6

54 17 2
                                    

ini tahun keenam saya berkecimpung di dunia kopi, dan saya hampir lupa tujuan saya bergabung dengan cafe ini.

belakangan saya tahu, ayah sehat-sehat saja dan ia sekarang bekerja sebagai pengacara. saya belum pernah menemuinya. saya hanya tahu kabarnya dari koran, namanya mencuat karena kemenangannya membela seorang perempuan dalam kasus pelecehan-entah pelecehan atau kekerasan, saya lupa.

sudah saya bilang, ayah saya lelaki yang jantan, yang sangat amat menghormati wanita.

saya berniat menemuinya hari ini. untuk sekedar menanyakan kabar, karena belum terpikir oleh saya untuk mendiskusikan hal yang lebih jauh lagi, tentang memperbaiki keluarga.

tentang ibu, belum saya dapatkan sekecil apapun petunjuk tentang tempatnya beristirahat saat ini. saya tidak pernah lupa untuk mengirimkan doa untuknya, sambil tetap berharap ia bisa hadir di sisi saya, ya, walaupun mustahil.

segera setelah jam kerja saya selesai, saya pamit kepada para pramusaji lalu masuk ke dalam mobil saya. sejak mino-pemilik cafe-mempercayakan saya untuk menjadi pengelola di sini, pemasukan saya meningkat drastis. mobil ini salah satu hasilnya.

saya membaca sekali lagi alamat yang tertera di website tempat ayah bekerja, kemudian menghidupkan mesin mobil dan menginjak pedal gas.

-----

alunan suara heize menemani saya yang sedang menunggu mobil di depan saya bergerak. macet; satu kata itu yang mampu menggambarkan betapa padatnya jalanan di sore menjelang malam ini. saya bahkan tidak bisa maju satu sentipun dari tempat saya saat ini.

pandangan saya akan kemacetan ini teralihkan oleh sesosok wanita yang tengah melahap makanannya di minimarket yang letaknya tepat di seberang posisi saya. saya memperhatikan caranya makan dan kemudian saya mengangguk, ia orang yang sama dengan ekspektasi saya.

saat lampu lalu lintas berganti warna menjadi hijau, saya buru-buru mengambil jalur kanan untuk putar balik. saya mengganti tujuan kali ini. kantor ayah tidak akan kemana-mana, tapi saya bisa saja kehilangan jejak wanita berseragam polisi ini.

saya berhenti di depan minimarket tersebut. memperhatikan caranya menghabiskan makanan yang ia beli dan caranya membuang sampahnya kemudian naik ke motor. ketika ia mulai bergerak, saya mengikutinya.

perjalanan saya berhenti di depan sebuah rumah dengan banyak pintu. saya membaca plang yang terpasang di depan rumah tersebut. sesuai dugaan saya, ini rumah kos. ia memarkirkan motornya, kemudian masuk ke salah satu kamar.

saya tidak bergerak sedikitpun, masih di sana. saya lega ketika menemukan serpihan masa lalu saya. apalagi, serpihan itu tidak berubah. ia masih sama dengan gadis-kini wanita-yang dulu saya kenal.

caranya tersenyum pada petugas parkir saat membayar jasa parkir tadi mengingatkan saya pada caranya memberikan senyuman dahulu. saya berani bertaruh, derajat lengkung bibirnya masih sama. senyum itu masih memberikan saya ketenangan, layaknya senyum seorang ibu.

saya lebih lega lagi ketika tahu hidupnya sekarang baik-baik saja. ketika tahu ia punya tempat tinggal yang layak, saya tenang. setidaknya ada satu kekhawatiran saya yang kini terhapuskan karena telah saya temukan jawabannya.

saya memutuskan pulang ke rumah setelah duapuluh menit termenung di depan rumah kos tersebut. perjalanan pulang saya terasa lebih ringan karena beban saya berkurang satu.

tapi saat saya melihat pos polisi di tengah jalan, saya terdiam. saat ini saya masih dalam pelarian. memang tidak banyak yang tahu kalau saya ini pernah dituduh sebagai pembunuh, bahkan rekan kerja saya sendiri.

besok, kalau saya bertemu ayah, apakah ia percaya kalau saya tidak melakukan apapun pada ibu?

runTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang