, tetapi dia masih berpikir rasional. Logikanya menentang. Masih ada Maida. Lagi-lagi kalimat itu menjadi penegas bahwa Riana bukan siapa-siapa. Tidak patut bagi Arga untuk memikirkannya.

"Sayang?"

Keluar dari kamar mandi, Arga disambut dengan pelukan Maida. Wanita itu merasai bahwa sang suami sedikit berbeda. Feelingnya mengatakan bahwa ada sebuah rahasia yang tidak diketahui oleh dirinya.

"Argaseta Bayanaka!" panggil Maida mulai merasa janggal karena Arga menepis pelukannya.

"Ada apa?" lanjut wanita itu menatap punggung sang suami.

Embusan napas panjang Arga lakukan. Ia takut menyakiti Maida jika kejujuran diutamakan. Namun, kebohongan adalah hal memuakkan. Satu kali helaan napas, Arga menjelaskan kalimat ranjau yang meletus saat itu juga.

"Riana hamil anakku."

Maida merasakan kakinya menjadi jeli. Ambruk, ia tidak mampu berdiri lagi. Hamil? Dia berbagi semua dengan wanita itu?

"Aku ingin janinnya digugurkan, tetapi dia menolak-"

"Kamu melakukannya?" potong suara serak yang membuat Arga menoleh.

Buru-buru lelaki itu menghampiri wanitanya. Aneh, melihat air mata itu hatinya biasa. Namun, ia hanya mengira bahwa kehadiran Maida belum membuat terbiasa.

"Maaf." Arga berujar sembari menangkup wajah Maida.

"Aku bahkan tidak ingat kapan. Demi apa pun, aku tidak berniat melakukan itu semua."

Penjelasan Arga hanya angin lalu. Maida merasa retaknya berkali-kali lipat. Dia berbagi cinta. Tuhan, sudah Maida katakan Arga miliknya. Kenapa Engkau membiarkan Riana hadir dan menodai semua.

Menyerah [TALAK AKU, MAS!] (18+) (Completed)Onde as histórias ganham vida. Descobre agora