Part 3 | Lake of Shame

1.4K 305 239
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.











ADAKAH yang buka jasa sulap muka?

Kalau iya, aku mau minta tolong. Sulap mukaku. Ganti jadi muka kambing juga nggak apa-apa.

Menjelang purna jabatan, aku baru mengerti sepenuhnya alasan anak OSIS hobi keroyokan saat berhubungan dengan siswa nakal. Menghindari tragedi sekonyol ini.

Jika kejadiannya mirip FTV sih masih bisa ditoleransi. Pemeran wanita dan pria nggak sengaja bertabrakan, si wanita tersandung dan ditangkap si pria, keduanya saling bertatapan kemudian jatuh cinta.

Lah, aku?

"Bisa langsung lulus sekolah aja nggak, sih?" Tak tertolong, aku menenggelamkan wajah di lekukan siku. "Masih ada waktu delapan bulan sebelum ujian lagi. Lamaaa...."

Reaksi pertamaku kemarin adalah kabur. Aku tinggalkan si tuyul gorengan seorang diri di pojok greenhouse.

Kurang ajar? Nggak bertanggung jawab?

Yah, bayangkan sendiri rasanya bertanya "kamu baik-baik aja" pada korban tubrukan yang memegangi selangkangannya sambil meringis-ringis. Yakin sanggup? Nanti kalau dia minta ganti rugi bagaimana? Aku kan nggak punya sosis.

"Nggak ke kantin, Zav?"

Suara Viska memecah ratapan maluku. Teman sebangkuku itu baru saja kembali ke kelas. Ia membawa dua plastik maklor dan sebotol air mineral.

Aku memberanikan diri mengangkat kepala. "Lagi nggak dikasih uang jajan."

"Kasian." Viska berdecak. Alih-alih duduk di bangkunya, ia menyeret kursi ke meja di belakang. Duduk bersama gerombolannya. "Biasanya jajanmu yang paling banyak, Zav. Tumben amat nggak dikasih uang jajan."

Di kelas IX-F, siswi perempuan dikelompokkan ke dalam beberapa geng. Ada geng ambis yang isinya anak-anak pintar akademik, geng book holic yang jadi perkumpulan anak-anak gemar ke perpustakaan, geng gamers yang isinya anak hobi main game, serta geng heboh yang kerjaannya meramaikan kelas.

Aku nggak masuk ke dalam geng mana pun. Kegiatan di OSIS membuatku lebih sering berada di luar kelas. Namun, Viska terkadang menyeretku bergabung ke gengnya--geng heboh. Geng yang terdiri dari tiga orang tapi hebohnya bukan kepalang.

"Kenapa nggak dikasih uang jajan, Zav? Lagi dihukum?" Salsa menimpali.

Ledekan Viska terpancing. "Mana mungkin dihukum. Zaviya kan anak tunggal kebanggaan papanya. Nggak mungkinlah papanya tega ngehukum."

Aku diam, nggak tahu mesti membalas apa.

Sebelumnya, perkataan Viska sangat valid. Aku mungkin siswa yang biasa-biasa saja dalam hal akademik. Anggota tetap panitia remidi Matematika, Fisika, Biologi, IPS, PKn, TIK, PAI.

"Kalau ada orang lain yang bisa, ya udah. Ngapain aku harus bisa" adalah prinsipku sewaktu berhadapan dengan mata pelajaran.

Namun, soal non-akademik lain cerita. Aku bisa diandalkan. Dua periode menjadi petinggi OSIS, pernah menjuarai O2SN cabang renang, fasih berbicara bahasa Italia-Inggris-Indonesia, dan terkenal karena paras blasteran.

XOXO, Love You LaterWhere stories live. Discover now