𝒞𝒽𝒶𝓅𝓉𝑒𝓇 𝟧 - 𝒲𝑜𝓂𝒶𝓃

54.8K 5.3K 29
                                    


Wajah Derich semakin dekat denganku, dia bertingkah aneh sejak aku mengatakan putus. Tangannya tampak memperbaiki rambutku yang berantakan dan menyisirnya dengan jarinya. Lalu pria itu menyentuh kedua bahuku dengan lembut. Wajahnya yang tadinya ingin marah tidak terlihat lagi.

"Katakan padaku, apa yang sebenarnya kau inginkan?" Suaranya lebih pelan dari sebelumnya. Apa dia tidak mendengarkanku tadi? Dia bertanya lagi.

"Yang Mulia, saya hanya ingin putus dengan Anda." Aku memohon sekali lagi pada pria berambut merah itu.

"Tidak. Yang lain..."

"Tidak ada." Aku langsung menjawabnya dengan tegas.

"Ini tidak masuk akal... Ilsa, aku akan berikan apapun yang kau mau. Sebutkan saja."

Aku akhirnya terdiam dan mengangkat wajahku untuk menatapnya sekali lagi. Dia pasti pura-pura tidak mendengarku. Lalu aku teringat akan perhiasan yang diberikannya bersamaan buket bunga untukku kemarin. Aku merogoh tas kecilku dan mengeluarkan kotak kecil berwarna hitam.

"Saya tidak menginginkan apapun, termasuk hadiah ini." Aku meletakkan kotak itu di tangannya. Dia harus tahu kalau aku saat ini tidak bercanda. Sebelumnya aku tidak pernah mengembalikan barang pemberiannya, tapi mulai sekarang aku akan melakukannya.

Kotak itu diremasnya sampai urat nadi di tangannya terlihat seperti mau meledak, lalu dia melemparnya sampai isi di dalam kotak itu berhamburan di lantai. Aku sempat kaget dengan ulahnya itu. Dia hampir tidak pernah marah di depanku, mungkin karena aku tidak banyak meminta sesuatu padanya. Baru kali ini aku memohon dan dia langsung marah seperti ini. Apakah sesulit itu mengabulkan permohonanku?

"Katakan padaku jika kau menginginkan sesuatu." Suaranya tetap tenang , tapi aku tahu dia mencemaskan sesuatu. Dia lalu berdiri dan membelakangiku.

"Yang Mulia..."

"Pikirkanlah... nanti malam kita bicara lagi." dia lalu pergi meninggalkanku sendirian di ruangan besar itu.

Apa yang harus kulakukan sekarang? Tidak kusangka akan jadi serumit ini. Beberapa menit aku duduk termenung di sana, barulah Riel mengetuk pintu dan menengokku.

"Lady, apakah Anda baik-baik saja?" Pria itu tampak segan menanyakan keadaanku. Apa dia menungguku di luar dari tadi? Aku hanya mengangguk kesal.

Derrich selalu saja memutus pembicaraan seenaknya. Biasanya aku tidak mempersoalkannya, aku tahu dia sangat sibuk, tapi kali ini aku jadi geram sendiri. Dia tinggal mengiyakan saja, lalu aku bisa pergi dari sini selamanya.

Tak lama aku berdiri dan Riel langsung membantuku berjalan. Dia cukup tanggap dengan keadaanku, pantas dia tergabung dalam ksatria pilihan Derrich. Entah kenapa kakiku sedikit keram, padahal dari tadi aku menggunakan tanganku untuk berkelahi dengan Briana. Aku lalu digiring ke kamarku yang berada di bangunan yang sama.

Kamar kekasih Raja. aku menatap kamar yang kutinggal beberapa hari itu. Dindingnya masih berwarna abu-abu dan emas. Semua tertata rapi. Aku mengingatkan diriku untuk meninggalkan semua ini. Aku bukan penghuni tetap kamar ini, kataku dalam hati.

Aku menoleh pada pria yang membantuku tadi, dia lalu menunduk dan keluar dari kamarku tanpa kuperintahkan. Tak lama setelahnya, dua orang berseragam pelayan hadir di depanku. Mereka adalah Hera dan Amita, pelayan istana yang ditugaskan Derich untuk melayaniku, hanya aku.

Derich adalah orang yang dermawan, apalagi pada kekasih atau wanitanya. Dia akan memberikan apapun termasuk menyediakan pelayan dan pengawal tanpa diminta. Perhiasan apalagi, itu adalah hal kecil bagi seorang Derich. Sayangnya, aku tidak terlalu menyukainya. Lebih baik dia memberikanku sebuah pedang langka dari pada batu berlian, tapi aku tidak pernah menolak pemberiannya sebelumnya. Tidak menolak dan tidak meminta.

Stop Being a Villain (REPOST)Where stories live. Discover now