20.| Jika Saja

10.2K 578 68
                                    

Dering ponsel membangunkan Arga dari mimpinya. Tergagap lelaki itu. Ia duduk di kasur dengan dahi mengernyit. Nomor tak dikenal tertera di sana.

“Halo?” Arga menyapa. Lelaki itu tadinya tak ingin mengangkat, tetapi hatinya menuntut demikian.

“Assalamualaikum. Cepat datang ke Rumah Sakit Pelita Harapan daerah Purworejo. Ini tentang Riana.”

Suara wanita itu terdengar lugas. Mendengar kata Riana jantung Arga berpacu cepat tanpa diminta. Lelaki itu segera melihat pesan WA berisi sharelock dari nomor tersebut. Tak berpikir ulang, tepat saat jam menunjukkan pukul dua belas malam, lelaki itu tergesa pergi.

Riana Khaira Zulfa? Ah, Arga terbayang wajah lembut wanita itu. Riana yang tak pernah protes dengan ketidakadilannya, Riana yang selalu berusaha bersikap baik meski ia mengacuhkannya, dan Riana yang seharusnya tak mendapatkan luka.

Arga mulai berpikir. Pernikahan macam apa yang ia jalankan? Poligami yang gagal? Kebodohannya menerima kepalsuan? Atau, suami zalim yang selalu melakukan penekanan?

Arga salah. Ia menyadari. Ia menyesali. Namun, semua sudah terjadi. Percuma. Sikap kasar, bentakan, dan segala hal yang telah menyakiti Riana tak bisa ia tarik lagi. Ia benar-benar menjelma menjadi lelaki yang gagal menjadi suami.

Linangan air mata berjatuhan di pipi Arga. Lelaki itu ... menyesali semua. Andai waktu bisa diputar ia ingin memperbaiki semua sikapnya, ia ingin memperbaiki kelakuannya, ia ingin bertaubat dan menjadi suami yang baik bagi wanitanya.

Nahasnya ... wanita yang tidak tahu apa-apa, yang sering ia kata-katai, yang sering ia jadikan luapan emosi, wanita itu memilih pergi. Tentu. Arga ridho Riana pergi. Meski tanpa izinnya.

Sekitar pukul delapan pagi, Arga sampai pada tempat yang dimaksud. Ketar-ketir lelaki itu mencari ruangan di pesan WA tersebut. Di depan ruang tunggu itu ... sepasang kekasih paruh baya menangis berpelukan. Arga mematung mencerna situasi. Ada apa? Kenapa?

“Assalamualaikum.”

Umah dan juga Abah pun menoleh. Mereka lantas saling pandang. Lewat tatapan itu mereka menjawab salam lirih.

“Benar ini Argaseta Bayanaka?”

“Iya benar. Ada apa ya, Bu? Kenapa dengan Riana?”

“Innalillahi wainna ilaihi raji'un. Riana, istri keduamu telah berpulang.”

Umah tetap menahan nada bicaranya agar enak didengar. Gambaran lelaki zalim dan ingin menang sendiri memang patut disandang Arga lewat cerita Riana. Namun, wanita itu hanya bisa mencoba menahan kemarahannya meski rasanya susah.

Sebagai wanita, Umah patut mengacungi jempol untuk kesabaran Riana. Wanita paruh baya itu pun membenarkan jika Riana pergi dari lelaki yang sifatnya selalu menyakiti ini.

“Ri—Riana?”

Anggukan Umah serta sisa tangisan wanita paruh baya itu masih ada. “Riana pulang dengan hati tenang.”

“Apa? Kenapa bisa?”

Pikiran Arga bercabang. Lelaki itu seakan blank di tempat. Pulang? Meninggal? Kenapa bisa?

“Ini surat dari Riana dan juga buku catatannya. Sebenarnya, sebagai guru sekaligus wanita yang sudah dianggap sebagai ibu, saya kecewa dengan perilaku kamu. Sama sekali tidak mencerminkan kelakuan seorang suami.”

Umah tersenyum kecut. Ia lantas permisi untuk mengurus jenazah Riana. Wanita petarung itu akhirnya berpulang juga. Selepas berjam-jam bertempur dengan rasa sakit yang didera, Riana sempat melihat anaknya. Nahas, putri kecil nan menggemaskan itu harus kehilangan ibunya dua jam selepas ia dilahirkan.

Menyerah [TALAK AKU, MAS!] (18+) (Completed)जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें