Bintang Jatuh

5.5K 327 39
                                    

Aku mengepakkan sayapku di atas lautan Mermaidion yang berkilauan karna diterangi sinar bulan. Bisa kulihat para peri duyung mengikutiku dari dalam air. Sesekali mereka melompat ke udara, memamerkan lompatan indah yang memesona para peri bulan.  Peri bulan kebanyakan terdiri dari laki-laki, mereka bertugas untuk menjaga sinar bulan hingga pagi.

Salah satu peri duyung yang ekornya berwarna keemasan melompat ke arahku hingga membuat seluruh tubuhku basah. Ia tertawa lalu melakukannya berulang-ulang. Gerakannya diikuti empat peri duyung yang masing-masing dari mereka memiliki warna ekor yang berbeda namun tetap berkilauan jika terkena sinar bulan. Jika melihatnya dari atas, mereka terlihat seperti permata yang sungguh mencuri hati.

"Hei, hentikan!" pekikku lalu berhenti terbang karna kedua sayapku basah dan terasa begitu berat.

"Dream Cacther, apa yang kau cari di rumah kami?" tanya si ekor emas. Ia dan keempat temannya berenang menuju bebatuan. Aku mengikuti mereka dan berhenti di salah satu batu karang.

"Melihat bintang jatuh," ucapku lalu memeluk kedua lututku. Kelima peri itu tertawa, yang berwarna kelabu menghampiriku, ia menelungkupkan kedua tangannya disisi batu sambil tersenyum padaku yang hanya sebesar jari telunjuknya.

"Kau tahu, bintang yang jatuh sudah dikubur di dalam kerang," katanya sambil menampung serbuk putihku yang berbentuk bintang dengan kedua telapak tangannya. Dalam sekali kedipan mata, serbuk-serbuk itu berubah menjadi mutiara putih yang indah. Benar, bintang yang jatuh dari langit akan ditampung para peri duyung menggunakan kerang muda. Setelah berumur enam puluh hari, serbuk bintang jatuh akan menjadi mutiara. Seketika, bulu-bulu halus diseluruh tubuhku berdiri, mengira-ngira apakah aku yang berikutnya?

"Tugas Dream Catcher sangatlah berat. Untung aku dilahirkan menjadi peri duyung, hihihi," si ekor merah muda menyeringai padaku.

"Tapi, kami tidak pernah membuat manusia berujung pada kematian," ucapanku membuatnya bungkam.

Peri duyung mungkin terlihat sangat anggun, cantik dan memesona. Mereka suka bernyanyi dan duduk di atas batu-batu karang. Tugas para peri duyung adalah menjaga birunya air laut dan membawa ikan menuju nelayan miskin. Ada sebagian peri duyung yang jahat, mereka suka menggoda manusia dengan nyanyiannya yang indah. Banyak manusia yang tertarik lompat kelaut  untuk mengejar cahaya berkilauan di bawah sampan kecil mereka, padahal itu adalah ulah para peri duyung jahat yang akan membawa mereka pada kematian.

"Oh, tidak semua kami seperti itu," si ekor emas membela diri.

"Ya, tidak semua," kataku sambil mengayunkan tongkat. Bagaimana bisa aku lupa kalau aku bisa mengeringkan sayapku dengan tongkat sihirku. Aku mengayunkannya sekali, seketika sayapku mengepak lebih cepat dari dua menit yang lalu.

"Siapkan cangkang kerang kalian karna akan ada bintang jatuh lagi," ucapku setelah melayang di atas mereka.

"Kenapa kau begitu yakin?" tanya si ekor hijau kekuningan.

Aku diam sebentar. Memandang lepas lautan yang tak berujung. "Para penangkap mimpi sering jatuh cinta, mungkin bintang-bintangku akan berjatuhan juga, sama seperti mereka...." ntah mengapa aku merasa begitu bodoh dan yakin kalau aku akan jatuh cinta dengan calon tuanku itu.

"Saat satu bintang jatuh ke bumi, maka akan ada seribu Dream catcher yang lahir. Siapa tahu, kau akan dilahirkan kembali."

"Kalaupun iya, aku akan minta dilahirkan menjadi manusia," aku tersenyum mendengar kata-kataku sendiri. Dengan sekali hentakan kaki diudara, tubuhku melambung tinggi. Ketika aku melihat ke bawah, kelima peri duyung itu kembali berenang. Mereka seperti bintang-bintang yang jatuh dari langit, berkilauan sampai ke dasar laut.

Sudah waktunya.

"Kau akan pergi?" tanya Carrol, sahabat terbaikku.

"Sama sepertimu. Bagaimana dengan calon tuanmu?" Aku kembali bertanya. Carrol mendarat lalu duduk di salah satu ranting pohon. Sayapnya yang bersinar mengepak lembut.

"Dia anak kecil, Lina. Aku beruntung, bagaimana denganmu?"

Anak kecil? Tidak ada bintang yang jatuh jika para Dream Cather menjaga mimpi anak-anak kecil. Justru yang mencemaskan adalah jika kami menangkap mimpi-mimpi buruk dari orang dewasa. Mereka bilang, manusia adalah makhluk yang egois namun penuh kasih sayang. Mereka terkadang ceroboh tapi tidak akan menyakiti. Mereka—laki-laki—cenderung lemah namun akan terlihat kuat untuk melindungi para gadisnya.

Aku tidak mengerti kenapa kami bisa jatuh cinta pada manusia, meskipun aku takut... tapi ntah kenapa aku juga begitu penasaran. Tapi tidak! Aku tidak boleh jatuh cinta pada manusia meskipun itu bukanlah hal terlarang bagi kami para Dream Catcher. Karna hal itu hanya akan merugikan diri kami sendiri, musnah seperti pendaran bintang dan tidak akan pernah kembali lagi. Itu cukup untuk membuat sekujur tubuhku bergetar ketakutan setiap membayangkannya.

"Jam 12 malam, sudah saatnya memperkenalkan diri," Carrol mengepakkan sayapnya lebih cepat, aku hanya membalasnya dengan anggukan kecil sebelum terbang menuju rumah Ken.

  ☆ ★☆ ★

-PERTEMUAN-

KEN bersandar di jendela kamarnya sambil sesekali menguap menahan kantuk. Berkali-kali juga ia mengerjapkan matanya untuk menghilangkan barang sedikitpun rasa kantuknya. Aku mengayunkan tongkat sihirku ke wajahnya yang sungguh, terlihat begitu lesu. Dengan sekali ayunan saja, cahaya berkilauan berbentuk bintang bertaburan tepat di depan matanya. Bahkan ia sempat mengerjap-ngerjap untuk melawan sensasi dingin yang justru menurutnya ajaib karna mampu menghilangkan rasa kantuknya.

"Heiii?" sapaku lalu mendekat dan berhenti satu jengkal di depan matanya. Ia mengerjapkan matanya sekali, dua kali, hingga sepuluh kali.

"Kau bisa melihatku?" tanyaku sambil berputar-putar di depan wajahnya. Ken mengikuti gerakanku, ke atas, ke bawah. Bibirnya yang tadi mengatup rapat perlahan terbuka bersamaan dengan kelopak matanya yang membesar.

"Halo, Tuan?" aku menyapanya lagi sambil meletakkan kedua tanganku di atas pinggang.

Plak. Ia menampar pipinya dengan keras lalu meringis kesakitan. "Aku pasti sedang bermimpi," katanya lalu kembali mengerjapkan mata.

"Tentu saja tidak," ucapku lalu berputar-putar di hadapannya. Bola matanya mengawasi setiap gerakanku.

"Aaaaaarrgh!" Ken mundur sambil mengibaskan tangannya ke arahku. Aku menjauh sambil mendecak keras. Apa begini reaksi manusia setiap bertemu dengan kaum peri? Ken berhenti tiga langkah untuk kembali mengamati tubuh mungilku yang bercahaya. Satu jarinya terulur untuk menyentuhku. Wajahnya terlihat pucat dan tegang.

"Aku tidak percaya ini, kau... seperti... Peri?"

Aku mengangguk serta mengedipkan mataku sekali. Manusia tidak percaya peri tapi banyak dari mereka yang tahu seperti apa ciri-ciri kami.

"Kau pernah dengar istilah ini, Tuan? Yang tak terlihat, bukan berarti tak ada. Aku peri penangkap mimpi, datang untuk menangkap semua mimpi burukmu. Hidup denganmu selama empat belas hari sampai mimpi burukmu hilang," jelasku perlahan agar dia mengerti apa yang aku katakan.

"Peri penangkap mimpi?"

"Dream catcher," jawabku lalu menghentakkan kaki di udara. Seketika tubuhku berubah besar, nyaris menyamai tinggi tubuh Ken.

14 hari dimulai dari sekarang.

Dream CatcherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang