Bab 5

518 125 7
                                    

****

"Apa? Kenapa? Lo kenapa lagi?"

Raga reflek berlari ke kamar Dita, membuka pintunya dan dia mendapati Dita tengah duduk di atas kursi di depan meja rias seraya meringis.

"Kenapa lagi lo bilang?!" tanya Dita. Dia sedang dalam mode sensitif sekarang.

"Gue gak kuat kan gerah. Terus mandi kan. Airnya nggak enak," kata Dita.

"Nggak enak gimana?" tanyanya.

Dita menatap Raga dengan melas, "Ini air apa deh? Kayaknya bukan air biasa."

"Air pantai kali," kata Raga.

"Kalau air pantai nggak sampe bikin gini deh Ga. Lo lihat aja sekarang... RAMBUT GUE KERAS BANGET!" teriak Dita. Ia menunjukkan rambutnya yang sudah setengah kering kepada Raga.

Pria itu bergegas, menghampiri Dita dan meraih rambutnya. Err, memang keras sih.

"Lo kayak yang nggak keramas dua minggu Dit," godanya.

"MULUT LO YA!" teriak Dita.

Raga tertawa, "Ya. Gimana? Gimana? Gue nggak ngerti masalah per-rambutan lagian. Lo yakin keramas pake shampoo? Bukan pake sabun colek?"

"RAGA. MULUT LO!" teriak Dita lagi. Ia memperingati Raga untuk kesekian kalinya. Membuat Raga terkekeh.

"Masih bisa senyum lo? Sumpah. Gue mah udah pengen nangis Ga! Kemalangan apa lagi yang akan menimpa gue di sini?" kata Dita.

Raga tertawa, "Anggap aja kemalangan ini sebagai jalan menuju kesugihan. Inget sama uang yang ditransfer Pak Hadi buat kita, Dit. Dan inget juga kalau kita udah nggak bisa mundur."

Diingatkan seperti itu membuat Dita semakin menangisi nasibnya. Ya Tuhan.

"Terus rambut gue gimana ini Ga?"

"Pake pelembut rambut aja lah Dit, apa tuh namanya?"

"Conditioner?"

"Nah. Itu dia!" kata Raga.

Dita menatapnya kemudian kembali meringis, "Gue nggak bawa Condi, soalnya niatnya mau beli di sini," katanya.

Raga mengerjapkan matanya. Ia menatap Dita kemudian menghela napasnya.

"Ya udah, ayo kita beli, kita selametin rambut lo," kata Raga pada akhirnya.

Meskipun banyak berteriak dan meringis, tapi Dita tersenyum mendengar ucapan Raga barusan.

"Ayo!" katanya.


****


Perjalanan menuju mini market rupanya jauh berbeda dengan perjalanan dari Bandara tadi siang. Jika sepanjang perjalanan dari Bandara hanya dipenuhi oleh tebing dan tanaman-tanaman di sekitarnya saja, perjalanan menuju minimarket terasa lebih menyenangkan, karena setelah beberapa ratus meter dari café, AKHIRNYA DITA MELIHAT KEHIDUPAN!

Ya Tuhan. Akhirnya Dita melihat pemukiman yang dipenuhi dengan banyaknya bangunan di sekitar kanan dan kirinya. Dita bahkan melihat mobil angkot berwarna merah dan biru. Ya Tuhan. Senang sekali rasanya! Ternyata dia tidak terjebak terlalu jauh dari pemukiman. Pantai sih pantai, tapi Kawasan di dekat sini cukup ramai, lebih bersahabat baginya yang selalu hidup berdampingan dengan rumah satu dan rumah lainnya.

"Eh Ga! Gapura apaan deh itu!" tepuknya pada punggung Raga.

Raga yang membawa motor berdecak, "Dah lah Dit, nggak usah belok-belok dulu," katanya.

Something About UsWhere stories live. Discover now