(2) Blood Rippled

1.4K 277 25
                                    

Yuna menatap wajahnya pada cermin kamar mandinya, ia sudah siap dengan pakaian casualnya yang biasa ia pakai untuk pergi ke kampus. Gadis itu membiarkan rambut pendeknya yang hanya sebahu tergerai.

Perlahan ia menarik napasnya, hari ini sudah tiga hari semenjak ia bertemu dengan dosen bernama Yoongi itu di depan lift. Sejak itu juga lah Yuna selalu menghindarinya dan selalu memutar balik arah jika ia sudah melihat sosok laki-laki dengan kulit yang pucat itu di ujung lorong.

Entah apa alasannya yang membuatnya seperti ini, tapi Yuna selalu merasakan darahnya yang berdesir jika bertatapan dengan Yoongi. Aneh memang, sebenarnya ada apa dengannya? Kenapa ia begitu takut seperti ini? padahal dirinya dan Yoongi juga belum pernah bertemu sebelumnya.

"Membuatku tidak nyaman saja." Ujarnya monolog pada dirinya sendiri.

Yuna lalu mengoleskan Liptint berwarna merah pada bibir tipisnya sebelum ia keluar dari kamar mandinya. Ia melihat jam yang berada di pergelangan tangannya, pukul 9 pagi. Masih ada satu setengah jam untuk kelas pertamanya.

Gadis itu lalu berjalan menuju meja yang berada di sisi ranjang dan berniat untuk mengambil Totebag-nya tapi langsung terhenti saat perhatiannya tiba-tiba saja teralihkan pada laci yang berada di meja itu.

Yuna terdiam sebenar, lalu tangannya perlahan terulur untuk menarik keluar laci itu. Saat itu juga ia dapat melihat benda berbentuk kubus kecil dengan kaca emas yang berada di setiap sisinya. Kotak itu terlihat sangat indah dan elegan meskipun sudah mempunyai umur yang sangat tua.

"Kenapa aku membuka ini...," lirihnya pada dirinya sendiri lalu kembali menutup laci itu kembali dan beranjak keluar rumahnya.

...

Yoongi mengetuk-ngetuk jarinya pada sisi kursi kerjanya. Raut wajahnya terlihat jelas jika ia sedang memikirkan sesuatu yang sangat keras. Jam tangan yang berada di pergelangan tangannya terus berbunyi di telinganya setiap detiknya. Waktu terus berjalan tetapi Yoongi berharap jika ia ingin berhenti disini.

Ia ingin berhenti pada misinya kali ini.

Gadis itu, gadis dengan rambut pendek sebahu dan mata coklatnya yang terus membuat pikirannya tidak bisa berhenti untuk tidak memikirkannya. Gadis yang mampu membuatnya kembali teringat pada perempuan masa lalunya.

Bahkan namanya saja sama,

Im Yuna.

Tidak ada perbedaan yang bisa Yoongi rasakan dari kedua perempuan itu. Ya, Im Yuna yang sekarang sedang menjadi mahasiswa kampusnya adalah Im Yuna yang menjadi pujaan hatinya 200 tahun lalu.

Mereka juga mempunyai takdir yang sama, yaitu mati pada umur 20 tahun. Dan Yoongi jugalah yang akan menjadi penghantar kesakitan untuk gadis itu dalam bertemu dengan mautnya pada sisa 360 hari lagi. Yoongi akan kembali ditinggal dan ia akan kembali masuk ke dalam lingkaran keterpurukan.

Ia tidak bisa seperti ini, ia ingin melawan takdir. Yoongi tidak ingin kehilangan untuk kedua kalinya. Ia harus berusaha untuk menentang takdir demi masa lalunya.

Suara ketukan pintu tiba-tiba saja terdengar oleh indra pendengarannya. Hal itu membuat pikiran-pikiran Yoongi terbuyarkan. Yoongi lalu menegakkan tubuhnya dan menurunkan kakinya dari meja kerjanya. "Masuklah."

Dia lagi...,

Batin Yoongi menghela napasnya.

Perempuan dengan umur 30an masuk ke dalam ruangan dosennya. "Saya hanya merasa jika Bapak membutuhkan ini." ujarnya dengan meletakkan sekotak bekal di atas mejanya. Yoongi yang melihat itu hanya mengangguk malas.

Dagunya lalu terangkat untuk menunjuk pada pintu ruangannya, berniat untuk memberi perempuan dengan name tag Park Sohye di pin penguji itu untuk keluar dari ruangannya. Namun, bukannya keluar, Sohye malah tersenyum genit ke arahnya.

"Bekal ini berisi telur gulung dan kimchi yang saya buat sendiri." Ujarnya dengan meletakkan kedua tangannya di depan tubuhnya sambil dengan sedikit menggoyak-goyangkan tubuhnya. "Bapak bisa memakan ini pada saat—"

"Keluar," suara dingin Yoongi mulai terdengar. "kau mengganggu pekerjaanku." Lanjutnya tanpa menatap Sohye.

Sohye yang mendengar suara Yoongi itu langsung bisa merasakan hatinya yang menciut. Kenapa ada manusia sedingin laki-laki yang berada di hadapannya ini? tidak bisakah Yoongi sedikit hangat padanya dan bersikap ramah seperti yang lainnya? Padahal Dosen laki-laki lainnya sangat mengagumi kecantikannya, tapi kenapa Yoongi selalu menolaknya?

"Kalau begitu saya permisi." Balas Sohye dengan sedikit nada kesal. Namun, belum sampai langkahnya sampai di depan pintu, Yoongi tiba-tiba saja memanggilnya kembali yang sukses membuatnya sangat antusias.

"Bukankah kau yang bertugas membuat jadwal pergantian Dosen? Ganti aku untuk mengajar pada mahasiswa semester satu."

...

Yuna melangkahkan kakinya untuk memasuki gedung kelasnya itu. Namun, belum sampai ia pada pintu yang otomatis bergeser itu, tiba-tiba saja ia bisa melihat sosok Dosen yang sudah ia hindari pada beberapa hari terakhir ini sedang menunggu di depan pintu lift lantai pertama.

Matanya membelak, langkah kakinya otomatis memutar balik menghindari gedung kelasnya. Sial! Kenapa dia ada dimana-mana?! Batinnya menggerutu.

Yuna terus melangkahkan kakinya entah kemana untuk menghindari gedung kelasnya itu dan menetralkan darahnya yang berdesir akibat melihat Yoongi. Bahkan hanya dengan melihatnya saja darahnya bisa berdesir hebat. Bagaimana bisa itu terjadi?

Lagi pula, kenapa Yoongi sudah ada di gedung mahasiswa tahun pertama sepagi ini? Kenapa Yuna sering bertemu dengannya akhir-akhir ini? bukankah Yoongi harusnya mengajar mahasiswa tahun terakhir?

Pertanyaan-pertanyaan itu terus berada di kepalanya dan Yuna tidak bisa memikirkan apapun saat tiba-tiba saja ada yang menarik Totebag-nya sampai ia tersungkur ke belakang. "Astaga!" serunya panik dan langsung terdiam saat ia berbalik dan yang ternyata berada di belakangnya adalah Jimin. "Su-sunbae, kukira siapa." Ujarnya masih merasa syok.

Jimin mengerutkan keningnya lalu tiba-tiba saja Jimin membungkuk dan kepalanya maju yang membuat Yuna harus menahan napasnya. "Apa yang kau pikirkan?" ucapnya dengan penuh ketelitian, wajahnya tepat berada di wajah gadis itu yang sekarang sudah memerah. "Kau melamun?"

Yuna harus menahan debaran jantungnya yang berdetak dengan kencang sekarang karena wajah Jimin yang hanya beberapa senti saja di hadapannya. "Ti-tidak ada, aku sedang tidak memikirkan apapun." balasnya gugup, benar-benar gugup sampai Yuna meremas tali Totebag-nya.

Mendengar itu membuat Jimin semakin mengerutkan keningnya. Tentu saja ia tidak mudah percaya dengan jawaban Yuna. Jelas-jelas jika gadis itu sedang mempunyai banyak pikiran di kepalanya sekarang. "Kau berbohong." Ujarnya lagi dengan menyentuh hidung Yuna sesaat memakai jari telunjuknya.

Jimin lalu menarik kembali tubuhnya dan meletakkan kedua tangannya pada saku celana jeansnya. "Apa yang kau lakukan disini? Bukankah kelasmu sudah dimulai lima menit lalu?" tanyanya dengan menatap gadis itu dingin.

Yuna bahkan harus menahan keterkejutannya karena Jimin mengetahui jadwalnya, tapi ia bisa menerima hal itu karena Jimin memang ketua utama organisasi di Universitasnya ini. Laki-laki itu pasti mengetahui semua hal.

"Aku tiba-tiba saja tidak enak badan, ingin pulang saja." Balasnya berbohong, Yuna sampai harus terbatuk pelan untuk mendukung kebohongannya.

Jimin yang melihat itu langsung merubah raut wajahnya. "Kau serius?" ia lalu menyentuh wajah Yuna yang dapat ia rasakan sangat panas. "Pantas saja dari tadi wajahmu merah dan darahmu berdesir hebat." Lanjutnya dengan cemas lalu merangkul gadis itu. "Aku akan mengantarmu pulang saja, ayo."

Yuna hanya bisa mengikuti langkah Jimin yang membawanya untuk menuju parkiran kampus. Namun, ia merasakan kejanggalan yang aneh disini. Bagaimana bisa Jimin tahu jika darahnya berdesir? Bukankah hanya dirinya yang bisa merasakannya?

Tapi di balik itu semua, Yuna tidak menyadari jika sedari tadi, ada yang menatapnya dengan tatapan penuh ke tidaksukaan di belakangnya.

tbc,

ayo tebak jimin itu manusia atau bukan?🌚🌚

Demon Where stories live. Discover now