BAB 7 Gwanak-gu.

30.7K 1.5K 164
                                    

Anissa mulai merenggangkan kedua tangannya begitu terbangun. Rasanya ia baru saja memejamkan kedua matanya, namun pagi-pagi sekali alarmnya berbunyi dengan suara Adzan yang merdu berkumandang. Waktunya sholat Subuh.

Meskipun ini hari libur dan ia bisa saja mematikan alarmnya, namun Tuhan tak pernah tidur dan malaikat pencatat amal keburukan tak pernah lalai untuk mencatatnya.

Usai melaksanakan sholat, Anissa berencana untuk membereskan tempat tinggalnya yang baru saja ia tempati, dan kemudian ia akan mulai mengambar sebagai hobinya.

Perlahan ia mengambil hijabnya, saatnya membuang sampah seharian kemarin keluar kamar. Disamping tempat pembuangan sampah, ada taman yang cukup luas berhadapan langsung dengan apartment yang ia tinggali. Apartementnya juga biasa dihuni mahasiswa-mahasiswa asing untuk tinggal di Korea, Harganya lebih murah dibanding harus tinggal dihotel atau dorm yang disediakan universitas.

Suasananya sangat tenang dan pastinya cocok untuk pelajar. Tapi tidak perlu khawatir akan menjadi bosan karena selain lokasinya dekat dengan Seoul National University, distrik ini juga punya museum dan tempat kebudayaan lainnya. Jika ingin ke pusat kota atau ke Gangnam, cukup naik bus atau kereta sekitar 30 menit – 1 jam.

Kamar yang disewa Anissa juga cukup luas, ada kamar mandi didalamnya, diruangan terpisah ada dapur mini, dan di terasnya dilengkapi mesin cuci dan jemuran kecil, ruangannya dipenuhi AC dan sistem ondol yang diciptakan ilmuan Korea. Sistem ini biasanya digunakan saat musim dingin tiba, agar ruangan tetap hangat. Tepat disebelah kamarnya, adalah kamar Dian. Dian adalah karyawan travel yang sama dengan Anissa, bedanya ia hanya karyawan magang karena separuh waktunya digunakan untuk kuliah disalah satu Universitas di Korea Selatan.

Kamar yang ditempati Anissa hanya ditinggal satu sampai dua bulan oleh pemiliknya yang sedang pergi ke luar kota, beruntung sekali Anissa bisa menempatinya untuk sementara waktu.

Anissa kembali berjalan kedalam kamarnya yang berada di lantai 3. Namun sebelum pintu ditutup, seseorang dibelakangnya sepertinya memanggilnya.

"Noona!"

Dan bisa ditebak dengan mudah siapakah itu.

"Astaga! Jihoon! Apa yang kau lakukan disini?" matanya membulat sempurna menatap pria dibelakangnya terkejut.

"Kau tak membalas pesanku, juga tak menjawab teleponku. Aku khawatir terjadi sesuatu padamu!" jelas Jihoon.

Anissa membuka mulutnya kaget, "A-aku baru saja akan membalasnya, kau tak perlu sampai datang."

"Tidak apa-apa, lagipula hari ini tidak ada latihan," Jihoon tersenyum menatap perempuan yang masih bingung menatapnya, "Boleh aku masuk?" tanyanya menatap pintu Anissa yang masih terbuka.

"Tidak!" sergap Anissa, "kau pulang saja." Anissa menggeleng tegas.

Jihoon hanya mendengus kesal kemudian tangannya menggeser bahu Anissa, "Aku masuk ya, terimakasih."

"Aish!! Oh-Ji-Hoon!" teriak Anissa dari pintu.

Jihoon menghiraukannya dan segera duduk di sofa tengah persis didepan kamar tidur Anissa. "Ssst... jangan memanggil namaku terlalu kencang, bagaimana kalau ada fansku yang mendengar?"

Jihoon menggeleng-gelengkan kepalanya sembari memperlihatkan wajah cemasnya. Ia melihat kesekitar tempat ia duduk.

"Kau tak punya televisi?" tanyanya mengalihkan pembicaraan, namun gagal karena Anissa masih berdiri di depan pintu, "Baiklah, kalau begitu aku akan memasak untukmu."

"Bu-bukan begitu Jihoon-ah, kau tidak bisa masuk ke dalam kamar perempuan yang tinggal sendirian." Jelas Anissa memanyunkan bibirnya.

"Tenang, kau boleh membuka pintunya. Aku akan mengenakan ini," tawar Jihoon mengeluarkan sebuah masker mulut.

Assalamualaikum OppaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang