(6) Cafe and Blind Date

1.2K 242 8
                                    

Seoul, 07.35

Pagi itu, Min Yoongi sudah siap dengan kemeja putih dan jas hitamnya yang terpasang rapi di tubuhnya. Ia beranjak untuk keluar mobil yang sudah terparkir di parkiran khusus Dosen. Sambil dengan menggerutu pelan, laki-laki itu menutup pintu mobil seolah hal itu adalah kegiatan yang membuatnya membuang-buang waktu.

Pasalnya, memang mengendarai mobil itu adalah hal yang tabu yang ada pada diri Min Yoongi. Ia bahkan bisa berpindah tempat dengan kekuatannya dalam waktu beberapa detik saja, tapi di kehidupannya sekarang ia harus mengendarai mobil hanya untuk formalitas semata.

Ia harus absen memakai sidik jarinya di Loby gedung saat datang di pagi hari. Jika saja ia langsung berpindah tempat dari rumah menuju ruangannya, mungkin seluruh Dosen akan mencurigainya dan akan menganggapnya makhluk halus.

Meskipun, tentu saja, Yoongi itu adalah makhlus halus yang mengerikan.

"Selamat pagi, Ssaem." Sapa salah satu mahasiswa yang melewatinya, Yoongi membalasnya dengan anggukan kepala dan terus berjalan menuju gedung rektorat. Namun, saat ia ingin menaiki anak tangga yang ada di hadapan pintu gedung, tiba-tiba saja Yoongi bisa merasakan udara aneh yang berada di sekitarnya.

Seketika laki-laki itu langsung menengokkan kepalanya dan terkejut saat mendapati salah satu mahasiswa yang terkenal dengan nama Park Jimin itu sudah berada beberapa meter di belakangnya dengan tangannya yang memegang beberapa berkas.

Bukankah di sekitarnya tadi tidak ada mahasiswa lain selain yang menyapanya tadi? Bagaimana bisa Jimin sudah ada di belakangnya dalam hitungan detik?

...

"Yuna! Oh astaga— rasanya seperti sudah seratus tahun tidak bertemu denganmu!" seru Aeri saat Yuna baru saja memasuki ruangan kelas dan langsung dihampiri oleh Aeri yang sekarang sudah memeluknya dengan sangat erat.

Beruntung di kelas ini hanya ada beberapa mahasiswa saja yang sudah datang, jika semua mahasiswa kelasnya sudah datang, mungkin mereka akan menjadi pusat perhatian pagi ini. Aeri benar-benar memalukan.

Aeri menarik tubuhnya membuat Yuna bisa bernapas dengan leluasa sekarang, lalu kedua tangannya ia letakkan pada kedua bahu Yuna. "Kau tak apa? Bagian mana yang sakit? Sudah minum obat? Bagaimana perasaanmu sekarang?" serangnya terus sambil dengan memutar-mutar tubuh sahabatnya. Memeriksa setiap detail dari tubuhnya.

Yuna, yang sudah sangat terbiasa dengan perlakukan Aeri yang seperti ini hanya bisa menghela napasnya. Mulutnya baru saja ingin terbuka untuk mengatakan sesuatu, tiba-tiba saja tangan Aeri terulur untuk menyentuh dahinya. "Sepertinya kau memang sudah sembuh, tapi tubuhmu masih hangat. Ayo, kita duduk saja." Lanjutnya lalu mengaitkan lengannya pada lengan Yuna untuk menuntunnya duduk di bangku kelas.

Aeri benar-benar tidak memberinya kesempatan untuk berbicara. "Aeri aku—"

"Ah ya! Kau tahu? Kemarin, Jimin Sunbae mengajar di kelas kita, ia menggantikan Kim Ssaem dan dia sangat amat tampan! Seluruh perempuan di kelas tidak mengalihkan tatapan mereka sedetik pun saat Jimin Sunbae sedang menjelaskan. Kau pasti menyesal tidak—" Aeri terdiam sebentar lalu menepuk jidatnya sendiri. "tidak mungkin, kau tidak mungkin menyesal karena pasti Jimin Sunbae ke rumahmu kemarin dan kalian berduaan seharian."

Mendengar nama Jimin, tiba-tiba Yuna mengingat percakapannya dengan Jimin semalam.

"Bagaimana bisa— Sunbae tahu aku memakai kalung?" balas Yuna dengan tatapan tidak mengertinya, tangannya refleks menyentuh bagian lehernya yang tidak terdapat adanya kalung yang ia pakai saat pagi hari.

Gadis itu bisa melihat raut wajah Jimin yang berubah, laki-laki itu terlihat sama terkejutnya dengannya. "Aku—" ia terlihat gugup dan ragu, matanya tidak menatap mata Yuna sama sekali. "Aku— hanya menebak saja." Lanjutnya cepat lalu menatap Yuna.

Demon Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora