0. The Pain

9.7K 629 22
                                    

kalau kamu termasuk dalam golongan orang yang dukung tokoh kalau dia merupakan pemeran utama ... mending langsung out

♠♠♠

Jika senang bermain dengan harapan,
bersiaplah untuk dipermainkan kembali oleh kenyataan.
—Hollow

♠♠♠

"Bakal aku pinjemin ke Ceysa, dia pulang bareng aku, kasian kalau kena hujan."

"Kalau gak ada Ceysa, mana sudi gue merhatiin lo."

"Aku pacaran sama kamu, tapi kok sayangnya sama Ceysa?"

Cia memegangi perutnya, meresapi rasa nyeri yang kian menjadi. Tubuhnya bermandikan peluh, sementara air mata terus saja mengucur dengan pilu seakan enggan berhenti; sebagai perwujudan lara di hati.

Kamar mandi SMA Dharma ini, menjadi saksi hancurnya Adelicia Abraham. Tangan bergetar gadis itu masih memegang cutter berlumuran darah, tak henti membuat goresan di tangan. Belasan gores luka itu menjadi bukti bahwa hatinya tak lagi mampu menanggung luka. Ia ingin pergi, selamanya kalau bisa.

"Ayo nadi, please ...," lirihnya.

"Kamu cantik kalau rambutnya panjang, jangan dipotong lagi."

"Oh, God, kenapa aku baru tau pacarku bisa semanis ini?"

Gadis berambut cokelat gelap itu tersenyum miris, beberapa ucap dari Alden terngiang kembali di telinga. Perkataan yang dulu bisa membuatnya tersenyum kemudian tertawa bahagia. Namun, tidak lagi kini, sebab dia mengerti apa maksud pemuda itu tiba-tiba memberi beragam atensi.

Pelampiasan.

"Lo cuma jadi pelampiasan, Cia!"

"Even dari dulu lo pacar Alden, tapi Alden sukanya sama Ceysa!"

"Cepat atau lambat, Alden sadar kesalahan dia dan dia bakal balik ke Ceysa! Stop ngerasa menang, Bitch!"

Cia meraung keras, tetapi tiada satu pun orang mendengar. Semua kini telah hancur, dan orang yang berhasil melakukannya ialah Ceysa. Gadis kurang ajar itu mengambil semua yang dia punya.

"Even lo udah dipermaluin satu sekolah, bayaran yang harus lo terima masih kurang, Ceysa!!"

Ekspresi marah kini tampak di wajah elok Adelicia. Seolah tak peduli darah sudah bercecer di lantai toilet serta menempel pada seragam putih abu-abu, dia menggoreskan cutter, menyayat pergelangan tangan lagi dan lagi. Ini memang salah, tapi hanya dengan perbuatan buruk ini, rasa tenang menyelimuti hati walau sekejap.

"Aku capek hidup, Tuhan. Semua udah diambil Ceysa." Cia terisak, menggenggam erat cutter. "I hate her and I hate Alden too!" jeritnya.

Saat ini, dia sudah siap mati karena tak kuat menahan nyeri di hati, batinnya bahkan tak henti memohon untuk kedatangan malaikat maut, sebelum suara berat milik seorang pemuda terngiang.

"Bertahan, Cia, lo masih harus bales dendam."

"Jalanin rencana kita, akui 'ini semua' sebagai perbuatan Alden."

♠♠♠

1-9-2021

HOLLOW Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang