Bab 1

937 162 6
                                    


***

Dita menatap Naura yang berada di hadapannya saat ini, tangan Naura terlihat sibuk memasukan beberapa barang ke dalam kardus. Hatinya ikut terluka jika harus mengingat lagi yang telah terjadi pada sahabatnya ini.

Naura melihat Dita, ia tersenyum padanya. "Kenapa sih Dit? Mukanya lecek banget kaya duit dua ribuan," goda Naura sambil mengernyitkan hidungnya, menyembunyikan kesedihan dengan senyuman bagi Naura seolah menjadi hal yang mudah.

"Gak apa-apa duit dua ribuan mirip dua puluh ribuan kok," Dita mencebikkan bibirnya dan bangkit dari kursinya berjalan menghampiri Naura. "Naw, lo serius mau pergi? Gak akan berubah pikiran?" tanya Dita memastikan. Ia memeluk tubuh Naura dari belakang, sungguh Dita yakin jika sahabatnya ini tidak sekuat apa yang dilihat.

"Ih Dit, apa-apa sih. Lo kaya gak bakalan ketemu gue lagi aja! Kalo gue batalin kepergiaan gue ke Jerman, sia-sia dong duit tiket gue? Lo mau ganti?" jawab Naura balik bertanya.

Dita semakin mempererat pelukannya, "Gak apa-apa, biar gue ganti aja. Gaji gue gak apa-apa lo potong sampai lunas tiket pesawat lo. Atau lo mau gue gimana? Kita buka cabang baru? Luar Kota? Luar Pulau? Gak masalah Naw, selagi lo masih gue bisa liat." ocehnya tanpa henti.

Naura membalikan tubuhnya, ia membalas pelukan Dita sambil mengusap punggungnya lembut. "Dit, lo orang yang paling ngertiin gue kan? Lo sendiri taukan apa yang harus gue lakuin supaya lupa semuanya?"

Suara pintu terdengar, terlihat Raga masuk kedalam ruangan. "Dih, apa-apaan ini? Kenapa pelukan gak ngajakin gue?" pekiknya segera berlari mendekati Naura dan Dita, merangkul tubuh kedua wanita itu bersamaan.

"Bau ih, badan lo bau matahari!" ceplos Dita.

"Dari pada bau dupa?" sambar Raga, "Mati dong gue?"

Naura terkekeh mendengar gurauan mereka. Namun ia teringat akan ucapan Dita barusan. "Gue jadi inget sesuatu," ucapnya.

***

Dita mengerutkan keningnya saat melihat gambar yang Naura perlihatkan. Sebuah bangunan café yang sepertinya sudah tutup.

"Bagus," jawab Dita.

Naura menggelengkan kepalanya, bukan itu maksudnya memperlihatkan gambar itu pada Dita.

"Ini misi baru Dit," katanya.

Dita mengerutkan keningnya, "Gimana?" tanya Dita tak mengerti dengan apa yang dikatakan Naura.

"Hmm, tepatnya bukan lo doang, tapi Raga juga. Ini misi buat kalian berdua," kata Naura.

Ia menatap Raga dan Dita bergantian lalu tersenyum, "Café kita yang sekarang kan udah berhasil. Berkat kerja keras kalian berdua, dan gue juga tentunya. Café kita sekarang udah settled, omzet perbulannya bahkan udah di atas target. Menurut gue, kalian berdua bisa kontrol Cafe ini dari jauh."

"Terus?"

"Gue yakin kalau kita bisa maju banget! Coba lo bayangin, nanti nama kita ada di headline news 'Tiga orang pengusaha muda ini berhasil menciptakan Cafe yang menjadi trend di beberapa tempat di Indonesia' coba lo berdua bayangin?"

"Naw, mending langsung ke inti," pinta Dita.

Naura terkekeh, ia sadar kalau dirinya terlalu banyak bertele-tele.

"Gue kasih café yang ada di gambar ini buat kalian kelola."

Dita dan Raga saling berpandangan, mereka tertawa mendengar ucapan Naura barusan. Sepertinya patah hati membuat kepercayaan dirinya meningkat seratus persen bahkan lebih, tapi bukankah itu bagus? Ya, oke sih. Bagus untuk Naura. Tapi untuk Raga dan Dita bagaimana?

Something About UsOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz