"Aku Tak Seperti Yang Lain, Aku berbeda"

336 2 0
                                    

Gelap tak berarti menakutkan. Tapi gelap menyimpan sejuta misteri. Saat kau masuk dalam dimensi lain, kau hanya punya 2 pilihan. Menyimpannya rapat atau menceritakannya.

Bagi sebagian orang yang tidak mempunyai rasa peka terhadap makhluk lain, adalah hal yang tidak masuk diakal ketika kita bercerita tentang apa yang dilihat, apa yang didengar dan apa yang dirasa.

Di sebuah tempat yang gelap, aku menelusuri setiap lorong yang sunyi. Ku perhatikan sekeliling yang tampak seperti aku kenal.

Kurasakan berat di bagian pundakku. Semakin jauh ku melangkah, semakin berat nafas yang ku hirup.

Hingga aku tak tahan dan jatuh terduduk sambil menekan-nekan dadaku. Ku dengar suara anak kecil sedang berlarian. Kuperhatikan mereka....

2 orang bocah laki-laki dengan menggunakan setelan jas berwarna hitam dan dalam kaos putih, tak lupa dasi yang menempel lucu di bagian leher mereka.

Ku rasa mereka kembar.
Kemana ibunya?
Selarut ini masih bermain diluar rumah.

Mereka terduduk di kursi pojok dekat dengan kran air.

Aku masih belum bisa melihat wajah mereka satu sama lain.
Kuperhatikan kegiatan mereka dari kejahuan.

Mereka mendekati kran air dan bermain air disana.
Aku beranjak dari tempatku, dan mendekati kedua bocah kembar tersebut.

"Nak, jangan main air ya. Sudah malam nanti masuk angin. Sini tante antar pulang, pasti ibu kalian kebingungan" kataku mencoba untuk membujuk mereka.

Seketika mereka terhenti, dan menoleh ke arahku sambil tertawa.
Betapa terkejutnya aku melihat mereka penuh darah dan matanya memerah.
Aku lari sekuat tenagaku sambil berteriak sekencang-kencangnya. Tapi tak ada seorang pun yang datang menolong.

"Tolonggggggggg........"

Nafasku terengah-engah, hampir kehabisan nafas.

"Sayang.. bangun sayang.... kamu kenapa?" Dilan berusaha membangunkanku karena mendengar teriakanku.

Sambil memegang perutku yang mendadak kram, aku pun terbangun.

"Mas, kemana anak kembar tadi ya? Tampaknya dia masih main air di depan rumah. Coba deh kamu lihat mas" pintaku kepada Dilan.

"Anak kembar? Di depan? Main air? Gak ada jam segini sayang, ini tengah malam. Gak ada anak kecil main di luar rumah. Lagian di kompleks sini gak ada tuh anak kembar" jawab Dilan penuh tanda tanya.

"Ada mas, tadi aku liat. Mereka pake setelan jas hitam berdasi gitu mas" Aku berusaha meyakinkan Dilan tentang apa yang aku lihat.

"Sayang dengar, kamu itu cuma mimpi. Itu hanya bunga tidur. Udah ayo tidur lagi aja. Jangan terlalu dipikirkan, kasihan anak kita tuh uda ngantuk" sambil mengelus perutku dan menciumnya Dilan mencoba menenangkanku.

Malam berlalu, datanglah mentari yang siap menyinari dunia. Seperti biasa, aku menyiapkan sarapan untuk suamiku.

Kami melakukan aktivitas seperti biasa. Dilan pergi berdinas dan aku melakukan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga.

Rasanya berat meninggalkan karir demi menjadi ibu rumah tangga. Biasanya setiap pagi hari aku selalu siap untuk menyapa murid-muridku di sekolah. Tapi kali ini berbeda. Setiap pagi aku harus menyiapkan sarapan untuk suamiku, menyiapkan pakaian dinasnya. Dan membawakannya bekal makan siang untuk di kantor. Tak lupa ciuman hangat di dahi, pipi, hidung dan bibirku selalu mendarat dengan sempurna.

Begitulah setiap hari kegiatan yang kulakukan. Aku rela melepaskan karir menjadi guru yang sebelumnya sudah kuarungi, demi menemani Dilan setiap waktu. Dilan adalah pria yang tidak suka istrinya terlalu sibuk, dia ingin istrinya duduk manis di rumah menunggu kepulangannya dan merawat anak-anaknya menjadi anak yang baik.

Sebuah PerjalananWhere stories live. Discover now