chap4: confused

1.2K 44 0
                                    

07.30 AM

Ini masih sangat pagi. Aku terbangun merasakan mataku masih sedikit berkunang-kunang dan kepalaku yang sudah tidak se-berat batu seperti kemarin, mengingat aku menghabiskan sisa malamku untuk meneguk ber gelas-gelas vodka bersama Jammie.

entahlah, mungkin Jay masih marah denganku, merutuki betapa bodohnya aku yang menelpon Ayah di saat asik-asiknya menikmati bebas, ke-sendirian, ke-liaran ini. Toh, andaikan saja aku tidak menelpon Ayah kemarin, mungkin kau mengira, aku masih bisa belanja sepuas mungkin. Tetapi, tetap saja aku masih bisa terlacak lewat kartu kredit, kan?

I’m starving. yeah.. I’m hungry. I need food!

Aku berjalan sempoyongan menuju kamar mandi, berusaha meraih wastafel yang jaraknya mungkin hanya 3 langkah. Setelah aku berhasil meraih wastafel, aku membasuh wajahku. mungkin air dapat membantu menyadarkanku. Yeah.. who knows.

“apa yang kau lakukan sepagi ini?” aku terlonjak mendengar suara Jammie yang mengagetkan di belakangku.

“kau mengagetkanku, Jay.”

“kau masih merasa pusing?” tanya Jay memicingkan matanya, meneliti setiap kerutan aneh di wajahku.

“hm, masih. But, it’s fine

“hahahahha jangan terlalu memaksa dirimu, darl. I know you so well” ya ya ya, aku tidak bisa berbohong jika sudah berhadapan dengan Jammie. Dia sangat mengenalku. Aku hanya dapat memutar mataku mendengarnya maki an dari Jammie.

“baiklah, baiklah. Aku sangat lapar, Cass. Kita mendapat buffet breakfast, kan?”

“ofcourse. Tapi, bagaimana dengan makan siang, malam dan cemilan kita, Jay? Apa uang kita cukup?” bodohnya aku dan Jammie yang selalu mengandalkan kartu kredit untuk dibawa kemana-mana. Dan saat inilah musibah terjadi pada kartu kredit kita.

I know. Kita sangat bodoh. Ini sebagai pelajaran, bahwa jangan selalu bergantung pada kartu kredit. Benar bukan? sudahlah, hun. Masalah itu, nanti kita pikirkan” Jay melangkahkan kakinya menuju kamar mandi beserta handuk yang dibawanya, lalu menutup pintu kamar mandi seolah tidak menggubris ke khawatiranku.

“kita menghadapi jalan buntu, Jay. Jangan pikirkan nanti. Bagaimana kalau kita tidak bisa makan?”

Aku mendengar Jay mendesah frustasi dari dalam kamar mandi, lalu membuka pintu kamar mandi dan memekik kesal ke arahku.

“mungkin, kita harus bekerja sementara waktu untuk mendapat uang. Okay?”

BRAK!  Jay menutup pintu kamar mandi dengan kasar.

APA?!!! Bekerja?!! Aku membayangkan diriku yang bekerja sebagai pelayan restoran, pencuci piring, petugas kebersihan toilet dan sebagainya demi sesuap nasi di Negeri orang.

Astaga,  Anak semata wayang dari seorang Andreas Beneddict akan berkerja seperti itu?!!!! Oh, cmon hun. It’s BIG NO!

*****

1.15 PM

Aku melangkahkan kakiku keluar dari ruang administrasi sekolah. menghela napas lega, setelah selesai membayar seluruh administrasi sekolahku, 2 bulan lalu dan bulan ini. akhirnya, aku berhasil membayar uang sekolahku sendiri tanpa bantuan Ibu, aku membayar memakai hasil jerih payahku sendiri selama ini. yap, selama ini jika aku tidak bisa membayar iuran flatku, berarti aku telah membayar uang sekolah. Dan sebaliknya, jika terkadang aku sedang tidak bisa membayar uang sekolah, berarti uang gaji ku telah ku ayaar untuk membayar iuran flat kami. aku hanya berujar kepada ibu, bahwa aku menabung hasil dari penjaga perpustakaan sekolah. That’s totally bullshit.

My TwinWhere stories live. Discover now