Mencintaimu

1.1K 103 29
                                    

"Siapa pun kau, seperti apa pun kehidupanmu, di mana pun kau tinggal, dan dari mana pun kau berasal... aku mencintaimu."

Aku mencintaimu. Mencintaimu....

Kata-kata Ken dan bagaimana cara ia mengatakan kalimat itu masih terpatri di benakku. Bagaimana nada suaranya, huruf vokalnya, aku ingin terus mendengarnya. Tapi, semakin lama berada di pelukannya, tenggelam dalam matanya yang kelabu, hanya akan membuat seluruh tubuhku tak berdaya.

Jadi, saat ia melepas pelukannya, segera aku mengubah bentuk menjadi peri dan terbang menembus angin malam. Cahaya bulan yang menerebos celah-celah pepohonan dan daun menemani perjalananku menuju laut Mermaidion. Ada yang ingin aku tanyakan pada peri-peri duyung itu.

"Dream Catcher! Apa yang terjadi? Air laut terasa sangat manis hari ini, pertanda akan ada bintang yang jatuh," Peri-peri duyung itu ternyata sudah menungguku di atas batu karang. Mereka banyak sekali. Mata bulat dan besar mereka menatapku takut-takut.

"Aku... tubuhku... sakit sekali..." kataku setelah mendarat di hadapan mereka.

"Kau jatuh cinta pada tuanmu?" Salah satu di antara mereka bertanya.

"Itu... di luar kuasaku..."

"Dream Catcher yang malang," seru mereka hampir bersamaan.

"Bintangmu akan berjatuhan!"

"Kau akan musnah!"

"Tidak akan pernah kembali."

Aku menangis sambil memeluk kedua lututku. Aku tahu itu. Aku tahu aku akan mati kalau mencintai Ken. Aku tahu aku tidak akan pernah bisa berada di sisinya. Menikah dengannya, hidup bersamanya selamanya. Aku tahu itu tidak akan pernah terjadi. Tapi, segala kebaikannya, sikapnya, sentuhannya, membuatku lupa akan garis merah yang membatasi kami.

"Kembalilah, katakan padanya..." Salah satu dari mereka berbisik lembut. "Katakan kalau kau juga mencintainya... Ceritakan padanya apa yang akan terjadi sebentar lagi... Jangan biarkan dia merasa jatuh cinta sendiri...."

Aku menatap sepasang mata hijau itu. "Berapa lama waktu yang kupunya?"

"Tidak lama." Peri berekor ungu menghampiriku. "Tubuhmu semakin lemah. Air laut terasa semakin manis. Kami akan menyiapkan cangkang kerang untuk bintang-bintangmu...."

"Apa kalian percaya dengan permohonan saat bintang jatuh?"

"Kau berharap lahir kembali?"

"Kau ingin lahir menjadi manusia?"

"Kau mau tuanmu memohon agar kau kembali?"

Pertanyaan itu begitu menohok dan membuatku jadi merasa malu sendiri. Kudengar mereka semua berbicara dalam bahasa peri duyung yang tidak aku mengerti.

"Kembalilah... dia sedang menunggumu. Sudah tidak ada waktu lagi." Si mata hijau berkata lagi. Aku mengangguk dan mulai terbang menjauh. Di tengah perjalanan saat melintasi lautan, serbuk bintangku tidak lagi berkilauan. Sayapku terasa sangat berat dan aku seolah akan jatuh.

"Maroonlina!" Suara itu membuatku menoleh ke belakang.

"Carrol?"

Carrol menatapku dengan mata berkaca-kaca seperti air laut. Ia melingkarkan tangannya ke pundakku dan membantuku untuk terbang lebih tinggi.

"Kau melakukannya?" tanya Carrol setelah kami tiba di dalam hutan. Aku tidak menjawab. Lagipula Carrol pasti sudah tahu jawabannya. "Kau jatuh cinta padanya?"

"Apa yang bisa aku lakukan?"

"Tidak ada lagi yang bisa kau lakukan kalau pertanyaan itu kau ajukan sekarang!" Carrol menatapku garang. "Kau akan mati, kau akan menjadi bintang jatuh, kau akan musnah, kau tidak akan kembali lagi!"

"Itu bukan pilihanku."

"Seharusnya kau tidak jatuh cinta dengannya!"

"Kau tidak tahu bagaimana dia, Carrol. Dia sungguh baik padaku. Dia terlihat begitu tulus...."

"Dan kau melupakan siapa kau, dan dari mana asalmu, dan seperti apa akhir hidupmu kalau kau memberikan hatimu padanya!"

Aku bisa melihat kemarahan dari sorot mata Carrol, namun juga kesedihan. "Selamanya, Dream Catcher... hanya untuk mimpi-mimpi manusia. Kita tidak akan bisa menjadi bagian mereka di dunia nyata. Kita harus berperan seperti mimpi bagi mereka. Tidak nyata. Aku akan kehilanganmu!" Carrol melepas tangannya dari tubuhku dan bersedekap. "Aku benci harus mengatakan salam perpisahan! Aku benci!"

"Carrol... aku tidak menyesal..."

Mata Carrol yang besar kini mengeluarkan cairan bening yang berkilauan. "Kau bodoh!" teriaknya.

"Aku tidak menyesal jatuh cinta padanya. Sekarang aku tahu bagaimana rasanya dicintai dan mencintai...."

"Kalian tidak saling memiliki. Itu bukan arti cinta yang sesungguhnya!"

"Cinta tidak selamanya harus dimiliki. Suatu saat, kau pasti akan merasakannya."

"Aku tidak ingin mati sia-sia!" Carrol berteriak, memecah keheningan malam.  Dan aku hanya menatapnya sambil tersenyum. Lantas, saat aku mau berkata-kata lagi, Carrol memelukku erat sekali. "Aku tidak akan punya teman sebaik dirimu lagi. Ke mana aku harus mencari sahabat sepertimu, Lina? Aku menyayangimu... selamat tinggal."

Dalam sekejap mata, tubuh mungilnya menjauh dan menyisakan serbuk keemasaan di kulitku. "Aku juga menyayangimu, Carrol," suaraku terdengar kecil tapi aku tahu dia pasti bisa mendengarnya. Menyadari langit semakin gelap dan bintang tak lagi terang, aku kembali terbang menuju rumah Ken.

***

Jantungku berdetak tidak normal saat aku tiba di rumah. Tubuhku juga terasa begitu lemah. Ken menyambut kepulanganku dengan  wajah cemberut.

"Apa yang kau lakukan di luar sana? Kenapa kau pulang selarut ini?" tanyanya dengan nada kesal. Aku mengubah bentukku menjadi manusia peri. Saat kakiku mulai melangkah menghampirinya, kakiku terasa sangat rapuh hingga aku terjatuh.

"Pipi Buah Apel, kau tidak apa-apa? Kenapa badanmu dingin sekali?" ucap Ken saat ia menyentuhku.

"Tuan," Aku menepis lemah tangannya. "Ada yang ingin aku ceritakan padamu."

***

Ketika tak lagi kurasakan hangat, tangan besar Ken yang kokoh menopang tubuhku dan memelukku dengan rapuh. Air matanya berjatuhan di pipiku. Ia tersenyum, menatap mataku yang menatapnya. Berbicara lewat mata dalam satu waktu yang menyiksa.

"Maafkan aku," katanya, selirih angin. "Katakan padaku, apa yang harus kulakukan sekarang?" serunya lagi.

"Cukup pandangi langit dan tersenyumlah, aku melihatmu dari sana."

"Kenapa kau baru mengatakannya sekarang, kalau aku tahu dari dulu, aku tidak akan mengganggumu,"  Ken mengusap lembut pipiku. "Aku tidak akan menunjukkan isi hatiku padamu,"

"Aku akan sangat sedih kalau kau melakukan itu," Aku mengangkat satu tanganku untuk menyentuh sudut mata indah milik Ken. Mata kelabunya mengingatkanku dengan langit mendung dan hujan.

Ken mengusap rambutku, mengecup bibirku lalu berkata, "Percayalah, meski kau dan aku berbeda, aku mencintaimu."

Aku tersenyum dan mengerjapkan mata pelan, "Aku juga mencintaimu.Sampai ... jumpa, Tuan."

Semakin banyak kata cinta, semakin sedikit waktu yang kupunya. Ceritaku berakhir sampai di sini.

***

Dalam sekejap mata, tubuh mungil yang tadi berada di pelukan Ken melesat terbang menuju langit. Mula-mula kecil, lalu setelah tiba di langit hitam pekat, cahaya itu berubah besar, menerangi sebagian langit malam.

Ken melihat sesuatu yang berkilau melintas di atas sana, lalu jatuh membentuk garis panjang.

Ia lalu berbisik  lirih, "Kembali lah..."

***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 29, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dream CatcherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang