02. Bertanya.

104 16 0
                                    

What is Love?
We were too young (I'm sorry)
And didn't know love then.

Dan juga tidak ingat entah sejak kapan, tatapan dan suasana hangat terlihat berbeda di dalam kelas. Entah sejak kapan, semua itu bermula. Apakah saat ia bermain dengan tamtam di depan kelas saat kelas Seni Budaya? Atau, sejak waktu-waktu kosong jam pelajaran di kelas saat kami ribut bermain ini itu? Yang jelas, lagi-lagi seperti adegan di dalam film, waktu terasa memperlambat setiap adegan saat kami berpapasan.

Namun waktu sesungguh tidak begitu lambat, waktu berlalu dengan sangat cepat. Satu semester terasa bagai ingatan semenit yang berlalu begitu saja. Mungkin diawali dengan pesan-pesan singkat, kami mulai dekat. Namun yang jelas, saat suatu hari riuh di kelas sedang memainkan permainan truth or dare, mungkin menjadi awal mula perasaan itu semakin jelas.

Beberapa orang telah melalui pertanyaan dan tantangan itu, sampai tiba sebuah momen.

Jika di ingat, kejadian yang bertahun-tahun sudah lewat itu memberikan ku sebuah pertanyaan, apakah jawaban darinya adalah aku atau bukan? Masih ku ingat dengan jelas suasana di kelas saat momen itu terjadi. Ia duduk di barisan kedua dari depan bersebrangan denganku, ia menoleh saat berbisik memberikan jawaban atas pertanyaan yang ditujukan padanya.

Ia memilih, truth.

Sebuah pertanyaan menyasar dirinya, "Ada/ tidak orang yang kamu sukai di dalam kelas?! Jika ada siapa orangnya?"

Beberapa detik terlewati. Ia hanya menunduk, menolak untuk menjawab. Seisi kelas menatapnya penasaran, begitu juga denganku. Dan tentu, dengan seseorang yang duduk tak jauh dariku. Menatap kami bergantian.

Perempuan dengan rambut sebahu itu menolehku, memberikan tatapan tajam tak senang. Saat waktu berlalu, ada tatapan lain di ujung sana yang menatapku. Kedua tatapan itu berbeda.

Perempuan ikal yang memberikan pertanyaan telah mendapatkan jawaban, ia memilih tak memberi tahu seiisi kelas. Ia hanya tersenyum meledek, kemudian menatapku sembari berjalan kembali ke kursinya, meninggalkan laki-laki yang kini sudah menunduk kembali di mejanya, membaca buku.

Tidak ada jawaban adalah jawaban.
Aku tidak bertanya, bukan karena tidak mau tahu apalagi penasaran.
Sejujurnya aku hanya takut, jika benar itu adalah aku.
Atau lebih takut lagi, jika itu bukan aku.

Jadi biarkan saja aku tidak tahu jawabannya.


⋆⁺₊⋆ ☾⋆⁺₊⋆

Langit Tanpa BulanWhere stories live. Discover now