20. Terima Kasih

7.2K 667 81
                                    

Malam yang gelap nan dingin, bersamaan dengan turunnya hujan yang sangat deras. Ditemani dengan suara gemuruh yang menggema di dalam kediaman keluarga Arkatama, membuat suasana di dalam rumah tersebut terasa sangat mencekam. Hal ini semakin lengkap dengan Sean dan Gracia yang terus bertengkar tanpa henti sejak tadi. Keduanya terus menerus beradu argumen tentang siapa yang benar, dan siapa yang salah.

"Kamu gak pernah becus ngurusin anak-anakku, Gracia!" bentaknya keras tepat di depan wajah Gracia. Membuat wanita itu membelalakkan matanya, memberikan tatapan membunuh pada Sean.

"Semua ini salah kamu, Sean! Kalau aja Hazel gak berteman dengan Clara anak kamu itu, semua ini gak akan terjadi! Dia gak akan jadi perundung kaya Clara! Semua ini pasti ulah Clara yang menghasut Hazel!"

"Jaga ucapan kamu, Gracia Adhyaksa! Jangan pernah kamu salahin mereka apalagi bilang hal buruk tentang anak-anak kamu!" titah Sean dengan napas memburu. Pada sisi lain, Hazel lagi dan lagi menutup kedua telinga Clara, berusaha membuat Clara tidak mendengar semua ucapan menyakitkan yang dilontarkan oleh kedua orangtuanya.

"Anak kita itu cuma Hazel! Clara itu anak Anin, selingkuhan kamu yang udah ninggalin kamu gitu aja, Sean! Kamu itu harusnya lebih perhatiin Hazel, anak kandung kamu! Bukannya ngurusin anak orang lain!" Gracia terus menerus berteriak. Mulai naik pitam, pria itu melayangkan tangannya, mendaratkannya tepat pada pipi mulus sang istri. Meninggalkan tanda kemerahan di sana.

"Aku kira kamu beda sama kakak aku, Sean. Aku kira kamu beda sama Papa aku," lirih Gracia seraya memegang pipi yang memanas usai ditampar oleh Sean. "Gak kamu, Hendra, dan Papa. Semuanya brengsek." Gracia melangkah mundur kemudian melenggang pergi menuju kamarnya, meninggalkan Sean yang mulai memijit pelipisnya, pusing akan kelakuan Gracia.

Sean mengacak rambutnya frustasi. Semua semakin rumit. Ucapan Gracia tidak sepenuhnya salah. Hanya saja, ia akan sangat tidak terima jika sang istri mengatakan hal buruk tentang kedua anak kesayangannya. Walaupun dari ibu yang berbeda, Hazel dan Clara merupakan anak dari darah daging Sean sendiri. Dan Sean benci setiap kali sang istri membedakan dan terus membandingkan Hazel dengan Clara.

Sean mulai melangkahkan kakinya menuju ke kamar dimana Hazel dan Clara berada. Pria paruh baya itu mengetuk pintu kamar tersebut beberapa kali, sampai akhirnya Hazel membukakan pintu dan memunculkan wajahnya lengkap dengan senyum manisnya yang khas.

"Clara ada di dalam sama kamu, Hazel?" tanya Sean sangat ramah, Hazel mengangguk pelan sebagai jawaban. Gadis itu mengizinkan sang ayah untuk masuk ke dalam kamarnya, duduk di tepi ranjang kedua putrinya. Beliau duduk kemudian Clara dan Hazel ikut duduk mengapitnya.

"Maaf," ucap sang ayah. Kata pertama yang keluar saat keduanya mulai menyimak, mendengarkan apa yang sang ayah akan katakan. "Maaf ... Papa belum bisa jadi sosok "ayah" yang baik untuk kalian berdua."

Sean merengkuh keduanya, mendekapnya erat kemudian mengecup pucuk kepala Hazel dan juga Clara secara bergantian. "Andai kalian tau, kalian adalah hal paling berharga yang Papa miliki. Kehadiran kalian dalam hidup Papa, adalah suatu hal yang paling Papa syukuri," jelasnya panjang lebar. Hazel dan Clara hanya tersenyum tipis mendengar tutur sang ayah.

"Bahkan, kalau Papa disuruh untuk mengulang waktu, mengulang masa lalu, Papa akan tetap melakukan hal yang sama biar Papa bisa peluk kalian secara bersamaan, seperti apa yang kita lakuin saat ini."

Kalimat menenangkan serta pelukan hangat yang saat ini mereka rasakan ... andai Gracia dapat menerima kehadiran Clara, sepertinya Hazel akan menghentikan waktu pada saat ini juga. Berpelukan erat, menjaga satu sama lain, saling menyayangi, saling memahami. Hanya keutuhan yang Hazel butuhkan, bukan pertengkaran apalagi perpecahan dan perpisahan.

Obsessed (GitKath)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang