Jatuh cinta

4.7K 386 85
                                    

Si Pipi Buah Apel. Begitu Ken memanggilku. Bagiku, itu terdengar lucu. Cara ia mengucapkannya, warna suaranya, entah kenapa membuatku ingin terus mendengarnya. Hari ini, Ken sedang menginap di luar kota. Katanya, ia harus menemui salah satu temannya untuk membicarakan film animasi terbaru mereka.

Rasanya... Sungguh sepi. Ini hari ke-12 aku tinggal bersama Ken. Tugasku akan selesai dua hari lagi. Aku bisa kembali dan tetap menjadi peri. Tapi, rasanya... menyedihkan. Di satu sisi, aku tidak ingin pergi begitu cepat. Tapi, jika aku terus bersamanya, bisa saja aku jatuh cinta padanya. Di dekatnya, ritme jantungku berdetak dua kali lebih cepat. Setiap ia menyentuhku, sel tak kasat mata dalam tubuhku menimbulkan percikan kehangatan yang mendamaikan.

Terlena namun juga nelangsa. Aku tidak boleh mengharapkannya. Perasaan mendamba ini tidak boleh ada. Ken, bukan bagian dariku. Aku tidak boleh jatuh cinta dengannya. Sama sekali tidak boleh. Lalu, apa artinya perasaan ini? Saat ia jauh, perasaan rindu menyerangku seketika. Namun di saat ia di sisiku, seakan ada garis merah yang tidak boleh aku lewati untuk lebih dekat dengannya.

Tenang Maroonlina, apa yang bisa terjadi dalam dua hari? Kau akan baik-baik saja, kataku pada diri sendiri. Aku pasti baik-baik saja.

***

Hari ini Ken pulang. Aku membuka pintu saat ia mengetuknya. Jantungku berhenti satu detik saat dengan gerakan tak terduga, Ken mencium pipiku.

"Selamat pagi, Pipi Buah Apel?" katanya sambil tersenyum.

Aku membeku. Ada perasaan gembira saat melihat binar mata dan lengkungan sempurna di bibirnya. Ken menyentuh kepalaku. "Kau baik-baik saja, kan?" tanyanya.

"Ah, i-iya...," suaraku tercekat. Jantungku masih saja berdetak, kali ini bukan dua kali lebih cepat. Mungkin lima kali lebih cepat sampai-sampai aku merasa tak berdaya. Kedua lututku lemas saat melangkah menuju tempat tidur.

"Aku membawakanmu sesuatu. Penasaran?" Ken menghampiriku sambil mengulurkan tangannya yang memegang sebuah kotak berukuran sedang berwarna merah hati.

"Apa ini?" tanyaku. Ken tersenyum, manis sekali. Aku menyentuh rambutnya yang berantakan, hanya untuk sekedar merapikan, tapi yang ada jariku terasa gemetar. Ada apa denganku?

"Hmmm, nanti malam kita makan bersama. Aku akan masak makanan paling enak di dunia. Spesial untukmu!" Ken menopang dagu sambil menatapku. Mata kelabunya memancarkan isi hatinya. Ken sepertinya sedang bahagia.

"Err... baik," jawabku ragu-ragu. Ken tertawa kecil entah karena apa. Lalu, ia beranjak meninggalkanku.

"Berdandan yang cantik ya, Pipi Buah Apel?" katanya sambil lalu. Aku mengerutkan kening bingung, apa maksudnya?

***

Aku tidak keluar dari kamar sejak pagi. Bukan apa-apa. Ken sendiri yang memintaku untuk melakukan itu. Ia bilang, aku boleh keluar kalau pekerjaannya sudah selesai. Ia juga menarik tirai pembatas antara ruangan kamar dan dapur. Dengan begitu, aku tidak bisa melihat apa yang ia lakukan di sana. Aku juga sempat mendengar Ken menggerutu.

"Seharusnya aku membuat pintu di sini. Atau aku perlu ruangan lain. Hemm... "

Ken sepertinya sedang sibuk sekali. Saat aku berjingkat-jingkat menghampiri tirai, kepala Ken tiba-tiba muncul dari balik tirai. "Kau tidak bermaksud untuk mengintipku, kan? Aku sedang telanjang di sini," kata Ken dengan mimik wajah serius.

Pipiku panas mendengarnya. Dengan cepat aku menggeleng.

"Bagus kalau begitu silakan kembali ke tempat tidur," katanya lalu tersenyum. Tidak mungkin dia telanjang? Memangnya dia mau apa? Huh, pasti dia sengaja berkata begitu agar aku tidak boleh tahu apa yang sedang dia kerjakan. Baiklah kalau begitu.

Dream CatcherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang