78.Pendapat Mama

3.3K 514 25
                                    

Gadis mencari-cari sang Mama ketika bus sore ini sudah sampai di lokasi tujuan pertama piknik ini. Beberapa kali Gadis menelepon Mamanya hingga akhirnya diangkat oleh sang Mama.

"Mama di mana?" Tanya Gadis tanpa basa-basi.

"Habis dari toilet, Dis. Kamu di mana?"

"Di parkiran, Ma."

"Papa kamu belum datang sampai sekarang?"

"Aku belum ketemu Papa, Ma. Mobilnya Papa aja aku belum lihat."

"Ya sudah, kamu tunggu sebentar. Mama cari bus kamu, ya?"

"Okay, Ma."

Kini Gadis memilih kembali ke lokasi bus yang ia tumpangi tadi terparkir. Ia biarkan Gavriel menjaga Leander seorang diri kali ini. Setidaknya dirinya sedang mencoba untuk membuat tetangga Gavriel tidak berpikir jika laki-laki itu pelit. Begitu Gadis sampai di parkiran, sosok Mamanya sudah menunggu di sana. Gadis menghela napas panjang kala melihat Mamanya yang tetap memilih berpenampilan paripurna meskipun hanya akan mengantarkan pesanannya saja.

"Ma, kenapa harus resmi begini sih penampilannya?"

"Memangnya kenapa? Bukankah tampil dalam pakaian seperti ini sangat sopan?"

"Iya sopan banget, sudah mirip sama alpha woman mau meeting di kantor."

Sambil membetulkan tatanan rambutnya, Aryanti tersenyum. "Mama jadi pingin ngantor lagi, Dis kalo dengar pujian kamu ini."

Gadis memutar kedua bola matanya dengan malas. Jangan sampai Mamanya ini kembali aktif bekerja di kantor seperti dulu. Karena jika hal itu terjadi, bisa dipastikan rumahnya akan sesunyi di kuburan. Mama dan Papanya akan kembali seperti dulu saat ia dan Banyu masih bersekolah. Mereka berdua hanya akan ada di rumah saat malam hari saja. Terkadang untuk sekedar sarapan pagi bersama saja mereka tidak memiliki waktu. Mungkin itulah harga yang harus dibayar untuk kenyamanan hidup yang keluarganya miliki. Mama dan Papanya harus bekerja keras tidak peduli siang dan malam demi membuat kehidupan kedua anaknya lebih nyaman serta masa tua yang terjamin, karena mereka tidak mau menjadi beban bagi anak-anaknya terlebih keluarga besar.  

"Enggak usah, Mama sudah lansia sekarang. Banyakin aktivitas olahraga. Pantau bisnis dari rumah saja."

Obrolan Gadis dan Mamanya terhenti saat sang Papa datang. Dari penampilan yang dikenakan Papanya kali ini, Gadis menjadi tertawa karena sungguh bertolak belakang dengan sang Mama yang sangat rapi dan modis. Papanya hanya mengenakan celana pendek selutut dengan atasan kaos berkerah. Dari segi manapun melihat ini sangat jomplang sekali ketika Mama dan Papanya berdiri berdampingan.

"Papa kenapa pakai baju begini sih?"

"Soalnya habis main bulutangkis, Papa mandi sekalian di sana. Terus bawa baju gantinya cuma ini."

"Enggak match sama Mama, Pa," Oceh Aryanti yang mulai sewot dengan suaminya yang tampak tak bersalah kali ini.

Gadis yang mendengar ocehan Mamanya menjadi lebih lepas tertawa. Siapa sangka Mamanya yang sudah lansia masih peduli pada hal-hal remeh seperti ini. Lagipula berdasarkan pengalaman Gadis bekerja di bank, justru beberapa nasabah prioritas yang ia kenal akan berpenampilan seperti Papanya ini yang sangat cuek namun saldo di rekeningnya sanggup membuat budak corporate seperti dirinya dulu insecure. Bagi mereka penampilan bukan hal yang penting karena mereka tak ingin terlihat kaya tapi mereka ingin menjadi kaya.

"Mama sama Papa di rumah aja kalo mau ribut masalah ini. Sekarang aku mau minta nota sama titipan aku tadi, Ma."

Aryanti mengernyitkan keningnya. Jika Gadis berpikir ia akan meminta ganti atas serundeng kelapa yang dirinya beli tadi, maka anaknya ini telah salah besar. Ia tidak akan mau menerima uang itu.

From Bully to Love MeWhere stories live. Discover now