(9) Cute Im Yuna

1.2K 230 31
                                    

Aeri mengitarkan pandangannya pada suasana kelas yang sudah penuh dengan mahasiswa-mahasiswa yang sudah siap dengan kegiatan mata kuliah selanjutnya. Anehnya, ia tidak juga menemukan sosok yang sedang ia cari.

Siapa lagi jika bukan sahabatnya itu?

Jam sudah menunjukkan pukul satu siang, dimana kelas kedua mereka sebentar lagi akan di mulai. Namun, Yuna belum juga terlihat. Aeri kira, Yuna akan masuk di jam kedua mata kuliah hari ini karena di jam pertama tadi, ia juga tidak melihat Yuna di dalam kelas.

Sepertinya, Yuna memang kembali absen untuk seluruh mata kuliah hari ini.

Menyadari hal itu, Aeri menghela napas panjangnya. Ia lalu menyerah untuk mengitarkan pandangannya. Akhirnya ia hanya duduk bersandar pada kursi kelas. Buku yang sebelumnya berada di dekapan tangannya, ia letakkan di meja hadapannya.

Pertanyaan-pertanyaan tentang Yuna yang menjadi sangat aneh itu menyeruak keluar dari pikirannya. Yuna bukanlah tipe yang akan bolos mata kuliah, ia bahkan tidak pernah bolos satu pun pelajaran saat di sekolah dulu. Namun, sejak berhubungan dengan dosen yang mengajar di semester akhir itu, Yuna menjadi sangat aneh.

"Selamat siang, semua." Suara sapaan dari Dosen yang masuk melalui pintu depan membuyarkan pikiran-pikiran Aeri. Kelas akan di mulai lagi, dan ia harus melaluinya tanpa sahabatnya itu lagi.

...

Yuna membuka pintu rumahnya dengan tatapannya yang kosong, tangannya terulur untuk mendorong pintu rumahnya, tapi tertahan saat ia bisa merasakan ada sebungkus plastik berwarna putih yang tergantung di knop pintu rumahnya.

Dengan rasa penasarannya, gadis itu mengambilnya dan menarik secarik kertas note kecil yang tertempel di plastik itu. Dan ia tahu dari siapa bungkus plastik berisi makanan ini.

Tanpa hasrat untuk melakukan apapun, Yuna memilih untuk meletakkan plastik itu pada meja dan terduduk di sofa ruangan tengahnya. Kepalanya ia letakkan pada punggung sofa dengan tatapannya yang menatap ke langit-langit atap.

Matanya sesekali mengedip, Yuna bahkan tidak tahu sudah berapa banyak ia menghela napasnya. Tubuhnya sama sekali tidak mempunyai niatan untuk melakukan sesuatu yang berguna untuk hidupnya hari ini.

Bagaimana seseorang bisa mempunyai hasrat untuk melakukan sesuatu saat ia sendiri sudah mengetahui jika ajalnya akan datang sebentar lagi?

...

Pagi hari datang, sinar matahari menembus sela-sela korden yang tertutup rapat di jendela kamar. Penguni kamar itu masih memejamkan matanya dengan memeluk guling yang menjadi peresap air matanya yang ia keluarkan semalaman.

Kesadarannya sudah datang, tapi untuk membuka matanya ia terlalu malas karena ia tahu jika matanya akan membengkak dari wajahnya akan terlihat jelek.

Dari celah-celah sinar matahari yang menembus korden, muncul butiran-butiran debu yang semakin lama, semakin memunculkan sosok laki-laki berkulit pucat dengan setelan jas Dosennya yang terpasang rapi di tubuhnya.

Laki-laki itu, Yoongi, yang baru saja melakukan perpindahan tempat untuk menuju ke dalam kamar Yuna langsung menghela napasnya. Sudah menduga jika perempuan ini akan menjadi seperti ini.

Perlahan, Yoongi duduk di sisi ranjang Yuna tanpa membuat suara sedikit pun. Tatapannya menatap Yuna yang memeluk guling dengan erat itu. Tangannya terulur untuk mengelus rambut panjangnya. "Bangunlah, kuliahmu akan segera di mulai."

Seketika Yuna langsung beranjak duduk dan menepis tangan Yoongi. Matanya yang bengkak karena menangis semalaman itu membelak saat tatapannya bertemu dengan mata Yoongi. Ia benar-benar terkejut dan mengira jika Yoongi adalah makhlus halus. Meskipun nyatanya memang begitu.

Demon Where stories live. Discover now