4

91 20 26
                                    

tujuan pertama saya adalah mencari ibu.

wanita itu adalah orang yang saya butuhkan saat ini, lebih dari harta benda. saya bisa hidup tanpa uang tapi saya tidak bisa hidup tanpa ibu saya.

saya duduk sebentar di taman untuk berpikir, sampai akhirnya tersadar bahwa yang saya lakukan sekarang adalah pelarian. saya tidak bisa bersantai.

saya memutuskan untuk ke rumah. entah itu masih bisa dianggap rumah atau tidak tapi yang jelas, saya akan kesana. ke tempat dimana saya pernah merasakan hangatnya keluarga.

saya sempat memberhentikan taksi tapi menyuruhnya jalan kembali karena saya tidak punya uang untuk membayar jasa nanti. tekad yang bulat untuk pulang membuat saya mantap berjalan kaki, menempuh perjalanan sejauh sepuluh hingga limabelas kilometer menuju rumah saya.

-----

berjalan sejauh itu tanpa pemanasan menyebabkan saya sampai di tempat tujuan dalam keadaan kram di bagian paha ke bawah.

dulu, saya pernah diberi hukuman berlari mengitari lapangan bola sebanyak 3 kali, dan ketika saya sampai di rumah, kaki saya yang kram disembuhkan oleh ayah. sementara ayah memijatnya, ibu pasti datang membawa teh hangat. dan kamu akan menemani saya dengan obrolan-obrolan yang sebenarnya kurang berguna.

tapi, sekarang, apa saya masih bisa merasakannya, sedangkan tempat untuk bertumpu saja tidak ada?

rumah saya dikelilingi garis polisi dan tentunya, polisi-polisi itu sendiri. saya menatap mereka sinis dari depan pagar rumah. betapa bodoh para pahlawan kesiangan ini, saya tidak dibesarkan sampai sejauh ini hanya untuk melakukan tindak kriminal pada orang tua saya sendiri.

saya tidak bisa menerobos garis polisi karena saat ini keadaannya tidak memungkinkan. kalau saya nekat, saya bisa saja dibawa kembali ke markas mereka untuk mendengarkan mereka tertawa kencang-kencang karena berhasil menangkap buron. dan saya tidak seceroboh itu.

saya memutuskan untuk melanjutkan perjalanan, dengan tujuan yang terdengar mustahil; mencari ayah untuk membantu saya mencari ibu. otak saya sempat melakukan penolakan yang menyebabkan saya hampir menyerah, tetapi hati saya lebih dominan untuk keputusan kali ini.

saya benar-benar tidak tahu kemana ayah pergi malam itu. bahkan arahnya sedikitpun. saya membiarkannya pergi, tanpa tahu apa yang akan ia lakukan di luar sana.

sekarang, apa ayah tahu kalau saya mencarinya? sebaliknya, apa ayah tahu kalau saya ingin dicari olehnya?

ibu sepertinya berhasil menularkan sesuatu dari tubuhnya yang terletak jauh entah dimana. sebuah virus, namanya rindu. virus ini menyergap sekujur tubuh saya.

saya merindukan ayah. lelaki yang menjadi panutan saya. lelaki yang tidak pernah berhenti membuat saya kagum dengan segala pesonanya. lelaki yang mengajarkan saya bahwa hidup ini tidak ada apa-apanya tanpa keluarga.

saya mengusap air mata yang keluar dan membasahi pipi saya.

tapi mengapa ayah malah keluar dari keluarga yang ayah junjung tinggi-tinggi itu? mengapa ayah justru membuat saya mendapatkan bukti bahwa seorang manusia bisa hidup tanpa keluarga?

terlebih lagi, mengapa ayah membiarkan saya menanyakan hal-hal yang entah pada siapa saya bisa dapatkan jawabannya?

ayah, bisakah ayah kembali dan berdiri tegak lagi sebagai fondasi yang kuat, agar saya bisa merakit lagi keluarga yang pernah kita bangun bersama-sama?

runWhere stories live. Discover now