80. Aku Harus Tahu Keluarga Kamu Dulu

3.2K 472 24
                                    

Leander memandang pagar tinggi menjulang yang ada di hadapannya dengan tatapan bingung. Apalagi saat ia mengingat perkataan Gadis di dalam taxi online tadi jika rumah Sudibyo dan Aryanti yang akan mereka datangi cukup sederhana. Siapa sangka jika yang ada di hadapannya saat ini justru bertolak belakang dengan perkataan Gadis. 

"Bunda?" Panggil Leander yang membuat Gadis menundukkan kepalanya.

"Ya?"

"Apa kita enggak salah rumah? Kata Bunda rumah Oma sama Opa itu sederhana."

"Enggak, Le. Ini rumah Oma Yanti sama Opa Dibyo. Ayo kita masuk," Ucap Gadis sambil berjalan menuju ke arah pos satpam untuk meminta dibukakan pintu.

Setelah Gadis meminta satpam membukakan pintu untuknya, ia harus menunggu beberapa saat hingga pintu gerbang tinggi itu terbuka. Begitu pintu terbuka, Leander mengedarkan pandangannya untuk menyapu halaman rumah orangtua Gadis yang memiliki taman yang luas, air mancur besar bahkan lampu-lampu taman yang indah.

"Kalo rumah sebesar ini kata Bunda sederhana, terus rumah Ayah itu apa?"

"Masuk kategori miskin, Le. Sudah lebih miskin dari Papa, Om Wilson sama Om Adit, sekarang ditambah lebih miskin daripada Bunda Gadis."

Gadis memilih diam dan tidak menanggapi perkataan Gavriel. Ia tahu dirinya salah karena mengatakan kepada Leander jika rumah kedua orangtuanya cukup sederhana karena toh bocah ini sudah biasa hidup dengan tidak menginjak bumi sejak lahir. Gadis mengetahui hal ini dari cerita Gavriel saat mereka sering mengobrol melalui pesan whatsapp dan telegram.

"Kalo Ayah mau, rumah Daddy sama Mommy buat Ayah aja. Ayah bisa tinggal di sana."

Seketika Gavriel langsung menutup mulutnya rapat-rapat. Ia tak pernah menyangka jika Leander akan mengatakan hal ini. Lagipula tanpa banyak berpikir, ia akan menolak dengan tegas jika diberi rumah itu. Rumah bekas pembantaian hingga menyebabkan beberapa orang kehilangan nyawanya. Demi apapun, tak peduli ia adalah laki-laki, tapi dirinya cukup takut tinggal di rumah yang memiliki kisah sejarah mengerikan seperti itu.

"Enggak usah. Ayah sudah punya rumah meskipun enggak besar tapi cukup aman dan nyaman ditinggali."

"Ayah... Ayah, Ayah tinggal di sini aja sama Oma dan Opa. Bunda juga tinggal di sini 'kan?"

Gadis yang merasa kasihan melihat Gavriel yang sejak tadi lebih banyak mengasuh Leander, mencoba membantunya untuk menjawab.

"Enggak bisa begitu, Le. Ayah sama Bunda tidak boleh tinggal satu rumah."

"Memangnya kenapa?"

"Karena Ayah sama Bunda tidak terikat dalam pernikahan."

Melihat reaksi Leander yang tampak bingung dengan penjelasannya. Gadis jadi bertanya-tanya apakah ia sebenarnya belum menguasai cara berkomunikasi dengan balita? Sepertinya penjelasannya yang terakhir terlalu berat untuk anak balita berusia tiga tahunan.

Otak Gadis mulai berpikir tentang penjelasan yang mudah untuk dipahami bocah tiga tahun ini namun otaknya mentok. Ya, Tuhan... Gadis tak tahu jika ternyata dirinya separah ini dalam urusan berkomunikasi dengan anak kecil. Pantas saja Tuhan belum mengijinkannya menjadi seorang ibu karena nyatanya hal sesederhana ini saja ia tidak menguasainya dengan baik.

Melihat Gavriel berhenti berjalan dan berjongkok di hadapan Leander, Gadis turut menghentikan langkah kakinya dan menatap interaksi bapak dan anak jadi-jadian ini.

"Le, Ayah sama Bunda belum bisa tinggal bersama seperti Daddy dan Mommy kamu dulu. Nanti kalo Ayah sama Bunda tinggal bersama, terus Lean punya adek bayi mau enggak?"

From Bully to Love MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang