Bab 2

689 137 20
                                    

****

"Dit! Lo kemarin bilang kalau Emak lo di Semarang pengen ketemu lo dulu kan ya?"

Raga menghampiri Dita yang saat ini sedang sibuk menyelesaikan SOP yang tengah ia buat untuk karyawan yang baru mereka rekrut kemarin.

"Iya Ga. Tapi Mama gue suaminya sakit, jadi dia nggak bisa ke sini dulu," sahut Dita sekenanya. Ia melepaskan tatapannya dari laptop dan menatap Raga, "Ya udah sih, kayak gue mau lima tahun aja di Labuan Bajo. Nanti juga balik, emang dasar lebay aja Mama gue," katanya.

"Dit, jangan bilang Mama lo punya firasat? Ini ya kalau lo kenapa-kenapa nanti dia diwawancara wartawan, terus Emaklo bilang sebenernya dia pengen ketemu lo dulu dan nggak kuat aja pengen ketemu lo, nggak tahu kalau di masa depan ternyata nggak bisa ketem—"

Bugh!

Lemparan folded tumbler Dita yang sudah kosong mendarat tepat di kening Raga, membuat Pria itu mengaduh kesakitan dibuatnya.

"Bacot lo ya Ga! Lo kalau ngomong bisa bismillah dulu nggak sih? ngeri gue!" serunya.

Raga mengerucutkan bibirnya, "Ya lo juga tangannya bismillah dulu bisa kali Dit."

"Bodo!"

"BTW, maksud gue bilang semua ini sama lo tuh karena gue punya solusinya."

"Apaan?!" tanya Dita, nada suaranya belum kembali seperti semula.

Raga terkekeh, "Kita berangkat dari Semarang aja!" kata Raga.

Dita mengerutkan keningnya, "Tenang. Sudah Abang atur semuanya. Pesawat ke Labuan Bajo aman Dit, bisa pergi dari Semarang."

"Hah? Serius?!" tanya Dita antusias.

"Nah kan. Lo sebenernya emang mau ketemu Emak lo juga kan Dit?" tuntut Raga.

Dita terkekeh, "Yah iya sih, kalau ada jalannya. Lagian gue terakhir ketemu Mama juga lima bulan lalu, udah kangen."

"Ya makanya! Untung ada Gue Dit, untung banget!" sahut Raga dengan penuh kebanggaan.

"Kita pergi dari Semarang aja ya jadinya," usul Raga.

Dita tersenyum dengan lebar, ia menganggukkan kepalanya dengan antusias, "Oke! Gue serahkan semua sama lo ya Ga!" kata Dita.

Raga mengangguk antusias, "Tiket kita aman Dit di tangan gue," katanya.

****

Hari keberangkatan rupanya cepat datang juga, padahal Dita kira sewaktu ia meminta waktu selama satu bulan untuk mempersiapkan Café yang akan ia tinggalkan, ia bisa memiliki cukup waktu untuk mengatur semuanya agar mudah dikontrol dari jauh oleh dirinya, rupanya pekerjaan tak semudah perencanaannya. Pada detik-detik terakhir sebelum keberangkatannya saja, Dita masih mendapat telpon dari Bintang—karyawan barunya—yang menanyakan tentang harga pokok bahan baku café. Padahal Dita sudah memberikan dokumen lengkap padanya, tapi tetap saja.

"Lo seriusan mau ginian?" tanya Raga begitu Dita masuk ke dalam Taxi dan duduk di sampingnya.

Dita mengerutkan keningnya, "Ginian gimana?" tanyanya.

"Yah, kaos pendek sama celana pendek doang. Sendalan juga," kata Raga.

Dita menganggukkan kepalanya, "Santai aja lah, heboh-heboh amat emang mau kemana."

"Ya mau ke Semarang," sahut Raga.

Ya, benar sih. Tapi kan tidak mengharuskan Dita untuk berpenampilan heboh juga. Raga ini kenapa sih?!

Something About UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang