Maroonlina

4.1K 358 76
                                    

KEN masih menatapku dengan manik abu-abunya yang bersinar di bawah lampu kamar. Seperti bintang Sirius, terang dan hidup. Aku tidak tahu kenapa dia bisa memiliki mata seindah itu. Jika itu lautan mungkin aku akan menenggelamkan diri ke dalamnya.

“Dream catcher?” ia mengulang ucapanku. Aku mengangguk kecil lalu duduk disisi kasurnya yang lembut.

“Kalian… benar-benar ada?” ia bertanya dengan ekspresi yang masih sama. Takut, ragu, namun juga penasaran.

“Seperti yang kau lihat, tuan.” Aku mengayunkan kedua kakiku yang pucat. Ken mengusap tengkuknya, aku tahu ia sedang berpikir sekarang. Mungkin, bagaimana dan kenapa aku bisa ada disini.

“Sekarang kau… manusia?” Ken menelengkan kepalanya, kerutan halus didahinya mengatakan bahwa ia sungguh ingin tahu.

“Ya, dan hanya kau yang bisa melihatku seperti ini,” jelasku. Matanya berkedip dua kali. Perlahan ia bersandar di meja bundar yang setinggi pinggangnya.

“Kenapa?”

“Karna memang begitulah peraturannya.”

Apa, kenapa, dan bagaimana, aku hanya tersenyum melihat Ken mengernyit berkali-kali. Ia pasti bertanya-tanya didalam diamnya. Ken memutar bola matanya saat melihat tiga pinion terbang tepat di depan wajahnya.

“Ap-apa ini?” Ken melihatku dengan ekspresi takut.

“Mereka sama sepertiku, peri pinion. Kami menyebutnya malaikat kecil. Tanpa mereka, kau tidak akan tahu seperti apa wangi bunga,” ucapku lalu berdiri dan mengulurkan tangan. Satu diantaranya duduk di atas telapak tanganku. Kekurangan dari para pinion adalah, mereka tidak bisa bicara, mereka hanya bisa mengeluarkan suara yang terdengar seperti bisikan, tapi kami sesama peri mengerti apa maksudnya.

“Ada apa?” tanyaku. Ia menunjuk Ken sambil memasang wajah kesalnya.

“Apa?” Ken menunjuk wajahnya sendiri dengan jari telunjuk. Satu pinion menarik ujung telunjuk Ken lalu menggigitnya. Ken tertawa, menunjukkan deretan giginya yang putih bersih. Pinion kecil itu menyilangkan kedua tangannya di atas dada lalu cemberut.

“Geli,” kata Ken disela derai tawanya.

“Kau sudah mengganggu tidur mereka, tuan,” kataku pada Ken. Ken yang masih tertawa menoleh padaku, ia mengatup bibirnya rapat-rapat lalu memiringkan kepalanya untuk melihat para pinion lebih cermat.

“Kau tahu, hmmm, aku rasa otakku sudah bergeser dari tempatnya. Mungkin aku sudah gila dan bicara sendiri sekarang. Kalian… hanya khayalanku saja!” Ken berbicara sambil menggerakkan kedua tangannya, ia bergantian menunjukku dan para pinion. Kami hanya mendengarkannya penuh perhatian.

“Benar, ini hanya imajinasiku saja. Peri atau apalah itu namanya… tidak ada.” Ken berjalan ke tempat tidur lalu meringkuk ke dalam selimut, menutup seluruh tubuhnya. Para pinion bercakap-cakap padaku tanpa suara.

“Ya, dia bisa melihat kalian karna sihirku. Pergi dan tidurlah. Tidak akan terjadi apa-apa,” kataku menenangkan ketiga pinion bersayap putih itu. Merasa puas mendengar penjelasanku, mereka segera terbang menuju bunga-bunga tulip dan kembali tidur diatas kelopaknya.

“Aku tidak percaya ini! Kalian, benar-benar ada!!!” pekik Ken setelah muncul dari dalam selimutnya. Dia masih bertanya-tanya dan tidak percaya, rupanya.

“Kau boleh menyentuhku kalau tidak percaya,” Aku mengulurkan tanganku ke arahnya. Ken melirikku takut-takut. Pelan namun pasti, Ken meletakkan telapak tangannya di atas telapak tanganku. Sadar karna aku benar-benar nyata dan bukan bagian dari imajinasinya, Ken mengangguk kecil lalu menarik tangannya.

Dream CatcherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang